BAGIAN PALING PENTING DARI TUBUHMU

Ibu selalu bertanya kepadaku, apa bagian tubuh yang paling penting. Bertahun-tahun aku selalu menebak dengan jawaban yang kuanggap benar. Ketika aku muda, aku pikir suara adalah yang paling penting bagi kita sebagai manusia, jadi aku jawab, "Telinga, Bu." Tapi, ternyata itu bukan jawabannya.
"Bukan itu, Nak. Banyak orang yang tuli. Tapi, teruslah memikirkannya dan ibu akan menanyakan lagi nanti."

Beberapa tahun kemudian, aku mencoba menjawab, sebelum dia bertanya padaku lagi. Sejak jawaban pertama, kini aku yakin jawaban kali ini pasti benar. Jadi, kali ini aku memberitahukannya. "Bu, penglihatan sangat penting bagi semua orang, jadi pastilah mata kita."

Dia memandangku dan berkata, "Kamu belajar dengan cepat, tapi jawabanmu masih salah karena banyak orang yang buta."

Gagal lagi, aku meneruskan usahaku mencari jawaban baru dan dari tahun ke tahun, Ibu terus bertanya padaku beberapa kali dan jawaban dia selalu, "Bukan. Tapi, kamu makin pandai dari tahun ke tahun, Anakku."

Akhirnya tahun lalu, kakekku meninggal. Semua keluarga sedih. Semua menangis. Bahkan, ayahku menangis. Aku sangat ingat itu karena itulah saat kedua kalinya aku melihatnya menangis. Ibuku memandangku ketika tiba giliranku untuk mengucapkan selamat tinggal pada kakek.

Dia bertanya padaku, "Apakah kamu sudah tahu apa bagian tubuh yang paling penting, sayang?"

Aku terkejut ketika Ibu bertanya pada saat seperti ini. Aku sering berpikir, ini hanyalah permainan antara Ibu dan aku.

Ibu melihat kebingungan di wajahku dan memberitahuku, "Pertanyaan ini penting. Ini akan menunjukkan padamu apakah kamu sudah benar-benar "hidup". Untuk semua bagian tubuh yang kamu beritahu padaku dulu, aku selalu berkata kamu salah dan aku telah memberitahukan kamu kenapa. Tapi, hari ini adalah hari di mana kamu harus mendapat pelajaran yang sangat penting."

Dia memandangku dengan wajah keibuan. Aku melihat matanya penuh dengan air. Dia berkata, "Sayangku, bagian tubuh yang paling penting adalah bahumu."

Aku bertanya, "Apakah karena fungsinya untuk menahan kepala?"

Ibu membalas, "Bukan, tapi karena bahu dapat menahan kepala seorang teman atau orang yang kamu sayangi ketika mereka menangis. Kadang-kadang dalam hidup ini, semua orang perlu bahu untuk menangis. Aku cuma berharap, kamu punya cukup kasih sayang dan teman-teman agar kamu selalu punya bahu untuk menangis kapan pun kamu membutuhkannya. "

Akhirnya, aku tahu, bagian tubuh yang paling penting adalah tidak menjadi orang yang mementingkan diri sendiri. Tapi, simpati terhadap penderitaan yang dialami oleh orang lain. Orang akan melupakan apa yang kamu katakan.

Orang akan melupakan apa yang kamu lakukan. Tapi, orang TIDAK akan pernah lupa bagaimana kamu membuat mereka berarti.

Anonim
dikirim oleh Pangcu (malang)

Read More......

Break …Break…Break !!!

Oleh

Arbono Lasmahadi

Matahari sebentar lagi akan mulai mengendurkan sinarnya ke bumi dan undur diri dari penampilannya hari ini. Sang rembulan telah bersiap menggantikan peran matahari menyinari bumi. Waktu menunjukkan pukul 17.50 WIB, saat sebuah mobil ambulance memasuki sebuah rumah sakit terkenal di kawasan bisnis di Jakarta. Mobil itu segera bergerak menuju pintu masuk ruang gawat darurat.

Sesaat kemudian petugas segera bergerak dengan gesit mengeluarkan seorang pasien yang terlihat tidak berdaya dan tidak mampu menggerakan sebagian dari anggota tubuhnya, ke dalam ruang gawat darurat untuk segera memberikan bantuan yang diberikan untuk dapat menolong pasien itu. Pasien itu adalah Randy, Direktur Pemasaran sebuah perusahaan Fast Moving Consumer Goods asing di Jakarta. Dia baru saja mengalami serangan stroke, yang membuatnya terjatuh saat dia melakukan presentasi di depan para pimpinanya yang datang dari Grup Perusahaan di Eropa. Ini adalah pertama kalinya Randy mengalami serangan stroke. Di usia yang relatif muda, 38 tahun, serangan stroke ini tentu mengejutkan banyak orang di kantornya.

Sejak beberapa hari terakhir, Randy memang bekerja sangat keras untuk mempersiapkan presentasinya hari ini sesempurna mungkin. Memang bagi orang sekantornya, Randy dikenal sebagai seorang yang workaholic dan perfectionist. Mereka sudah maklum kalau melihat Randy keluar kantor lewat pukul 9 malam. Malah rekan-rekan kerjanya akan terheran-heran bila melihat Randy keluar kantor di bawah jam 9 malam. Memang dedikasi Randy kepada pekerjaannya patut diacungi jempol. Maka tidak heran, beberapa kali ia menerima penghargaan dari perusahaannya atas prestasi yang diraihnya. Namun apa daya, malang tak dapat ditolak, dan mujur tak dapat diraih, saat ini semua dedikasi dan prestasi itu seperti sirna bersama dengan tenggelamnya sang surya. Saat ini, Randy terkulai lemah di Ruang Gawat Darurat tanpa mampu melakukan apapun, tidak seperti dirinya yang penuh vitalitas dan dinamis beberapa jam yang lalu.

Kisah Randy di atas memang hanya sebuah kisah fiktif. Namun dalam kenyataanya tidak sedikit Randy-Randy lain yang hadir di antara kita, dan saya pikir kita pasti tidak ingin mengalami kejadian seperti yang menimpa Randy.

Tuntutan pekerjaan yang semakin meningkat, membuat waktu yang tersedia untuk menyelesaikan pekerjaan seperti tidak pernah cukup. Alhasil, kita bekerja bak sebuah mesin yang bekerja spartan tanpa istirahat. Padahal, mesin yang ada di sebuah pabrikpun mempunyai jadwal "overhaul" atau jadwal pemeliharaan rutin. Maka saya pikir, kita mungkin bertindak berlebihan bila memperlakukan pikiran dan tubuh kita melebihi perlakukan kita kepada mesin yang kita miliki. Padahal, tindakan berlebihan bukanlah hal yang sangat tidak dianjurkan di dalam ajaran agama yang kita anut.

Kita perlu menggunakan waktu yang kita miliki secara berimbang, untuk bekerja kehidupan sosial, dan kehidupan spiritual di luar pekerjaan. Bukankah Allah menciptakan kehidupan ini dengan segala keseimbangannya, sehingga dunia ini bisa berjalan dengan baik ? Namun manakala keseimbangan itu kita rusak, maka tidak mengherankan bila terjadi musibah yang menimpa kita semua. Artinya bila kita bekerja berlebihan, melebihi porsi yang sewajarnya kita kerjakan, mungkin kejadian yang menimpa Randy, bisa jadi terjadi pada diri kita juga. Bila itu terjadi, apalah artinya kekayaaan, kemasyhuran dan pengharagaan yang kita miliki selama ini ? Maka janganlah kita melupakan pentingnya beristirahat. Dengan istirahat, diharapkan tubuh kita akan terus dapat berfungsi optimal dan memberikan kontribusi positif untuk kita dan lingkungan kita, hingga saat kita nanti menyelesaikan tugas kita sebagai khalifah di bumi ini.

Mudah-mudahan tulisan pendek ini dapat selalu mengingatkan diri saya pribadi untuk membangun keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan sosial dan spiritual. Semoga juga tulisan ini dapat memberikan insipirasi bagi semua pihak yang membaca tulisan ini.

Jakarta, 8 January, 2010

Read More......

Kikir Sampai Akhir

Ketika lelaki sangat kikir yang mendapat julukan “hantu kikir” meninggal dan pergi ke neraka, Raja Yama mencelanya sambil berkata, “Kamu hantu kikir! Ketika engkau hidup, engkau berpegang erat pada segala sesuatu dan tidak mau memberi kepada sesama. Meskipun engkau melihat yang lain melarat dan miskin, engkau menolak memberikan bantuan kepada mereka. Engkau juga tidak mengurus orangtuamu dengan baik, sanak saudara atau teman serta membiarkan mereka menderita dan mati kelaparan. Untuk karma jahatmu, engkau akan dibuang kedalam panci yang berisi minyak mendidih.
"Kepala penjara neraka mengiring lelaki kikir itu ke panci berisi minyak mendidih, dan ketika mereka tiba ia melihat ke dalam panci dan berkata. “Hei! Tunggu sebentar! Ada banyak minyak di dalamnya. Suatu pemborosan! Tolong keluarkan minyaknya, jual dan berikan uangnya padaku. Kemudian kalian lebih baik membuang saya ke dalam panci yang berisi air mendidih! Itu tidak memerlukan minyak.
Kalian menggunakan terlalu banyak minyak untuk menggoreng seseorang!"


Efie Parabang
Mahasiswa S2 MP1 Unmul

===========================================
Ada seorang lelaki kaya yang buta huruf, dan suatu hari seorang lelaki kaya yang lain mengirimkan seorang kurir dengan surat untuknya. Malu untuk mengakui bahwa ia tidak dapat membaca, ia berkata kepada kurir agar kembali ke tuannya dan menyampaikan kalau ia akan datang beberapa saat lagi. Tapi sebenarnya ia ingin mencari seseorang untuk membacakan surat untuknya.
“Itu tidak perlu! Kami hanya ingin meminjam kudamu, bukan engkau. Jadi engkau tidak perlu datang lagi,” jawab sang kurir.

Read More......

Tentang Kurikulum

Di tengah-tengah hutan belantara Sumatera berdirilah sebuah sekolah untuk para binatang dengan status “disamakan dengan manusia”, sekolah ini dikepalai oleh seorang manusia. Karena sekolah tersebut berstatus “disamakan”, maka tentu saja kurikulumnya juga harus mengikuti kurikulum yang sudah standar dan telah ditetapkan untuk manusia.

Kurikulum tersebut mewajibkan bahwa untuk bisa lulus dan mendapatkan ijazah ; setiap siswa harus berhasil pada lima mata pelajaran pokok dengan nilai minimal 8 pada masing-masing mata pelajaran.Adapun kelima mata pelajaran pokok tersebut adalah; Terbang, Berenang, Memanjat, Berlari dan Menyelam
Mengingat bahwa sekolah ini berstatus “Disamakan dengan manusia”, maka para binatang berharap kelak mereka dapat hidup lebih baik dari binatang lainya, sehingga berbondong-bondongl ah berbagai jenis binatang mendaftarkan diri untuk bersekolah disana; mulai dari; Elang, Tupai, Bebek, Rusa dan Katak
Proses belajar mengajarpun akhirnya dimulai, terlihat bahwa beberapa jenis binatang sangat unggul dalam mata pelajaran tertentu; Elang sangat unggul dalam pelajaran terbang; dia memiliki kemampuan yang berada diatas binatang-binatang lainnya dalam hal melayang di udara, menukik, meliuk-liuk, menyambar hingga bertengger didahan sebuah pohon yang tertinggi.

Tupai sangat unggul dalam pelajaran memanjat; dia sangat pandai, lincah dan cekatan sekali dalam memanjat pohon, berpindah dari satu dahan ke dahan lainnya. Hingga mencapai puncak tertinggi pohon yang ada di hutan itu.
Sementara bebek terlihat sangat unggul dan piawai dalam pelajaran berenang, dengan gayanya yang khas ia berhasil menyebrangi dan mengitari kolam yang ada didalam hutan tersebut.

Rusa adalah murid yang luar biasa dalam pelajaran berlari; kecepatan larinya tak tertandingi oleh binatang lain yang bersekolah di sana. Larinya tidak hanya cepat melainkan sangat indah untuk dilihat.
Lain lagi dengan Katak, ia sangat unggul dalam pelajaran menyelam; dengan gaya berenangnya yang khas, katak dengan cepatnya masuk kedalam air dan kembali muncul diseberang kolam.
Begitulah pada mulanya mereka adalah murid-murid yang sangat unggul dan luar biasa dimata pelajaran tertentu. Namun ternyata kurikulum telah mewajibkan bahwa mereka harus meraih angka minimal 8 di semua mata pelajaran untuk bisa lulus dan mengantongi ijazah.

Inilah awal dari semua kekacauan.itu; Para binatang satu demi satu mulai mempelajari mata pelajaran lain yang tidak dikuasai dan bahkan tidak disukainya.
Burung elang mulai belajar cara memanjat, berlari, namun sayang sekali untuk pelajaran berenang dan menyelam meskipun telah berkali-kali dicobanya tetap saja ia gagal; dan bahkan suatu hari burung elang pernah pingsan kehabisan nafas saat pelajaran menyelam.

Tupaipun demikian; ia berkali-kali jatuh dari dahan yang tinggi saat ia mencoba terbang. Alhasil bukannya bisa terbang tapi tubuhnya malah penuh dengan luka dan memar disana-sini.
Lain lagi dengan bebek, ia masih bisa mengikuti pelajaran berlari meskipun sering ditertawakan karena lucunya, dan sedikit bisa terbang; tapi ia kelihatan hampir putus asa pada saat mengikuti pelajaran memanjat, berkali-kali dicobanya dan berkali-kali juga dia terjatuh, luka memar disana sini dan bulu-bulunya mulai rontok satu demi satu.

Demikian juga dengan binatang lainya; meskipun semua telah berusaha dengan susah payah untuk mempelajari mata pelajaran yang tidak dikuasainya, dari pagi hingga malam, namun tidak juga menampakkan hasil yang lebih baik.
Yang lebih menyedihkan adalah karena mereka terfokus untuk dapat berhasil di mata pelajaran yang tidak dikuasainya; perlahan-lahan Elang mulai kehilangan kemampuan terbangnya; tupai sudah mulai lupa cara memanjat, bebek sudah tidak dapat lagi berenang dengan baik, sebelah kakinya patah dan sirip kakinya robek-robek karena terlalu banyak berlatih memanjat. Katak juga tidak kuat lagi menyelam karena sering jatuh pada saat mencoba terbang dari satu dahan ke dahan lainnya. Dan yang paling malang adalah Rusa, ia sudah tidak lagi dapat berlari kencang, karena paru-parunya sering kemasukan air saat mengikuti pelajaran menyelam.

Akhirnya tak satupun murid berhasil lulus dari sekolah itu; dan yang sangat menyedihkan adalah merekapun mulai kehilangan kemampuan aslinya setelah keluar dari sekolah. Mereka tidak bisa lagi hidup dilingkungan dimana mereka dulu tinggal, ya.... kemampuan alami mereka telah terpangkas habis oleh kurikulum sekolah tersebut. Sehingga satu demi satu binatang-binatang itu mulai mati kelaparan karena tidak bisa lagi mencari makan dengan kemampuan unggul yang dimilikinya. .

Tidakkah kita menyadari bahwa sistem persekolahan manusia yang ada saat inipun tidak jauh berbeda dengan sistem persekolahan binatang dalam kisah ini. Kurikulum sekolah telah memaksa anak-anak kita untuk menguasai semua mata pelajaran dan melupakan kemampuan unggul mereka masing-masing. Kurikulum dan sistem persekolahan telah memangkas kemampuan alami anak-anak kita untuk bisa berhasil dalam kehidupan menjadi anak yang hanya bisa menjawab soal-soal ujian.

Akankah nasib anak-anak kita kelak juga mirip dengan nasib para binatang yang ada disekolah tersebut?

Bila kita kaji lebih jauh produk dari sistem pendidikan kita saat ini bahkan jauh lebih menyeramkan dari apa yang digambarkan oleh fabel tersebut; bayangkan betapa para lulusan dari sekolah saat ini lebih banyak hanya menjadi pencari kerja dari pada pencipta lapangan kerja, betapa banyak para lulusan yang bekerja tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan yang digelutinya selama bertahun-tahun, sebuah pemborosan waktu, tenaga dan biaya. Betapa para lulusan sekolah tidak tahu akan dunia kerja yang akan dimasukinya, jangankan kemapuan keahlian, bahkan pengetahuan saja sangatlah pas-pasan, betapa hampir setiap siswa lanjutan atas dan perguruan tinggi jika ditanya apa kemampuan unggul mereka, hampir sebagian besar tidak mampu menjawab atau menjelaskannya.

Begitupun setelah mereka berhasil mendapatkan pekerjaan, berapa banyak dari mereka yang tidak memberikan unjuk kerja yang terbaik serta berapa banyak dari mereka yang merasa tidak bahagia dengan pekerjaanya.

Belum lagi kita bicara tentang carut marut dunia pendidikan yang kerapkali dihiasi tidak hanya oleh tawuran pelajar melainkan juga tawuran mahasiswa. Luar biasa “Maha Siswa” julukan yang semestinya dapat dibanggakan dan begitu agung karena Mahasiswa adalah bukan siswa biasa melainkan siswa yang “Maha”. Namun nyatanya ya Tawuran juga. Masihkah kita bisa berharap dari para pelajar kita yang seperti ini. Dan seperti apa potret negeri kita kedepannya dengan melihat potret generasi penerusanya saat ini?

Apa yang menjadi biang keladi dari kehancuran sistem pendidikan di negeri ini...?
1. Sistem yang tidak menghargai proses
Belajar adalah proses dari tidak bisa menjadi bisa. Hasil akhir adalah buah dari kerja setiap proses yang dilalui. Sayangnya proses ini sama sekali tidak dihargai; siswa tidak pernah dinilai seberapa keras dia berusaha melalui proses. Melainkan hanya semata-mata ditentukan oleh ujian akhir. Keseharian siswa dalam belajar tidak ada nilainya, jadi wajar saja apa bila suatu ketika ada siswa yang berkata bahwa yang penting ujian akhir bisa, gak perlu masuk setiap hari.

2. Sistem yang hanya mengajari anak untuk menghafal bukan belajar dalam arti sesunguhnya
Apa beda belajar dengan menghafal; Produk dari sebuah pembelajaran kemampuan atau keahlian yang dikuasai terus menerus. Contoh yang paling sederhana adalah pada saat anak belajar sepeda. Mulai dari tidak bisa menjadi bisa, dan setelah bisa ia akan bisa terus sepanjang masa. Sementara produk dari menghafal adalah ingatan jangka pendek yang dalam waktu singkat akan cepat dilupakan. Perbedaan lain bahwa belajar membutuhkan waktu lebih panjang sementara menghafal bisa dilakukan hanya dalam 1 malam saja. Padahal pada hakekatnya Manusia dianugrahi susunan otak yang paling tinggi derajadnya dibanding mahluk manapun didunia. Fungsi tertinggi dari otak manusia tersebut disebut sebagai cara berpikir tingkat tinggi atau HOT; yang direpresentasikan melalui kemampuan kreatif atau bebas mencipta serta berpikir analisis-logis; sementara fungsi menghafal hanyalah fungsi pelengkap. Keberhasilan seorang anak kelak bukan ditentukan oleh kemampuan hafalannya melainkan oleh
kemampuan kreatif dan berpikir kritis analisis.

3. Sistem sekolah yang berfokus pada nilai
Nilai yang biasanya diwakili oleh angka-angka biasanya dianggap sebagai penentu hidup dan matinya seorang siswa. Begitu sakral dan gentingnya arti sebuah nilai pelajaran sehingga semua pihak mulai guru, orang tua dan anak akan merasa rasah dan stress jika melihat siswanya mendapat nilai rendah atau pada umumnya dibawah angka 6 (enam).

Setiap orang dikondisikan untuk berlomba-lomba mencapai nilai yang tinggi dengan cara apapun tak perduli apakah si siswa terlihat setangah sekarat untuk mencapainya. Nyatanya toh dalam kehidupan nyata, nilai pelajaran yang begitu dianggung-anggungka n oleh sekolah tersebut tidak berperan banyak dalam menentukan sukses hidup seseorang. Dan lucunya sebagian besar kita dapati anak yang dulu saat masih bersekolah memiliki nilai pas-pasan atau bahkan hancur, justru lebih banyak meraih sukses dikehidupan nyata.

Mari kita ingat-ingat kembali saat kita masih bersekolah dulu; betapa bangganya seseorang yang mendapat nilai tinggi dan betapa hinanya anak yang medapat nilai rendah; dan bahkan untuk mempertegas kehinaan ini, biasanya guru menggunakan tinta dengan warna yang lebih menyala dan mencolok mata.
Sementara jika kita kaji lagi; apakah sesungguhnya representasi dari sebuah nilai yang diagung-agungkan disekolah itu...?Nilai sesungguhnya hanyalah representasi dari kemampuan siswa dalam “menghapal” pelajaran dan terkadang ada juga “subjektifitas” guru yang memberi nilai tersebut terhadap siswanya.

Meskipun kerapkali guru menyangkalnya, cobalah anda ingat-ingat; berapa lama anda belajar untuk mendapatkan nilai tersebut; apakah 3 bulan...? 1 bulan..? atau cukup hanya semalam saja..? Kemudian coba ingat-ingat kembali, jika dulu saat bersekolah, ada diantara anda yang pernah bermasalah dengan salah seorang guru; apakah ini akan mempengaruhi nilai yang akan anda peroleh..?

Jadi mungkin sangat wajar; meskipun kita banyak memiliki orang “pintar” dengan nilai yang sangat tinggi; negeri ini masih tetap saja tertinggal jauh dari negara-negara maju. Karena pintarnya hanya pintar menghafal dan menjawab soal-soal ujian.

4. Sistem pendidikan yang Seragam-sama untuk setiap anak yang berbeda-beda
Siapapun sadar bahwa bila kita memiliki lebih dari 1 atau 2 orang anak; maka bisa dipastikan setiap anak akan berbeda-beda dalam berbagai hal. Andalah yang paling tahu perbedaan-perbedaan ya. Namun sayangnya anak yang berbeda tersebut bila masuk kedalam sekolah akan diperlakukan secara sama, diproses secara sama dan diuji secara sama.

Menurut hasil penelitian Ilmu Otak/Neoro Science jelas-jelas ditemukan bahwa satiap anak memiliki kelebihan dan sekaligus kelemahan dalam bidang yang berbeda-beda. Mulai dari Instingtif otak kiri dan kanan, Gaya Belajar dan Kecerdasan Beragam. Sementara sistem pendidikan seolah-oleh menutup mata terhadap perbedaan yang jelas dan nyata tersebut yakni dengan mengyelenggaraan sistem pendidikan yang sama dan seragam. Oleh karena dalam setiap akhir pembelajaran akan selalu ada anak-anak yang tidak bisa/berhasil menyesuaikan dengan sistem pendidikan yang seragam tersebut.

5. Sekolah adalah Institusi Pendidikan yang tidak pernah mendidik
Sekilas judul ini tampaknya membingungkan; tapi sesungguhnya inilah yang terjadi pada lembaga pendidikan kita.

Apa beda mendidik dengan mengajar...?

Ya.. tepat!, mendidik adalah proses membangun moral/prilaku atau karakter anak sementara mengajar adalah mengajari anak dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak bisa menjadi bisa.
Produk dari pengajaran adalah terbangunnya cara berpikir kritis dan kreatif yang berhubungan dengan intelektual sementara produk dari pendidikan adalah terbangunnya prilaku/akhlak yang baik.

Ya..! memang betul dalam kurikulum ada mata pelajaran Agama, Moral Pancasila, Civic dan sebagainya namun dalam aplikasinya disekolah guru hanya memberikan sebatas hafalan saja; bukan aplikasi dilapangan. Demikian juga ujiannya dibuat berbasiskan hafalan; seperti hafalan butir-butir Pancasila dsb. Tidak berdasarkan aplikasi siswa dilapangan seperti praktek di panti-panti jompo; terjun menjadi tenaga sosial, dengan sistem penilaian yang berbasiskan aplikasi dan penilaian masyarakat (user base evaluation).

Bayangkan pernah ada suatu ketika sebuah sekolah SD yang gedungnya bersebelahan dengan rumah penduduk, dan saat itu mereka sedang belajar tentang pendidikan moral, sementara persis di sebelah sekolah tersebut sedang ada yang meninggal dunia, namun anehnya tak ada satupun dari sekelah tersebut yang datang mengirim utusan untuk berbela sungkawa di rumah tersebut. Alih-alih sekolahnya malah ribut sehingga ketua RW setempat sempat menegur pihak sekolah atas kejadian tersebut.

Mungkin wajar saja jika anak-anak kita tidak pernah memiliki nilai moral yang tertanam kuat di dalam dirinya; melainkan hanya nilai moral yang melintas semalam saja dikepalanya dalam rangka untuk dapat menjawab soal-soal ujian besok paginya.

Artikel ini di ambil dari Tulisan Dr. Thomas Amstrong, pemerhati dan praktisi Pendidikan Berbasis Multiple Intelligence dari AS, yang dibuat sekitar tahun 1990an.dan telah disesuaikan dengan konteks Indonesia saat ini.

Mari kita renungkan bersama dengan hati dan nurani kita yang terdalam dan mari kita ambil hikmahnya.

Sumber: Buku Ayah Edy Judul: I love you Ayah, Bunda Penerbit: Hikmah, Mizan Group

Read More......

"Brain Gain" Ilmuwan China dan Nasib Eijkman

Rabu, 13 Januari 2010 | 03:43 WIB
Ketika menonton DVD film Cuba produksi tahun 1979 yang dibintangi aktor Sean Connery, masih terngiang ucapan "kita membutuhkan otak" yang diucapkan Fidel Castro saat diktator Presiden Fulgencio Batista menyingkir meninggalkan Bandara Havana pada awal tahun 1959. Itu diucapkan Castro untuk mencegah pembantaian tentara pendukung Batista.

Tak urung ribuan ilmuwan, dokter, dan warga terdidik Kuba lari ke Amerika Serikat. Kuba pun mengalami brain drain. Namun, riset dasar biologi molekuler dan terapannya di Kuba kini berkembang pesat dan bermuara pada temuan aneka produk bioteknologi farmasi.

China dan India pun sudah berdekade-dekade mengalami brain drain seperti Kuba pasca-Revolusi Castro. Namun, situasi mulai berbalik di kedua negara itu menyusul peningkatan luar biasa ekonomi mereka. Fenomena kebalikan brain drain ini dapat disebut sebagai brain gain.

Khusus untuk China, simak saja laporan International Herald Tribune (7/1/2010) di halaman 1 yang berjudul "China's Prodigal Scientists Return". Salah satu ilmuwan asal China yang memperoleh posisi amat terhormat di AS, tetapi rela balik ke negeri asalnya adalah Shi Yigong (42).

Ia adalah ahli biologi molekuler Universitas Princeton. Riset Shi tentang bagaimana sel-sel yang rusak atau tak berguna mati secara alami telah membuka suatu jalur baru riset di bidang pengobatan kanker. Karena itu, ketika tahun 2008 ia diumumkan memperoleh dana hibah riset sebesar 10 juta dollar AS dari Howard Hughes Medical Institute di Maryland yang amat prestisius, para ilmuwan AS tak ada yang kaget. Orang baru amat kaget saat mengetahui bahwa Shi menolak dana riset itu dan mengundurkan diri sebagai dosen Princeton untuk menjadi Dekan Fakultas Sains Universitas Tsinghua di Beijing.

Padahal, Shi sudah menjadi warga negara AS dan tinggal di negara itu selama 18 tahun. Apalagi, sebagai mahasiswa Universitas Tshinghua, Shi pada tahun 1989 ikut dalam demo prodemokrasi di Lapangan Tiananmen. Karena itu, tak heran jika kecurigaan dan kecemburuan terhadap Shi tetap ada. Untunglah, Mei 2008, Shi diundang bicara tentang masa depan sains dan teknologi China di depan Wakil Presiden Xi Jinping dan para petinggi pemerintah di Zhongnanhai, kantor pusat pemerintah dan Partai Komunis RRC.

Selain Shi Yigong, masih ada lagi Rao Yi (47) ahli biologi yang pada tahun 2007 meninggalkan Universitas Northwestern untuk memimpin departemen sains di Universitas Beijing. Ada pula Wang Xiaodong, seorang peneliti Southwestern Medical Center Universitas Texas di Dallas, yang hijrah ke Lembaga Ilmu-ilmu Biologi Nasional di Beijing.

Kebetulan Pemerintah China juga menggenjot dana riset di dalam negeri. Tak heran jika dalam satu dekade terakhir jumlah publikasi ilmiah ilmuwan China berlipat empat kali, hingga tahun 2007 jumlahnya menduduki peringkat kedua setelah AS. Sekitar 5.000 ilmuwan China terlibat dalam riset nanoteknologi, ini menurut buku baru China's Emerging Technological Edge yang ditulis Cong Cao dan Denis Fred Simon, dua peneliti tentang China yang berbasis di AS.

Perlunya "critical mass"

Tentang baliknya ilmuwan seperti Shi Yigong dan Rao Yi ke China, Cong Cao berkomentar, "Perjuangan mereka pasti amat berat, seperti pertempuran mendaki bukit. Mereka adalah ilmuwan-ilmuwan hebat. Namun, mereka harus menciptakan suatu critical mass untuk mereformasi sistem. Jika mereka tidak melakukan reformasi, mereka akan hengkang lagi."

Menciptakan critical mass; itulah yang dilakukan Shi di Tsinghua. Kurang dari dua tahun ia sudah menarik 18 orang pascadoktor, hampir semuanya dari AS. Dalam satu dekade ia berharap kekuatan staf Fakultas Sains Tsinghua akan berkembang empat kali lipat.

Tentang reformasi birokrasi di bidang sains di China, itulah pula yang diteriakkan Rao Yi. Ia bahkan mengusulkan, kalau perlu, Kementerian Ristek China dibubarkan.

Menurut Prof Dr Sangkot Marzuki, Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Pemerintah China dengan kemampuan finansialnya yang amat kuat memang secara terencana memanggil balik warga terdidik kelahiran China yang menetap di luar negeri. "Jika para ilmuwan AS asal China banyak yang balik ke China, ini akan menjadi malapetaka bagi dunia ilmu AS," katanya.

Bagaimana dengan nasib Lembaga Eijkman sendiri? Seperti halnya Shi Yigong, Sangkot yang sudah mapan di Universitas Monash, Australia, pada tahun 1993 rela balik ke Jakarta untuk menghidupkan Lembaga Eijkman setelah bertemu dengan Menristek BJ Habibie tahun 1990. "Tahun 1995, ketika Eijkman diresmikan oleh Presiden Soeharto, dijanjikan akan dijadikan Lembaga Pemerintah Non-Departemen (LPND), tetapi sampai sekarang belum juga terwujud. Mudah-mudahan Eijkman akan menjadi LPND karena sudah didukung oleh Menristek dan Menkes yang baru," tuturnya.

Lembaga Eijkman ketika mulai beroperasi tahun 1995 mempunyai 75 peneliti dan diproyeksikan tahun 2000 akan menjadi 150 peneliti. Namun, krisis ekonomi tahun 1998 membuat Eijkman sempat mengalami brain drain dan tahun 2004 nyaris ditutup karena minimnya anggaran. Syukurlah bom di depan Kedubes Australia, Jakarta, tahun 2004 menyelamatkan Eijkman karena terbukti para ilmuwannya mampu dalam tempo 13 hari mengidentifikasi Heri Golun sebagai pelaku.

Kini jumlah peneliti di Lembaga Eijkman kembali mencapai di atas 100 orang. Riset yang digeluti Eijkman berpusat di bidang malaria, demam berdarah, flu burung, hepatitis, forensik, penyakit genetik talasemia, dan pemetaan genetika populasi untuk kepentingan metabolisme obat dan merunut asal-usul penduduk Nusantara.

Akan ideal jika seandainya lembaga riset dasar seperti Eijkman menyatukan upaya bersama industri, seperti Biofarma atau Kimia Farma, untuk memproduksi vaksin flu burung, vaksin hepatitis B, dan lain-lain.

Kalau Kuba saja bisa, mengapa kita tidak? Jika China menguasai hardware dan India software, kita tentu tak ingin hanya bisanya nowhere....


Read More......

UU PVT dan SBT Tidak Melindungi Hak-Hak Petani

Ani Purwati - 13 Feb 2009

Hak-hak petani di Indoensia tidak tercantum dalam UU No. 29/2000 tentang
Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) dan UU No. 12/1992 tentang Sistem
Budidaya Tanaman (SBT).

Kedua peraturan perundangan itu hanya melindungi hak-hak pemulia varietas tanaman atau pembenih yang biasanya merupakan perusahaan benih.
Demikian menurut Agus Sardjono sebagai Ahli Hukum dari Universitas Indonesia (UI), saat dialog petani tentang Perlindungan Varietas Tanaman yang diselenggarakan Aliansi Petani Indonesia (API), Third World Network
(TWN) dan UNDP di Jakarta (10/2).

UU PVT tidak ada urusannya dengan petani tetapi dengan pembenih, karena
tidak melindungi petani tetapi pembenih. “Masalah yang dihadapi petani terkait UU PVT hanya sebagai konsumen benih dan sering diancam oleh
yang mengaku-ngaku atas varietas tertentu,” kata Sardjono.

Menurutnya, UU PVT merupakan salah satu dari sistem Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan berasal dari luar negeri. Sehingga di dalam konsep HKI ada doktrin atau latar belakang yang berbeda dengan di Indonesia.

Terkait UU PVT, benih di Indonesia dibedakan atas benih yang dilindungi PVT dan tidak dilindungi PVT. Di Indonesia, kurang dari 10 varietas tanaman yang mendapat sertifikasi PVT, sehingga masih ada kesempatan terbuka sangat luas atas varietas.

Pengertian dalam pasal 1 point 1, PVT adalah perlindungan khusus varietas yang diberikan oleh negara. Kalau negara mau melindungi varietas tanaman
oleh pemulia, maka tidak terkait petani. Yang sering terkait adalah
perusahaan benih.

PVT diberikan kepada individu yang sudah melakukan pemuliaan. Bila
perusahaan telah melakukan riset dan memproduksi benih dengan membayar
pegawai dan laboratorium, maka dapat meminta perlindungan dan monopoli
juga.

Menurut Sardjono, pembuatan UU PVT tersebut dapat dikatakan tidak sempurna. Terlebih lagi dalam pembuatannya, pemerintah maupun DPR tidak pernah melibatkan petani dengan alasan akan memakan waktu lama.

Pemberian perlindungan melalui UU PVT tidak secara otomatis. Negara akan memberi perlindungan kalau pemulia mendaftarkan. ”Jadi yang belum mendaftar tidak mendapat perlindungan. Sehingga bisa dikatakan sistem ini butuh keaktifan kita sebagai pemulia. Nah itu yang masih belum ada,” kata
Guru Besar Fakultas Hukum UI ini.

Selain itu menurutnya, negara juga akan melakukan perlindungan kalau sudah
memenuhi syarat. Sampai sekarang varietas yang mendapat perlindungan
hanya kurang dari 10, karena jasa konsultanya mahal.

Syarat mendapatkan perlindungan varietas tanaman yaitu varietas baru (bukan yang tidak ada menjadi ada, tetapi hasil panen dari benih yang belum pernah diperdagangkan) , varietas bersifat unik (dapat dibedakan dari varietas lain), stabil meski ditanam berulang (tidak seperti hibrida
yang tidak dapat ditanam ulang sehingga harus membeli benih terus).

Lalu seragam (meski ditanam di tempat berbeda), diberi nama (ada jeruk Bali, jeruk Pontianak, durian Montong dsb), ada jangka waktu perlindungan
(untuk tanaman musiman 20 tahun, tanaman tahunan 25 tahun. Setelah habis jangka waktu itu varietas tanaman bebas ditanam siapa saja.

UU PVT dapat dikatakan memberi hak eksklusif tetapi monopoli. Tujuannya
sebetulnya mulia yaitu aslinya HKI adalah melindungi orang-orang yang
kreatif. Masalahnya yang sering terjadi, mereka tidak mempunyai uang,
lalu bekerja ke pihak lain dan mendapat gaji, tetapi kretifitasnya
menjadi milik orang lain (perusahaan atau instansi lain) yang membayar.
Maka mereka yang membayar yang memanfaatkan ide itu.


Dimana posisi petani?

Dalam hal ini kalau petani mau menjadi pemulia, maka harus memahami UU PVT
dan SBT, kalau tidak, maka hanya berpikir sebagai pembeli atau konsumen
benih saja.

Tetapi ternyata setelah mendapat benih baru, sebelum mengedarkan hasil
pemuliaan tersebut, pemulia harus memenuhi UU SBT atau lebih dulu melewati pelepasan. Sebelum melewati pelepasan, varietas hasil pemuliaan dilarang diedarkan.

”Jadi bapak-bapak petani bila melakukan pemuliaan tidak mengggunakan PVT,
tidak masalah. Tetapi masalahnya, walaupun benih diedarkan harus hati-hati, karena bisa diancam UU SBT. Siapa yang tau UU SBT? Tidak ada
yang tau. Saya juga baru tau setelah kasus Kediri,” jelas Sardjono.

Dijelaskannya bahwa varietas tanaman yang bisa dilepas harus melewati sertifikasi. Tanpa proses sertifikasi, pengedaran benih tidak boleh. Padahal proses sertifikasi yang benar, syaratnya berat, harus ada sekian contoh di atas sekian hektar.

Kalau memenuhi syarat akan keluar label benih aman. Di sini nampak tujuan
mulianya yaitu agar kita tidak menanam benih yang salah, misal yang
predator (makan) varietas yang sejenis, seperti transgenik (rekayasa
genetik). Tetapi pelakunya yang tidak mulia, yang menuduh petani telah
melakukan sertifikasi. Petani yang tidak melakukan sertifikasi diputus
salah.

Benih yang sudah dilabel baru bisa diedarkan. Untuk sampai pada tahap ini,
syaratnya banyak yang belum tau termasuk konsultan hukum.


Tidak Menguntungkan Petani

Nurul Barizah sebagai Ahli Hukum dari Universitas Airlangga juga berpendapat bahwa kedua UU tersebut (UU PVT, SBT) bersama UU Paten sama sekali tidak menguntungkan petani. Karena memang tidak dirancang untuk menguntungkan dan melindungi petani. UU itu hanya dirancang untuk melindungi peneliti, industri pertanian dan bioteknologi. Sebagai bagian dari perjanjian ekonomi global, WTO.

Menurutnya, UU PVT dan SBT tidak memberi perlindungan hak-hak petani. Di dalam perundang-undangan tersebut tidak ada hak menanam kembali, berbagi (sharing). Petani hanya boleh menyimpan benih untuk ditanam di musim berikutnya sepanjang untuk kepentingannya sendiri, bukan diberikan kepada orang lain.

UU tersebut hanya mengatur bibit unggul dan introduksi dari luar negeri,
tidak menyinggung bibit dari petani. ”Sebaliknya kalau setiap pasal diamati, negara mengontrol semua proses budidaya, termasuk membuka lahan agar tidak serampangan, tapi harus bisa teratur, menanam dan memanen agar keseimbangan lingkungan tidak terganggu,” ungkap Barizah.

Terkait kebijakan mengawasi benih, UU PVT dan SBT awalnya bisa diartikan sangat baik. Tetapi bila pengawasannya berlebihan akan menimbulkan implikasi yang tidak diinginkan. Dalam hal ini, petani bisa saja diharuskan minta ijin ke pemerintah untuk menggunakan benih yang sudah dekat (familier) dengan mereka. Sehingga seperti menjauhkan petani dari varietas yang sudah terbiasa digunakannya sehari-hari.

Namun menurut Barizah, meski negara berhak mengawasi benih dibenarkan menurut konsep kedaulatan negara, ternyata kalau dilihat dari Perjanjian
Internasional tentang Sumberdaya Genetik Tanaman Pangan dan Pertanian,
dimana Indonesia telah meratifikasinya melalui UU No. 4 2004 tentang
Pengesahan Perjanjian mengenai Sumberdaya Genetik Tanaman untuk Pangan
dan Pertanian, pengawasan (kontrol) pada varietas lokal seharusnya diberikan pada petani dan komunitasnya.

Tidak jauh berbeda dengan kedua UU di atas, UU No. 14 2001 tentang Paten juga tidak mengatur hak-hak petani, karena tidak memberi perlindungan pada
benih, hanya proses varietas baru, atau caranya yang dilindungi.

Dialog petani tentang Perlindungan Varietas Tanaman yang diselenggarakan
Aliansi Petani Indonesia (API), Third World Network (TWN) dan UNDP di
Jakarta berlangsung pada 10-11 Februari 2009 bersamaan dengan Munas API
Ketiga yang berlangsung pada 10-13 Februari 2009 di Griya Alam Ciganjur, Jakarta.


Warsiah: Lepas dari Ketergantungan Benih dengan Jadi Pemulia

Ani Purwati - 13 Feb 2009
Bagi petani, benih dan lahan merupakan hal terpenting dalam menjalani
kehidupannya sehari-hari. Tanpa keduanya, kemampuan petani dalam
memproduksi pangan akan terhambat.

Maka tak heran jika petani berupaya untuk mendapatkan benih kembali dan lepas dari ketergantungan benih yang sekian lama sering dikuasai oleh perusahaan benih atau lainnya. Salah satu satu contoh adalah upaya pengembangan varietas tanaman atau benih oleh kelompok tani di Indramayu, Jawa Barat bersama salah satu lembaga non pemerintah, Field Indonesia.

Dimana hingga awal 2009 ini telah berhasil mengoleksi 3000 varietas (jenis) lokal yang menjadi bahan baku pemuliaan sejak jaman dulu. Sedangkan hasil pemuliaan yang telah diseleksi ada 2000 varietas pilihan. Demikian ungkap Warsiah, salah satu petani pemulia varietas tanaman di Indramayu tersebut, saat berbagi pengalaman bersama petani dalam dialog petani tentang Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) yang diselenggarakan
Aliansi Petani Indonesia (API), Third World Network (TWN) dan UNDP, di
Jakarta (10/2)."Setidaknya ada 50 persen lebih kan lumayan," ungkap Warsiah.


Menurutnya, kegiatan pemuliaan varietas tanaman itu berawal dari kegiatan diskusi antara petani dengan Yayasan Field Indonesia pada 2002.

“Lalu saya ingat waktu kecil, sebelum tahun 1970an yang namanya varietas
lokal sangat beragam. Tapi setelah adanya revolusi hijau hanya tinggal
beberapa macam varietas lokal saja dan diganti dengan vaietas baru dari
proyek pertanian itu,” kata Warsiah.

Dia menjelaskan, dulu ketika petani membutuhkan benih tidak harus ke kios
untuk membeli, tetapi tinggal mengambil di lapangan untuk kebutuhan
budidaya. Sekarang setelah varietas milik masyarakat diotak-atik atau
dimuliakan oleh para ahli lalu didaftarkan atau dipatenkan, pemerintah
mengakui bahwa varietas tersebut hasil kerja pemulia, walaupun varietas
tersebut berasal dari masyarakat. Akhirnya petani dibuat ketergantungan
akan kebutuhan benih.

Apalagi dengan perhitungan yang dilakukannya, ternyata uang petani Kabupaten Indramayu yang masuk ke perusahaan, diperkirakan mencapai Rp
14.750.000.000, - per musim dengan luas lahan 118.000 ha, kebutuhan
benih 25 kg/ha dan harga benih Rp 5.000,- per kg. Maka semakin kuat
keinginannya untuk bisa memuliakan varietas tanaman atau benih sendiri.

Langkah-langkah yang dilakukan Warsiah bersama kelompok petani di Indramayu untuk bisa menjadi pemulia varietas tanaman tersebut yaitu:

1. Pada tahun 2002 mengikuti TOT pemuliaan tanaman padi secara partisipatoris selama 10 hari yang di fasilitasi oleh Yayasan FIELD Indonesia. Yang di pandu oleh: Dr. Buang Abdulah dari Balitpa, Dr. Rene dari Philipina, Mr. Tin dari Kamboja.

Kegiatan TOT ini diikuti untuk memahami tentang tehnik-tehnik pemuliaan tanaman khusunya padi.

2. Melaksanakan Sekolah Lapangan (SL)
Pemuliaan tanaman secara partisipatoris bersama petani selama satu musim setiap SL. Sampai akhir 2008 mencapai 22 kelompok tersebar di 20 kecamatan di Kabupaten Indramayu.


Langkah lainnya adalah :

Pada bulan Mei 2007 memperdalam pengetahuan tentang pemuliaan, mengikuti
pelatihan di IPB baik tentang tehnik pemuliaan maupun aturan-aturan
yang harus dipahami sebagai petani pemulia tanaman.

Selalu melakukan koordinasi dengan: pemulia Balitpa, pemulia IPB dan
Departemen Pertanian, dalam hal ini dengan kantor pusat PVT baik tentang tehnik pemuliaan maupun perundang-undangan yang berlaku.

Melakukan sosialisasi melalui lokakarya dan seminar-seminar tingkat kecamatan, kabupaten dan nasional.

Secara pribadi, Warsiah juga mengikuti kegiatan selama 2008-2009 adalah melestarikan varietas lokal (ada 31 jenis sebagai bahan baku tetua untuk pemuliaan), melakukan seleksi hasil persilangan sebanyak 102 jenis pilihan dengan tingkat turunan bervariasi dari F5 s/d F12 dengan harapan bisa mendapat varietas idaman.

Demikian langkah-langkah yang dijalani Warsiah untuk menjadi pemulia varietas tanaman lokal. Baginya, varietas lokal itu milik petani atau masyarakat walaupun negara yang menguasainya dan tidak boleh di patenkan oleh siapapun. Lalu hak petani dalam varietas baru hasil pemuliaan harus memperhatikan UU 29 Tahun 2000 Pasal 10 ayat (1).

Dengan menjadi pemulia varietas tanaman tersebut dia berharap dapat mengurangi sifat ketergantungan petani yang dengan merubah budaya tani yang praktis menjadi petani kreatif dan mandiri, memperbanyak keragaman varietas tanaman, memanfaatkan varietas lokal yang masih ada, menguasai ilmu dan teknologi serta bisa swasembada benih khusunya Indramayu.


Read More......

Diagnosa Malaria dengan Permen Karet


LOS ANGELES - Ada cara baru yang mudah Dan murah untuk mendiagnosa penyakit malaria, yaitu dengan mengunyah permen karet.

Dengan bantuan Dana dari yayasan milik bos Microsoft Bill Gates, Bill and Melinda Gates Foundation, Andrew Fung Dan timnya di University of California, Los Angeles mengembangkan Maliva, metode baru untuk mendeteksi Malaria dengan permen karet.

"Dimana pun Anda menjual permen, Anda bisa menjual Dan memanfaatkan permen karet ini," ucap Fung seperti dikutip dari Discovery News, Minggu (27/12/2009) .

Orang yang terinfeksi malaria menunjukkan berbagai gejala seperti demam panas, menggigil, muntah, kekurangan energi, bahkan kejang-kejang setelah enam sampai 14 Hari terkena gigitan nyamuk Anopheles betina.

Untuk mendiagnosa malaria, para ilmuwan mengambil sampel darah Dan mengujinya menggunakan mikroskop, mencari sel yang terinfeksi parasit malaria. Sel yang terinfeksi tersebut ditandai dengan warna yang lebih gelap dari sel darah merah normal.

Di beberapa daerah yang belum memiliki fasilitas mikroskop atau staf ahli berpengalaman, umumnya para dokter menggunakan tes antigen. Dengan tes ini, setetes darah bisa mendeteksi keberadaan beberapa molekul yang dibuat parasit malaria Dan dilepaskan ke dalam darah manusia.

Sayangnya metode ini kurang efektif digunakan di daerah yang penduduknya tidak cukup mampu untuk membayar tes antigen atau menganggap darah merupakan hal yang tabu. Dunia medis pun kemudian memperkenalkan metode bernama Maliva, yaitu mendeteksi malaria melalui air liur yang menempel pada permen karet.

Ketika seseorang mengunyah permen karet, air liur mengandung molekul yang diproduksi parasit malaria, masuk ke mulut. Partikel nano magnetik dengan antibodi kemudian akan menempel ke molekul. Setelah beberapa menit, permen karet akan dibuang Dan ditempatkan pada strip kertas. Nanopartikel yang terikat pada protein malaria, akan menujukkan garis tipis. Apabila tidak Ada garis, berarti orang tersebut tidak terkena malaria.

"Menggunakan air liur Dan bukan jarum suntik yang menyakitkan, akan menjadi tren dunia media dalam beberapa tahun ke depan, termasuk untuk mendeteksi penyakit lain selain malaria," kata Fung optimistis. (rah)

Read More......

Jelang Ujian Nasional 2009/2010

Belakangan ini sekolah menegah kejuruan(SMK) disibukan dengan persiapan Ujian Kompetensi Kejuruan (UKK) dengan meributkan masalah sulitnya download soal di ditpsmk.net hingga tidak disediakannya soal UKK. Mari kita telaah kembali terkait Ujian Nasional.

Dalam UU No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas dijelaskan bahwa Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kemudian Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran. Hal di atas disebut dalam pasal 4 ayat 3 dan 4. Dari kedua pasal diatas saya simpulkan bahwa pendidikan itu berlangsung seumur hidup dengan cara memberi contoh yang baik, memotivasi dan membangun kreativitas peserta didik. Dilihat dari simpulan di atas tidak dibenarkan pendidik mencontohkan hal yang tidak baik seperti kasus pemberian jawaban soal UN, menghukum anak yang salah melapaui batas dan lain-lain.

Mengingat ujian akhir nasional sudah dekat tidak ada salahnya kita paparkan pasal 57, 58 dan 59 UU Sisdiknas. Pasal 57 ayat: (1) Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. (2) Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal dan nonformal untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan.

Pasal 58 ayat (1) Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. (2) Evaluasi peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan.

Pasal 59 ayat (1) Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. (2) Masyarakat dan/atau organisasi profesi dapat membentuk lembaga yang mandiri untuk melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58. (3) Ketentuan mengenai evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Jadi secara garis besar Ujian Akhir Nasional bertujuan untuk mendapatkan angka statistik tingkat penguasaan materi mata pelajaran yang diujikan sebagaimana pasal 57. Tetapi Ujian Akhir Nasional menjadi momok ketika diangkat menjadi standar kelulusan nasional secara menyeluruh, ini bertentangan dengan pasal 58 ayat 1. Ditambah angka yang ditawarkan menjadi standar kelulusan yang relatif tinggi bagi sekolah di daerah terpencil (sekolah di pelosok). Hal ini karena pendidikan di negara kita tidak merata jangankan seluruh Indonesia satu kabupaten kota saja bisa tidak merata. Kenyataan semacam ini semakin memperkuat pertengan dengan pasal 58 ayat 1. Sebetulnya dari pasal 58 ayat 2 dimungkinkan sebuah lembaga memberikan penilaian (evaluasi) kepada peserta didik kita menurut standart mereka. Sementara lembaga yang dimaksud pasal 58 ayat 2 terdapat dalam pasal 59 ayat 2. Sementara dalam pasal 59 ayat 1: Pemerintah dan Pemda hanya mengevaluasi pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan bukan peserta didik. Jadi UN yang notabennya diselengarakan pemerintah tidak dibenarkan bila ikut campur dalam penentuan kelulusan.

Untuk itu mari kita lihat realita yang saya hadapi akibat adanya UN yang menjadi standat kelulusan, pada salah satu SMK Negeri. Mayoritas siswa saya kelas X bahkan mungkin siswa kelas XII, mereka tidak tahu nilai konversi dari meter kubik ke dalam liter. Dalam bahasa inggris saja sebuah pertanyaan yang jawabnya sebatas yes or no saja tidak bisa menjawab. Ini sebuah indikasi bahwa keberhasilan guru di tingkat pedidikan sebelumnya masih diragukan(tidak reliable). Mereka sangat takut kalau anak didiknya tidak lulus. Mereka (guru tingkat sebelumya dan siswa)berupaya dengan cara yang zalim. Secara tidak sadar bahwa ketidakjujuran yang mereka lakukan menjadi beban pendidikan tingkat diatasnya dan menjadi beban siswa yang bersangkutan di masa yang akan datang. Coba seandainya ada standar kelulusan bisa disesuaikan dengan nilai kearifan lokal seperti dulu waktu masih EBTANAS, maksudnya dareah boleh membuat standar kelulusan sendiri. Guru pasti tidak merasa ada beban berat dengan kelulusan yang sklanya lebih luas.

Baiknya perlu adanya Standar kelulusan daerah untuk sekolah yang berstandar SPM (standart pelayanan minimal) bukan SSN, RSBI dan SBI. Maksud dari hal ini adalah untuk menekan kasus kebocoran soal ujian nasional. Standar kelulusan untuk sekolah yang masih SPM ditentukan oleh daerah (musyawarah MKKS dan disosialisasikan di sekolah masing-masing) . Sehingga nanti ada 2 macam tingkat kelulusan :

1. Lulus dalam skala nasional mutlak hukumnya bagi sekolah SSN, RSBI dan SBI.

2. Lulus jenjang pendidikan terkait bagi siswa dari Sekolah SPM (masing-masing kelulusan tiap daerah tingkat II berbeda).

Tujuan dari pembedaan tersebut untuk menentukan kelanjutan studi, yang lulus standar nasional dapat melanjutkan kuliah langsung tanpa test. Karena UN untuk sekolah yang minimal SSN telah dimonitor dan diselenggarakan langsung oleh PTN yang ada sewilayah untuk SMU dan dilaksanakan kerjasama dengan perusahaan bertarap Nasional Untuk SMK. Sementara yang lulusan Sekolah SPM bila akan Masuk jenjang pendidikan tinggi harus mengikuti test yang dilakukan oleh PTN yang diminati.

Tentu saja ini pembedaan ini berpengaruh pada bantuan pembiayan pendidikan bagi sekolah dari Departemen Pendidikan. Sekolah yang masih lebih bertaraf SPM manerima bantuan dengan jumlah yang lebih sedikit dibanding sekolah yang minimal berstandar SSN, RSBI dan SBI. Bila perlu keleluasan sekolah dalam mencari sumber dana(penarikan SPP dll)berbeda, untuk sekolah SPM tidak diperkenankan menarik dana lebih tinggi dari sekolah SSN. Dengan hal seperti ini diharapakan sekolah berlomba-lomba untuk menjadi sekolah berstandar nasioal dengan sehat. Semoga menjadi renungan bersama termasuk para pengambil kebijakan.

Cahyo Triwibowo, SPdT, SST pengajar SMK di Kab. Kuningan, Jabar

Read More......

Lekra dan Kejahatan Berbasis Kebencian

oleh Asvi Warman Adam

Kejaksaan Agung melarang lima judul buku pada Desember 2009, termasuk karya Rhoma Dwi Aria Yuliantri dan Muhidin M. Dahlan, yakni Lekra Tak Membakar Buku. Buku ini merupakan seleksi dari 15 ribu artikel Lembar Kebudayaan Harian Rakjat 1950-1965.

Profesor Dr Syafi’i Ma’arif, mantan Ketua Umum Muhammadiyah, di sampul belakang buku ini memberi komentar, “Di era Demokrasi Terpimpin (1959-1965), langit kebudayaan Indonesia dikuasai oleh Lekra dengan mengusung panji-panji agar semuanya diabdikan untuk mencapai tujuan revolusi yang belum rampung. Buku ini telah mencoba mengungkapkan kembali apa sebenarnya yang terjadi pada era yang sarat gesekan itu.”

Mengingat selama tiga dekade Orde Baru tidak ada akses bagi surat kabar berhaluan kiri itu, buku ini merupakan dokumen sejarah, khususnya sejarah kebudayaan yang amat penting. Sebab, ia tidak hanya menggambarkan polemik sastra dengan pengusung Manifesto Kebudayaan, tapi juga kerja turun ke bawah yang dihasilkan oleh seniman pertunjukan (ketoprak, wayang, ludruk, reog). Larangan oleh Kejaksaan Agung itu kembali menyumbat informasi sejarah masa lalu yang mulai terbuka sejak era reformasi ini. Apa makna dari larangan tersebut?

Pada 16 Desember 2009, saya menjadi penguji ahli pada Pascasarjana Departemen Kriminologi Universitas Indonesia. Tesis yang disidangkan berjudul “Penyebaran Hate Crime oleh Negara terhadap Lembaga Kebudayaan Rakyat”. Hate crime (kejahatan berbasis kebencian), antara lain dikembangkan oleh James B. Jacobs dan Kimberly A. Potter (1997), merupakan teori baru dalam bidang kriminologi di Indonesia. Tindak kejahatan ini bisa berupa kekerasan fisik, stigmatisasi, atau perusakan harta benda. Tesis ini melihat hate crime itu disebarkan oleh negara melalui pelarangan karya seniman Lekra dan stigmatisasi terhadap mereka sehingga tidak bisa lagi berkarya dengan menggunakan nama asli. Proses ini diawali dengan penangkapan dan penahanan tanpa proses pengadilan di Pulau Buru dan tempat lain di Indonesia.

Contoh dari hate crime adalah kasus pelarangan lagu Genjergenjer, yang merupakan lagu rakyat Jawa Timur yang dipopulerkan seniman Lekra. Dituduh bahwa pembunuhan terhadap para jenderal di Lubang Buaya pada 1 Oktober 1965 diiringi dengan lagu tersebut. Baris syair yang berbunyi “esuk-esuk pating keleler” (pagi-pagi pada berhamparan) , ulangan pada baris yang sama “neng kedhokan pating keleler” (di dahan pada berhamparan) dianggap sebagai indikasi bahwa pembunuhan terhadap para Jenderal telah direncanakan sebelumnya. Padahal lagu rakyat itu hanya ajakan kepada petani untuk memotong tanaman parasit yang ada di lahan pertanian mereka.

Bukan hanya lagu, tapi puisi juga diindikasikan bisa meramalkan Tragedi 1965, seperti terlihat dalam uraian Taufiq Ismail (Prahara Budaya, halaman 220). “Enam bulan menjelang Gestapu, Mawie sudah berkata `kunanti bumi memerah darah’. Tepat, karena rupanya dia sudah tahu sebelumnya.” Sajak Mawie berjudul Kunanti Bumi Memerah Darah dimuat pada Bintang Timur, 21 Maret 1965. Sajak ini tentang penderitaan perempuan miskin di pinggir Ciliwung. “Diciumnya si kecil dalam badungan, dinantinya si mungil dalam kandungan”. Masih punya anak kecil, sudah hamil lagi. “Bumi memerah darah” bisa ditafsirkan sebagai saat kelahiran bayi berikut dari sang perempuan malang itu di pinggir sungai tanpa bantuan bidan.

Mawie (Ananta Joni), yang kini menjadi eksil di negeri Belanda, mengatakan bahwa ia pada 1964 sudah berangkat studi ke Beijing dan, setelah itu, tidak bisa pulang ke Indonesia. Mungkin sajak itu dia kirimkan sebelum berangkat dan baru dimuat pada Maret 1965. Ia tidak pernah membayangkan peristiwa G-30S 1965 dalam puisinya seperti halnya ia tidak pernah membayangkan akan menjadi pencari suaka di negeri orang.

Selama 33 tahun Orde Baru, seniman Lekra ini mengalami hate crime dari negara (dan sebagian masyarakat) secara berkesinambungan. Namun perlu diakui bahwa sebetulnya, sebelumnya (terutama tahun 19631965), mereka juga telah bertindak berlebihan juga. Pada 1963 dicetuskan Manifes Kebudayaan oleh seniman yang berseberangan dengan Lekra. Maret 1964, mereka menyelenggarakan Konferensi Karyawan Pengarang SeIndonesia (KKPI).

Penggunaan istilah karyawan ini disengaja untuk membedakan dengan buruh yang sudah dipopulerkan PKI. KKPI didukung oleh Angkatan Darat, terutama Jenderal Nasution. Pada 11 Mei 1964, Manikebu dilarang oleh Presiden Soekarno. Penanda tangannya disingkirkan. H.B. Jassin dan Boen S. Oemarjati dicopot sebagai pengajar di Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Apakah ini termasuk hate crime juga (walau dalam tempo relatif singkat)?

Tesis “Penyebaran Hate Crime oleh Negara terhadap Lembaga Kebudayaan Rakyat” mengungkapkan hal yang baru dari perspektif sejarah Indonesia, yakni kejadian masa lampau suatu organisasi ditinjau secara ilmiah dari ilmu kriminologi. Hanya, ketika Kejaksaan Agung melarang buku Rhoma dan Muhidin, Lekra Tak Membakar Buku, beberapa waktu lalu, bolehkah saya menyimpulkan bahwa hate crime (kejahatan berbasis kebencian) itu masih disebarkan oleh negara sampai hari ini?

*) Dikronik dari Koran Tempo, 4 Januari 2010

Sumber: http://indonesiabuk u.com/?p= 3489


Read More......

Pasuruan Paling Korup : Jumlah Korupsi Kasda Bengkak Jadi Rp 154 Miliar

Pasuruan Paling Korup : Jumlah Korupsi Kasda Bengkak Jadi Rp 154 Miliar

Kejaksaan Tak Akan Istimewakan Bupati Dade Angga, Jumlah Korupsi Kasda Bengkak Jadi Rp 154 Miliar

Kasus korupsi kasda yang diduga melibatkan Bupati Pasruan Dade Angga
terus menjadi gunjingan masyarakat setempat. Apalagi, ada temuan baru
bahwa nilai kerugian Negara membengkak dari Rp 74 miliar menjadi Rp 154
miliar.

Jika nilai korupsi itu dirangking dari sisi dugaan keterlibatan kepala
daerah (bupati/walikota) di Jawa Timur, maka Kabupaten Pasuruan
terlihat paling tinggi alias paling korup. Data yang diperoleh dari
Kejaksaan dan Pengadilan, 12 kepala daerah terlibat korupsi. 8 kepala
daerah di antaranya telah divonis, sedang 4 lainnya masih proses
penyidikan. Dari jumlah itu kasus korupsi kasda Kab. Pasuruan terlihat
paling tinggi dari sisi nilainya, yakni Rp 154 miliar. Sedang terendah
kasus dugaan korupsi bantuan hukum dengan tersangka Bupati Lumajang
Sjahrasad Masdar. Kasus ini terjadi saat Masdar masih menjabat Pjs
Bupati Jember. Nilai kerugian Negara hanya Rp 450 juta. (Selengkapnya
Lihat Grafis: Bupati dan Mantan Bupati di Jatim Terjerat Korupsi)

Yacobus Willianto SH, aktivis dan advokat asal Pasuruan yang gencar
membongkar kasus korupsi kasda mengungkapkan kasus korupsi Kasda
Pasuruan tahun 2001-2003, bukan hanya Rp 74 miliar, namun Rp 154
miliar. Ia menjelaskan jumlah tersebut berdasarkan audit Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) yang awalnya jumlah kerugian negara Rp 74
miliar. Namun akhirnya bertambah menjadi Rp 154 miliar.

“ Hal itu berdasarkan audit BPK, awalnya memang Rp 74 miliar, namun
setelah dilakukan audit ulang ternyata jumlah kerugian membengkak
menjadi Rp 154 miliar,” ujar Willianto kepada Surabaya Pagi, Senin
(18/1).

Jumlah tersebut, lanjut Willianto, merupakan jumlah total dari uang
pokok Kasda dengan bunga bank dari Bukopin. Di bank inilah Dade Angga
memerintahkan uang Kasda tersebut dialihkan dari kasda yang tersimpan
di Bank Jatim.

Kepastian peningkatan jumlah kerugian negara tersebut, kata Willianto,
juga diperkuat oleh pernyataan asisten pidana khusus (Aspidsus) Kejati
Jatim yang saat itu menjabat sebagai Direktur Penyidikan di Kejaksaan
Agung, M Anwar. “ Saat itu saya tanyakan ke pak Anwar yang saat itu
menjabat sebagai Direktur Penyidikan di Kejaksaan Agung dan memang
jumlah kerugiam negara bukan hanya Rp 74 miliar, tapi Rp 154 miliar,”
tambahnya.

Sementara Aspidsus M. Anwar ketika dikonfirmasi menyatakan bahwa kasus
ini memerlukan penjelasan secara detail, untuk itu ia berjanji akan
menjelaskan secara detailnya kasus ini. “Besok saja saya jelaskan,
kasus ini ceritanya panjang,” tukasnya.

Pemeriksaan Belum Jelas

Mengenai follow up setelah turunnya izin pemeriksaan Bupati Dade Angga,
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bangil M Sjafarudin Majid belum berani
banyak komentar. Sebab, menurutnya, hingga kini pihaknya belum diberi
tahu oleh Kejagung mengenai surat izin dari presiden tersebut. “Tim
Kasda ini diketuai oleh Kejagung. Mengenai surat izin presiden yang ada
di tangan Jampidsus (Marwan Effendi) pun kami juga tidak tahu, karena
belum ada pemberitahuan,” tutur Sjafarudin Majid dikonfirmasi di ruang
kerjanya, sore kemarin.

Jika diserahi Kejagung, lanjut Majid, pihaknya siap memeriksa Bupati
Dade Angga. “Seandainya bupati akan diperiksa di Kejaksaan Bangil, kami
akan bertindak professional. Meski dia (Dade Angga, red) bupati tidak
akan ada pengistimewaan saat pemeriksaan nanti,” tegas Majid.

Sayangnya, Jampidsus Kejagung Marwan Effendi yang dikonfirmasi mengenai
rencana pemeriksaan Dade Angga pasca turunnya izin presiden, tidak ada
jawaban saat ponselnya dihubungi, tadi malam. Sebelumnya, mantan Kepala
Kejaksaan Tinggi (Kajati) jawa Timur ini mengaku bahwa izin pemeriksaan
Bupati Dade Anggar baru turun seminggu lalu. “Izinnya baru turun satu
minggu lalu. Sabar dulu lah tunggu prosesnya,” ucap Marwan.

Seperti diberitakan, Kejaksaan telah menerbitkan surat perintah
(sprint) penyidikan kasus kasda ini, yang menyebut Dade Angga sebagai
tersangka. Sprint ini bernomor 48/Fd.1/09/2008 tertanggal 19 September
2008 yang ditandatangani M. Fasela SH, jaksa utama muda Kejaksaan Agung
(Kejagung). Isinya, dalam kasus kebocoran dana kasda Kabupaten
Pasuruan, ada keterlibatan pihak lain sebagai tersangka. Yakni, Dade
Angga.

Bupati yang diusung dari Partai Golkar dan PDIP ini diduga terlibat
dalam kasus korupsi kasda, berdasar laporan hasil penyidikan
sebelumnya, yang menyeret dua pejabat Pemkab Pasuruan. Dade Angga
dijadikan tersangka karena dianggap yang menginstruksikan pemindahan
rekening kasda ke Bank Bukopin dalam bentuk DOC (Deposit On Call) yang
berbuntut kebocoran kasda.

Dalam kasus ini dua pejabat Pemkab Pasuruan, yakni Indra Kusuma (Kabag
Keuangan 2001-2006) dan Ec. Totok Setyo Susilo (Kabag Keuangan
2006-2008) telah dijebloskan ke penjara. Indra Kusuma divonis 15 tahun
penjara, sedang Totok diganjar 7 tahun penjara oleh majelis hakim
Pengadilan Negeri (PN) Pasuruan.

Dewan Tak Berani

Sementara itu, kalangan DPRD Kab. Pasuruan belum berani bersikap
menyusul unjuk rasa ribuan warga yang digelar Minggu (17/1), yang
menuntut agar Bupati Dade Angga yang telah menjadi tersangka korupsi
kasda diperiksa dan diadili. Wakil rakyat ini juga belum berani
bersikap mengenai tindakan apa, setelah diketahui adanya izin presiden
yang telah turun.

“Kita hanya bisa menunggu kapan pemeriksaan berlangsung. Tapi sebelum
pemeriksaan, saya tidak berani berkomentar. Terlalu jauh karena takut
kepleset (salah bicara, red),” ucapnya sembari tersenyum.

Melihat fakta itu, muncul selintingan tidak sedap. Seperti diungkapkan
Imam, salah satu PNS di lingkungan Pemkab Pasuruan yang mengatakan
bahwa Bupati Dade Angga itu orang kuat. ”Iya mas, dia itu tidak mudah
dijatuhkan,” ucapnya.

Belum adanya kepastian pemeriksaan Dade Angga ini membuat sejumlah
aktivis berang. Mereka yang tergabung Aliansi Masyarakat Peduli
Pasuruan (AMPPAS) meminta Kejaksaan Agung agar tidak slintutan
menangani perkara ini. “Kita tunggu langkah Kejaksaan, apa langsung
tancap untuk memeriksa Dade Angga yang statusnya sudah tersangka, atau
bagaimana. Jika tidak kami akan turun jalan lagi dengan massa yang
lebih besar,” ungkap Suryone Pane SH, advokat yang juga aktivis.

Menurutnya, jika presiden sudah memberikan surat izin, tapi Kejagung
slintutan, maka pihaknya akan meminta KPK (Komisi Pemberantasan
Korupsi) untuk mengambilalih kasus ini. “Mungkin lebih baik ditangani
KPK. Seperti kasusnya Ismunarso (Bupati Situbondo yang terlibat kasus
kasda, red). Ditangani KPK, langsung beres,” tandasnya. n

http://www.surabaya pagi.com/ index.php? p=detilberita& id=41642

Read More......

Amati Hal Besar, TELITI perkara KECIL

Assalamu’alaikum wr.wb

Sahabatku yang baik…

Semoga goresan kata-kata terangkai salam sejahtera dan kebahagiaan bagi kita. Tidak terasa, waktu begitu cepat bergerak. Januari telah melewati pertengahannya. Doa saya bagi kita semua. Agar sejarah yang telah kita isi, dipenuhi dengan Cinta dan Kasih Sayang Allah.

Dua hari yang lalu, saya mendapat ilmu yang sungguh bermanfaat bagi kehidupan saya. Kesempatan ini, izinkan saya sharingkan nasehat-nasehat bijak yang saya dapatkan dari Guru Spiritual saya...

Amatilah pada hal-hal besar dan Telitilah dalam perkara kecil. Begitulah pesan bijak beliau. Kemudian beliau melanjutkan : Perhatikan kembali olehmu.

Sejarah mencatat, Napoleon bonaparte. Kalah dalam perang karena musuhnya lebih lama (5 menit) perang darinya.

Kegagalan dan keberhasilan. Kemenangan dan kekalahan disebabkan hal kecil.

Dalam islam. Menyembelih hewan tanpa menyebutkan Asma Allah. Hewan tersebut haram dimakan, karena sama dengan bangkai.

Hanya karena keluar gas dari dubur, wudhu yang menyucikan telah terbatalkan.

Dikarenakan sms disusun dalam 2 kalimat. Perselisihan bahkan berujung cerai dalam rumah tangga.

Bukan banyak pasukan, bukan pula hebatnya peralatan perang menghancurkan dunia. Namun karena keputusan kepala negara, terucap dari mulutnya satu kata ”perang”.

Besarnya dampak bom bunuh diri, bukan dalam menyusun atau merangkai Bom terbuat dari C4 itu. Tapi sangat tergantung satu tombol ”On”...

Dulu saat engkau masih mengerjakan soal matematika yang diberikan oleh guru mu. Kesalahan terkadang bukan karena kamu salah cara. Tapi karena kekeliruan kecil meletakkan koma (,).

Angka nol itu mungkin tidak bernilai. Tapi didalam selembar cek, angka nol sangat mempengaruhi uang tunai yang kau cairkan.

Napoleon hill menuliskan dalam bukunya. Para penerbit banyak mendapatkan untung, hanya karena menggantikan judul dari sampul buku.

Pesawat ulang-alik Columbia milik NASA. Jatuh hanya karena buih kecil melayang diudara.

Pesawat komersial di jerman jatuh, karena tertabrak burung, yang sunguh kecil dibandingkan rangkaian pesawat.

Orang bijak, menganalogikan kenikmatan dunia, bagaikan tetesan air yang jatuh dari jari mu, setelah engkau mencelupkan kedalam laut.

Karena sepuntung rokok, menghanguskan perumahan satu RT.

Nyamuk yang begitu kecil Allah ciptakan. Telah membuka lapangan kerja bagi ribuan manusia.

Seorang wanita penzina. Ditempatkan disyurga karena memberi minum anjing yang kehausan.

Dalam penjualan, anggukan kecil menghasilkan deal besar.

Oleh karena itu, Perhatikan hal besar. Dan TELITILAH dalam perkara KECIL.



Bogor 19 januari 2010

Read More......