Sudah Diakui UNESCO, Angklung Perlu Masuk Kurikulum

http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=266554
Jumat, 19 Nopember 2010
JAKARTA (Suara Karya): Pemerintah masih terus bekerja keras agar Angklung
memasyarakat, menyusul pengakuan badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB),
UNESCO, alat musik tersebut sebagai mata budaya Indonesia yang menjadi
warisan budaya dunia atau intangibe heritage.

"Salah satu upaya agar angklung tetap terpelihara dan digemari masyarakat
adalah memasukkan dalam kurikulum atau pelajaran ekstra di sekolah-sekolah.
Ini membutuhkan kerja keras dan dukungan semua pihak," kata Menteri
Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik seusai menerima para duta besar untuk
ASEAN di kantornya, Kamis (18/11).

Sebagaimana diberitakan, pada sidang UNESCO di Nairobi, Kenya, Rabu (16/11)
pukul 16.00 waktu setempat, Angklung mendapat pengakuan sebagai mata budaya
Indonesia yang menjadi warisan budaya dunia.

Lebih lanjut Jero Wacik menjelaskan, untuk menempatkan Angklung menjadi
warisan budaya dunia bukan pekerjaan mudah. Pasalnya, perjuangannya
membutuhkan penelitian, penelusuran dokumen dan penilaian seluruh anggota
UNESCO yang jumlahnya sebanyak 147 negara.

"Perjuangannya panjang dan setiap anggota UNESCO berhak menguji dan
mengajukan pertanyaan atas mata budaya yang kita usulkan," kata Menbudpar.

Perjuangan panjang yang dimaksud di antaranya Kementrian Kebudayaan dan
Pariwisata melalui Dirjen Seni dan Nilai Tradisional harus mengumpulkan
dokumen-dokumen sejarah yang membuktikan bahwa angklung adalah memang
berasal dari Indonesia.

Pihaknya berhasil membuktikan dokumen penting, yakni salah satunya sebuah
prasasti yang menunjukkan bahwa angklung pertama kali ada dan ditemukan di
Sukabumi, Jawa Barat, pada 1903, dan pernah dipersembahkan sebagai cindera
mata kepada Raja Thailand.

Pengukuhan angklung oleh badan PBB sebagai warisan budaya dunia asli
Indonesia sekaligus menambah daftar mata budaya Indonesia yang masuk dalam
warisan budaya dunia yang keempat. Sebelumnya adalah wayang, keris dan
batik. Bahkan, pemerintah telah menetapkan 2 Oktober sebagai Hari Batik
Nasional.

Menurut Jero Wacik, setelah pengukuhan tersebut pihaknya akan menyusun
program pelestarian khusus untuk angklung di samping warisan budaya yang
lain.

"Ke depan setelah angklung resmi dikukuhkan kita memiliki kewajiban untuk
melestarikan angklung, salah satu yang akan kami lakukan adalah memasukkan
angklung sebagai salah satu mata yang dipelajari di sekolah-sekolah,"
katanya. (Sadono)
Read More......

Usai Nyabu, Guru Olahraga Ditahan

Minggu, 21 Nopember 2010 | 12:06 WIB

Warsito tertangkap basah usai mengonsumsi sabu sabu di rumahnya. PNS angkatan 1985 ini diringkus setelah polisi menangkap Sujatmiko, 38, warga Dusun Pecinan, Desa/Kec Besuki di lingkungan SPBU Desa Kalianget, Kec Banyuglugur.

Dari tangan kedua pengedar dan pemakai narkoba ini, polisi menyita satu poket SS 0,25 gram serta seperangkat alat isap. Kepada petugas, Warsito mengaku baru empat bulan mengonsumi SS. Itu dilakukan saat anak dan istrinya tidur.

Guru Nyabu - Warsito, guru SDN 1 Kalimas Situbondo, dan Sujatmiko, diperiksa di Mapolres Situbondo dalam kasus SS, Sabtu (20/11). Foto: surya/izi hartono

Warsito mengaku membeli SS dari warga Bondowoso seharga Rp 500.000/poket. “Saya tidak jual, tapi saya pakai sendiri,” katanya kepada Surya di ruang Reskoba, Sabtu, (29/11).

Sementara, Sujatmiko mengaku terpaksa mengonsumi SS untuk menyembuhkan penyakit asma. “Setiap kali usai nyabu, penyakit sesak napas saya sembuh,” ujarnya.

Kasat Reskoba Polres Situbondo AKP Priyo Purwandito SH menyatakan, dua pengguna dan pengedar narkoba itu tertangkap setelah polisi menyamar sebagai pembeli SS.

Menurut Priyo, karena kedapatan memiliki dan mengonsumi narkoba, mereka akan dijerat Pasal 112 Ayat I Sub 114 Ayat I UU 35/2009 tentang Narkoba. “Barang bukti dan tersangka sudah kami amankan,” katanya.

http://www.surya.co.id
Read More......

Kenapa Guru Harus Menulis?

Oleh: Abdus Salam
Guru di STISIP Muhammadiyah Madiun

Gagasan yang dilakukan Ikatan Guru Indonesia (IGI) bekerja sama sama dengan
harian Kompas dan Surya melakukan pelatihan Guru Menulis di Media Masa, akhir
Oktober 2010 silam di Surabaya, patut diapresiasi semua pihak. Utamanya IGI,
Kompas dan Surya yang telah memberikan ruang dan waktu untuk meningkatkan
kapasitas para guru untuk bisa menulis di media massa.

Kegiatan yang dihadiri 480 orang peserta ini dari berbagai sekolah di sejumlah
kota di Jawa Timur itu memberikan kontribusi positif, utamanya bagi para guru
yang berkutat dengan dunia pendidikan. Bahkan, Mendiknas Muhamad Nuh sangat
mengapresiasi kegiatan tersebut.

Mengingat keterbatasan pemerintah dalam meningkatkan kemampuan dan
profesionalisme guru seperti diakui Mendiknas di depan peserta pelatihan. Oleh
karena itu, dukungan pihak ketiga seperti Kompas dan Surya yang turut membantu
melakukan pelatihan terhadap guru agar lebih kreatif dan produktif, utamanya
dalam hal menulis di media massa.

Tidak bisa dimungkiri bahwa guru adalah kelompok intektual yang berkutat dengan
dunia keilmuan. Transformasi pengetahuan terhadap peserta didik menjadi mutlak
adanya. Tentunya seorang guru tidak hanya berhenti pada transformasi pengetahuan
yang verbalistik.

Lebih dari itu, guru dituntut untuk lebih produktif dalam memberikan pencerahan
terhadap masyarakat melalui karya tekstual seperti menulis di media maupun
melalui jurnal pendidikan, pengetahuan bahkan buku yang berkaitan dengan dunia
pendidikan.

Guru, digugu lan ditiru (menjadi panutan dan contoh) menjadi adagium klasik yang
sering dilekatkan pada sosok guru. Digugu lantaran seorang guru dinilai memiliki
kelebihan oleh masyarakat, baik secara keilmuan maupun secara etika sosial. Pun,
masyarakat akan meniru perilaku seorang guru karena guru adalah laboratorium
pengetahuan di mana masyarakat akan bergantung pada seorang guru.

Banyak kasus yang menimpa para guru saat ini, masih banyak para guru (mulai
tingkat SD-SMA) yang gagap teknologi (gaptek) sementara para peserta didiknya
justru lebih piawai dan leluasa menjelajahi dunia teknologi seperti internet.
Para murid justru lebih pintar dan tahu ketimbang guru mengenai dunia teknologi.
Jika demikian yang terjadi, masih layakkah digugu atau ditiru guru yang tidak
sigap dengan perkembangan zaman dan teknologi ini?

Paradoks adalah kata yang tepat bagi seorang guru jika pada awalnya dinilai
masyarakat sebagai sumber pengetahuan sementara pada realitasnya yang terjadi
sebaliknya. Sungguh ironis jika mengaca data yang disampaikan Mendiknas bahwa
tunjangan sertifikasi dan profesi tidak berbanding lurus dengan profesionalisme
dan peningkatan kapasitas seorang guru, lebih-lebih dalam dunia menulis.

Mencermati data yang disampaikan Mendiknas bahwa jumlah guru golongan IVb hanya
0,87 persen, golongan IVc (0,007 persen), golongan IVd (0,002 persen). Tragisnya
banyak guru yang tidak naik ke golongan IVb ke atas karena tidak bisa
menghasilkan karya tulis ilmiah. Setidaknya sampai dengan November 2009 silam
terdapat 569.611 guru (21,84 persen) yang golongannya terhenti di tataran IV/a.
Tentunya, ini menjadi pekerjaan rumah bersama bagi para guru untuk berkarya
melalui tulisan.

http://klubguru.com
Read More......

Mudahnya Mengunduh Manfaat TI

Oleh: Tutik Daryati
Guru Kimia SMA Negeri 4 Jember

Beberapa tahun terakhir ini teknologi mengalami lompatan luar biasa. Apa pun yang digunakan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari serba teknologi terutama untuk keluarga modern. Mengacu data IDC Oktober 2008/2009, penjualan personal komupter di Indonesia mencapai 3 juta unit, mengalami kenaikan 640 persen. Tahun 2010 ini diperkirakan kenaikan menjadi 4 juta unit. Bukan tak mungkin jumlah ini membengkak setiap tahunnya.

Hal utama tentu saja karena komputer mampu membantu kelancaran tugas. Baik dalam koridor kerja maupun belajar. Melihat kondisi dunia dewasa ini semuanya dituntut sigap. Jadi apa pun harus dilakukan dengan cepat. Pada akhirnya komputer bukan lagi merupakan barang asing, bahkan bagi pelajar sekolah dasar sekalipun, terlebih siswa SMA ataupun mahasiswa. Bila pelajar dan mahasiswa saja sudah terampil mengoperasikan komputer, sudah seharusnya para pengajar juga terampil memanfaatkan peranti modern ini. .

Sebelum era internet, siswa mendapat ilmu pengetahuan hanya dari apa yang diterangkan guru di kelas dan membaca buku pelajaran yang materinya relatif terbatas. Sehingga guru merupakan informan sangat penting. Bahkan bisa dikatakan guru merupakan satu-satunya sumber ilmu bagi siswa. Guru dapat dikatakan lebih pandai dari muridnya karena membaca buku lebih awal dibanding si murid. Hal tersebut tak masalah pada zaman dahulu sebelum teknologi ada karena apa pun yang diterangkan guru merupakan satu-satunya sumber ilmu bagi murid.

Kini, siapa pun dengan mudah bisa mencari informasi apa pun lewat internet. Pada gilirannya, informasi dari guru bukan satu-satunya informasi yang diperoleh siswa. Untuk itu, guru harus selalu menambah wawasan dan ilmu pengetahuan, entah dari berita di koran, televisi, internet maupun dari sumber lainnya. Apabila guru tidak berusaha menambah wawasannya, mudah ditebak, guru akan kalah dengan siswanya dan tergilas oleh kemajuan zaman. Karena bukan tidak mungkin murid akan lebih cepat mendapatkan informasi yang terbaru dibandingkan sang guru, karena siswa lebih piawai membuka internet.

Orang boleh kagum dengan teknologi dan perangkatnya, tetapi kalau tak mampu mengoperasikannya, akan percuma. Pada dasarnya, guru harus terampil mengoperasikan komputer karena perangkat ini menyediakan banyak sekali program-program yang bisa memudahkan pekerjaan mengajar, seperti aplikasi Microsoft Word, Microsoft Excel, Microsift Power Point, dan lain-lain. Melalui software dasar ini kita bisa berinovasi dalam mengemas cara mengajar yang sesuai dengan kebutuhan zaman. Microsoft Word membantu guru menulis naskah dan materi pembelajaran. Microsoft Excel berguna untuk menuliskan daftar nilai siswa yang diperoleh setelah mengikuti proses pembelajaran yang langsung bisa ditampilkan dengan hasil penghitungannya. Microsoft Power Point menjadi senjata andalan membuat tampilan materi pembelajaran. Tampilan slide yang menarik akan membuat siswa lebih antusias memahami materi yang disajikan. Semua teknologi ini memungkinkan guru dan murid menyelenggarakan pendidikan dengan konsep paperless. Tanpa konsumsi kertas yang berlebihan dan ini sangat cocok dengan isu lingkungan yang akhir-akhir ini dibicarakan. Dengan menggunakan bantuan teknologi informasi segala pekerjaan dapat dilakukan dengan lebih cepat dan efisien.
Read More......

Menjaga Gairah Usai Pelatihan

Oleh: Ahmad Shobirin SPd
Guru SD Pembangunan Jaya 2 Sidoarjo

Mengikuti kegiatan pelatihan penulisan memang menyenangkan, selain mendapatkan pengetahuan mengenai tulis menulis, peserta juga mendapatkan gairah untuk selalu membuat karya tulis. Seperti pelatihan yang digagas Harian Kompas, Harian Surya, bekerjasama dengan Ikatan Guru Indonesia (IGI) akhir bulan lalu (Minggu, 31/10).
Pelatihan bertema ‘Guru Menulis di Media Massa’ yang dihajat di Gedung Tirta Graha PDAM Kota Surabaya, sebanyak 480 guru dari Surabaya dan sekitarnya menunjukkan kegairahannya menjadi peserta. Apalagi Mendiknas M Nuh hadir sebagai pembicara kunci. Masalahnya adalah, bagaimana setelah pelatihan berlalu?

Sudah barang tentu, pelatihan ini sangat bermanfaat bagi guru. Dari pelatihan ini guru memperoleh ilmu mengenai bagaimana menulis opini di media massa. Dan tampaknya, semua peserta pelatihan terlihat bergairah untuk menulis, lalu setelah kegiatan tersebut apakah gairah menulis tetap sama? Seperti biasanya, saat kita sedang mengikuti kegiatan pelatihan-penulisan, gairah untuk menulis itu selalu meluap-luap, namun ketika usai pelatihan, seringkali gairah menulis itu redup. Akhirnya kebanyakan pelatihan-pelatihan penulisan semacam itu hanya berhenti pada tataran pelatihan saja.

Untuk itu perlu adanya upaya untuk menjaga gairah menulis tersebut. Jika kita tidak menjaga gairah menulis itu, mana mungkin kita bisa menghasilkan tulisan. Seperti apa dikatakan Mendiknas M Nuh ketika membuka acara, bahwa menulis itu sulit dan kalau tidak dilatih dan dipraktikkan, menulis itu akan semakin sulit. Untuk itu perlu untuk menjaga gairah menulis tersebut untuk bisa mengatasi kesulitan menulis.

Ada beberapa cara untuk tetap menjaga gairah menulis pasca pelatihan yang disampaikan oleh beberapa pemateri dalam acara tersebut. Pertama, bisa ikut bergabung dan aktif dalam komunitas penulisan yang dibentuk pascapelatihan. Biasanya kegiatan komunitas ini memang dimaksudkan sebagai follow up dari kegiatan yang telah dilakukan, dengan demikian bisa berdiskusi lebih lanjut.
Read More......

Jual Buku ke Siswa, Sekolah Dikeluhkan

Dinas Terjunkan Tim ke SDN Manukan Wetan 2

SURABAYA - SURYA- Wali murid mengeluhkan praktik yang dinilai bisnis ala SDN Manukan Wetan 2, Kecamatan Tandes, Kota Surabaya. Di sekolah ini, pihak sekolah “mewajibkan” pembelian buku Bahasa Inggris kepada para siswanya.

Selain lebih mahal dari harga semestinya, buku lama yang disediakan lewat program BOS (bantuan operasional sekolah) menjadi tak berguna

“Buku bahasa Inggris itu dibeli dengan harga Rp 28.000. Yang membuat kita heran, pembelian buku ini semacam diwajibkan karena sifatnya dipaksakan. Ternyata pembelian buku ini juga diarahkan ke salah satu toko buku tertentu milik salah seorang guru di situ,” kata wali murid yang meminta namanya tidak disebut karena anaknya bersekolah di SDN Manukan Wetan 2, kepada Surya, akhir pekan lalu.

Kabid Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan (Dindik) Kota Surabaya, Eko Prasetyaningsih, mengaku sudah mengetahui kabar sekolah yang mewajibkan membeli buku itu.

Bahkan Dindik Kota Surabaya telah menurunkan tim khusus guna menelusuri persoalan itu ke SDN Manukan Wetan 2. Sebab menurutnya, seluruh kebutuhan buku telah dipenuhi BOS. Siswa tak perlu membeli. “Kalau alasannya buku BOS itu tidak cocok, ini tidak perlu terjadi. Sejak awal dimusyawarahkan dalam memilih buku. Yang jelas tim sudah turun dari Dindik,” kata Eko.

Menurut penelusuran Surya, buku bahasa Inggris yang dimaksud adalah an English Book for Elementary School Students. One Stop English Learning. Seorang wali murid menguraikan bahwa buku tersebut diperjualbelikan di sekolah atas perintah guru bahasa Inggris.

Pengadaan buku bahasa Inggris di luar buku BOS tersebut berdalih menyesuaikan kebutuhan siswa. Buku non-BOS itu dinilai cocok dengan kebutuhan ujian akhir sekolah nasional. Namun, bagi siswa yang tidak membeli akan menanggung konsekuensinya sendiri. Sang guru mengatakan, dari mana mendapatkan pelajaran kalau tidak punya bukunya.

Dengan kalimat itu, tidak ada jalan lain bagi siswa untuk membelinya. Saat Surya mengecek ke sekolah, beberapa siswa yang ditemui mengaku memang diminta membeli buku tersebut.

“Guru Bahasa Inggris yang meminta membeli buku. Kalau tidak membeli nanti akan sulit mengikuti pelajaran bahasa Inggris. Apalagi kalau ujian nanti,” ucap siswi kelas enam.

Hal yang sama diakui siswa yang lain. Teman satu kelasnya membeli dengan harga Rp 28.000 per buku. “Pak Guru minta membeli karena tiap jam pelajarannya menggunakan buku itu,” kata siswa yang lain.

Kepala SDN Manukan Wetan, Suliyah, belum bisa dikonfirmasi. Namun, Sri Iswati, salah seorang guru kepada Surya mengakui bahwa pihak sekolah memang menyediakan buku bahasa Inggris.

Namun, buku itu ditawarkan kepada siswa, tidak diwajibkan. Kalau kemudian pengadaan buku bahasa Inggris tersebut dikeluhkan wali murid, dirinya tidak tahu. “

Toh buku itu juga untuk menunjang belajar siswa di sekolah. Saya pikir wajar-lah, sekolah menyediakan buku pelajaran. Selain itu, kasihan guru Bahasa Inggris itu yang masih GTT dengan gaji yang minim,” kata Iswati.fa
Read More......

KPK selidiki dugaan korupsi DAK di Kemendiknas

Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) temukan adanya indikasi dugaan korupsi dana APBN 2010 di Departemen Pendidikan.

Penyelidikan yang telah berlangsung selama dua bulan ini, tak lepas dari adanya pengaduaan masyarakat terhadap institusi pimpinan M Nuh ini diduga lakukan praktek korupsi.


"Pengunaan anggaran Diknas pusat 2009 telah masuk proses penyelidikan," ujar juru bicara KPK, Johan Budi, ketika dijumpai wartawan di ruangannya, Kantor KPK, Jakarta, Rabu (23/11).


Johan mengatakan, kini pihaknya tengah mengejar beberapa bukti soal indikasi tersebut. Bahkan, pengejaran hingga ke daerah. "Kita sudah mengumpulkan bahan di beberapa tempat," kata dia.

Dijelaskan Johan, indikasi ini praktek korupsi ini terkait program kementrian pendidikan yang di arahkan ke beberapa daerah, termasuk soal adanya indikasi korupsi Bantuan Operasional Sekolah (BOS). "Mungkin di daerah itu digunakan sebagi BOS," kata Johan.

Berdasarkan hasil kajian KPK saat melakukan pembahasan bersama jajaran Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). KPK menemukan dugaan penyimpangan dalam sistem pengelolaan Dana Aiokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 2,2 triliun di bidang pendidikan.

Dari hasil kajian, KPK menemukan ada tiga kelemahan dalam sistem pengelolaan DAK itu. Ketiga kelemahan terkait pelaksanaan teknis DAK di lapangan, yakni pertama terkait adanya ketidaksesuaian pengalokasian dana.

Sebenarnya, kata dia, DAK pada 2009 diarahkan\ untuk rehabilitasi ruang kelas serta pembangunan ruang perpustakaan beserta kelengkapan perangkatnya bagi 160 kabupaten dan kota senilai total Rp2,2 triliun.

Kelemahan kedua, penyimpangan pemanfaatan dana dalam pelaksanaannya seperti pembayaran jasa konsultan dan izin mendirikan banguhan. KPK mencatat, misalnya di Kabupaten Serang, Banten, ada pungutan jasa konsultan untuk sekolah berkisar Rp3,3 juta.

Kelemahan ketiga, yaitu sulitnya monitoring dalam bidang pengawasan, karena tidak semua pemerintah daerah mau menyampaikan laporan kepada Departemen Pendidikan Nasional.

Beberapa kajian lain yang ditemukan KPK adalah keterlambatan dalam proses pencairan dana, kurang tertibnya pencatatan aset, dan berbagai potensi konflik kepentingan yang mengarah pada tindak pidana korupsi pengadaan.

(feb)
Read More......