Jelang Ujian Nasional 2009/2010
Belakangan ini sekolah menegah kejuruan(SMK) disibukan dengan persiapan Ujian Kompetensi Kejuruan (UKK) dengan meributkan masalah sulitnya download soal di ditpsmk.net hingga tidak disediakannya soal UKK. Mari kita telaah kembali terkait Ujian Nasional.
Dalam UU No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas dijelaskan bahwa Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kemudian Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran. Hal di atas disebut dalam pasal 4 ayat 3 dan 4. Dari kedua pasal diatas saya simpulkan bahwa pendidikan itu berlangsung seumur hidup dengan cara memberi contoh yang baik, memotivasi dan membangun kreativitas peserta didik. Dilihat dari simpulan di atas tidak dibenarkan pendidik mencontohkan hal yang tidak baik seperti kasus pemberian jawaban soal UN, menghukum anak yang salah melapaui batas dan lain-lain.
Mengingat ujian akhir nasional sudah dekat tidak ada salahnya kita paparkan pasal 57, 58 dan 59 UU Sisdiknas. Pasal 57 ayat: (1) Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. (2) Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal dan nonformal untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan.
Pasal 58 ayat (1) Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. (2) Evaluasi peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan.
Pasal 59 ayat (1) Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. (2) Masyarakat dan/atau organisasi profesi dapat membentuk lembaga yang mandiri untuk melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58. (3) Ketentuan mengenai evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Jadi secara garis besar Ujian Akhir Nasional bertujuan untuk mendapatkan angka statistik tingkat penguasaan materi mata pelajaran yang diujikan sebagaimana pasal 57. Tetapi Ujian Akhir Nasional menjadi momok ketika diangkat menjadi standar kelulusan nasional secara menyeluruh, ini bertentangan dengan pasal 58 ayat 1. Ditambah angka yang ditawarkan menjadi standar kelulusan yang relatif tinggi bagi sekolah di daerah terpencil (sekolah di pelosok). Hal ini karena pendidikan di negara kita tidak merata jangankan seluruh Indonesia satu kabupaten kota saja bisa tidak merata. Kenyataan semacam ini semakin memperkuat pertengan dengan pasal 58 ayat 1. Sebetulnya dari pasal 58 ayat 2 dimungkinkan sebuah lembaga memberikan penilaian (evaluasi) kepada peserta didik kita menurut standart mereka. Sementara lembaga yang dimaksud pasal 58 ayat 2 terdapat dalam pasal 59 ayat 2. Sementara dalam pasal 59 ayat 1: Pemerintah dan Pemda hanya mengevaluasi pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan bukan peserta didik. Jadi UN yang notabennya diselengarakan pemerintah tidak dibenarkan bila ikut campur dalam penentuan kelulusan.
Untuk itu mari kita lihat realita yang saya hadapi akibat adanya UN yang menjadi standat kelulusan, pada salah satu SMK Negeri. Mayoritas siswa saya kelas X bahkan mungkin siswa kelas XII, mereka tidak tahu nilai konversi dari meter kubik ke dalam liter. Dalam bahasa inggris saja sebuah pertanyaan yang jawabnya sebatas yes or no saja tidak bisa menjawab. Ini sebuah indikasi bahwa keberhasilan guru di tingkat pedidikan sebelumnya masih diragukan(tidak reliable). Mereka sangat takut kalau anak didiknya tidak lulus. Mereka (guru tingkat sebelumya dan siswa)berupaya dengan cara yang zalim. Secara tidak sadar bahwa ketidakjujuran yang mereka lakukan menjadi beban pendidikan tingkat diatasnya dan menjadi beban siswa yang bersangkutan di masa yang akan datang. Coba seandainya ada standar kelulusan bisa disesuaikan dengan nilai kearifan lokal seperti dulu waktu masih EBTANAS, maksudnya dareah boleh membuat standar kelulusan sendiri. Guru pasti tidak merasa ada beban berat dengan kelulusan yang sklanya lebih luas.
Baiknya perlu adanya Standar kelulusan daerah untuk sekolah yang berstandar SPM (standart pelayanan minimal) bukan SSN, RSBI dan SBI. Maksud dari hal ini adalah untuk menekan kasus kebocoran soal ujian nasional. Standar kelulusan untuk sekolah yang masih SPM ditentukan oleh daerah (musyawarah MKKS dan disosialisasikan di sekolah masing-masing) . Sehingga nanti ada 2 macam tingkat kelulusan :
1. Lulus dalam skala nasional mutlak hukumnya bagi sekolah SSN, RSBI dan SBI.
2. Lulus jenjang pendidikan terkait bagi siswa dari Sekolah SPM (masing-masing kelulusan tiap daerah tingkat II berbeda).
Tujuan dari pembedaan tersebut untuk menentukan kelanjutan studi, yang lulus standar nasional dapat melanjutkan kuliah langsung tanpa test. Karena UN untuk sekolah yang minimal SSN telah dimonitor dan diselenggarakan langsung oleh PTN yang ada sewilayah untuk SMU dan dilaksanakan kerjasama dengan perusahaan bertarap Nasional Untuk SMK. Sementara yang lulusan Sekolah SPM bila akan Masuk jenjang pendidikan tinggi harus mengikuti test yang dilakukan oleh PTN yang diminati.
Tentu saja ini pembedaan ini berpengaruh pada bantuan pembiayan pendidikan bagi sekolah dari Departemen Pendidikan. Sekolah yang masih lebih bertaraf SPM manerima bantuan dengan jumlah yang lebih sedikit dibanding sekolah yang minimal berstandar SSN, RSBI dan SBI. Bila perlu keleluasan sekolah dalam mencari sumber dana(penarikan SPP dll)berbeda, untuk sekolah SPM tidak diperkenankan menarik dana lebih tinggi dari sekolah SSN. Dengan hal seperti ini diharapakan sekolah berlomba-lomba untuk menjadi sekolah berstandar nasioal dengan sehat. Semoga menjadi renungan bersama termasuk para pengambil kebijakan.
Cahyo Triwibowo, SPdT, SST pengajar SMK di Kab. Kuningan, Jabar
0 komentar:
Posting Komentar