Pak Guru dan Solidaritas Merapi

Mulyadi terharu. Sepasang suami-istri yang sempat mengungsi di rumahnya saat erupsi Gunung Merapi datang untuk mencuci karpet yang dahulu mereka gunakan sebagai alas tidur. Beberapa orang lagi datang untuk mencangkul kebun di belakang rumahnya yang sempat digunakan untuk menampung sapi pengungsi.

Padahal saya sudah bilang (kepada mereka) tidak usah,” tutur Mulyadi sambil tersenyum saat ditemui di rumahnya di Desa Winong, Kecamatan Boyolali Kota, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu.

Kini, suasana di rumah berkamar empat di atas lahan seluas sekitar 2.000 meter persegi itu kembali lengang. Sungguh bertolak belakang dengan sekitar sepekan sebelumnya ketika masih ada puluhan pengungsi yang tinggal di kamar, di ruang tamu, bahkan di teras rumah Mulyadi, mantan guru sekolah dasar yang kini bertugas sebagai pengawas sekolah di Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali, itu.

Sekitar 20 hari Mulyadi yang biasanya tinggal di rumah itu hanya bersama istrinya, Sri Wahyuni, harus berbagi ruang privasi dengan puluhan, bahkan sempat 160 pengungsi, dari Kecamatan Selo dan Cepogo. Hal ini tentu bukan hanya dilakukan keluarga Mulyadi, melainkan juga sukarelawan lain yang terketuk hatinya melihat penderitaan sesama.

Dari empat kamar yang ada, Mulyadi memilih satu kamar untuk ditempatinya bersama istri, mertua, dan beberapa kerabatnya yang turut mengungsi. Sementara tiga kamar lainnya digunakan beberapa sukarelawan medis serta warga pengungsi, terutama yang sudah uzur.

Semula tak ada niat Mulyadi mendirikan posko pengungsi erupsi Gunung Merapi di rumahnya. Awalnya dia hanya menjadi sukarelawan pada Lembaga Bakti Kemanusiaan Umat Beragama (LBKUB), sebuah organisasi lintas keyakinan yang bergerak di bidang sosial. Dia bertugas mengantarkan logistik makanan ke lokasi pengungsian di Desa Klakah, Jrakah, dan Lencoh (Selo).

Pada Rabu (3/11) sore, Gunung Merapi mengeluarkan awan panas berentetan. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral lalu memperpanjang daerah rawan dari radius 10 kilometer (km) menjadi 15 km.

Namun, Mulyadi tetap mengantar ransum sehingga sempat terjebak di Klakah, 5-6 km dari puncak Merapi. Dengan mobil Toyota Kijang buatan tahun 1995, bersama seorang relawan, ia membawa 1.200 bungkus nasi. Suasananya mencekam karena petir menyambar-nyambar di puncak Merapi, diikuti suara gemuruh. Api pijar tampak dari puncak Merapi. Sementara abu vulkanik membuat pohon bertumbangan.

”Saya kebetulan menelepon saudara, dia sedang menonton televisi dan mengatakan arah awan panas ke Kali Gendol (Sleman). Karena itu, saya pulang ke arah Selo,” kenang Mulyadi.

Saat melintas di Lapangan Samiran, yang menjadi pos pengungsian warga Selo, sekitar pukul 20.00, ia melihat masih ada beberapa orang tua dan perempuan yang kebingungan. Rupanya mereka tertinggal saat ada relokasi pengungsi ke daerah yang lebih aman. Maklum, pos pengungsi yang disiapkan pemerintah itu hanya berjarak 4,5 km dari puncak Merapi, bukan batas aman.

”Jadilah saya ajak mereka turun. Ada 22 orang bersesakan di mobil saya. Orang tua di dalam, sedangkan yang lebih muda usianya bergelayutan,” tuturnya.

Membeludak

Lantaran tak ada lokasi memadai, Mulyadi memutuskan menampung mereka di rumahnya. Maklum, Pemerintah Kabupaten Boyolali belum siap dengan skenario yang memburuk. Pendopo Kantor Bupati Boyolali sudah penuh, begitu pula dengan pendopo dan ruangan di DPRD Boyolali. Jumlah pengungsi malam itu membeludak hingga dua kali lipat dibandingkan hari sebelumnya.

Mulyadi dan istrinya pula yang menyiapkan makanan untuk hari pertama itu. Karpet, tikar, dan perlengkapan pribadi di rumah itu digunakan seadanya untuk menampung pengungsi.

Baru pada hari kedua Mulyadi mendapat dukungan logistik dari LBKUB. Istri Mulyadi mengoordinasi pembukaan dapur umum di Kantor LBKUB yang berjarak sekitar 200 meter dari rumah Mulyadi.

Ketika rumahnya tak lagi cukup, beberapa tetangga Mulyadi turut menyediakan rumah mereka untuk pengungsi. Total pengungsi yang ditampung Mulyadi dan tetangganya sekitar 350 orang.

Suka, duka, jengkel, sekaligus terenyuh bercampur selama 20 hari berbagi ruang. Gegar budaya dialami pengungsi yang terbiasa hidup di lereng Merapi. Dua kamar mandi dan kakus di rumah Mulyadi tak memadai untuk pengungsi sebanyak itu. Sampai-sampai istri Mulyadi mengungsi untuk mandi ke rumah tetangga.

Selain itu, beberapa perabot Mulyadi rusak. Misalnya, keran dispensernya rusak karena diputar, alih-alih ditekan. Begitu pula dengan gagang pintu kamar mandi. Malah, meja batu di halaman rumahnya juga rusak terbelah dua lantaran diduduki orang dewasa.

”Mau saya ingatkan, tetapi khawatir nanti ada kata yang tidak pas malah menusuk perasaan. Lebih baik saya diamkan, nanti juga bisa diperbaiki,” ungkapnya.

Tak hanya menampung pengungsi, ia kemudian juga menyediakan lahan kebunnya digunakan untuk menampung ternak milik pengungsi. Mulyadi khawatir para pengungsi bakal celaka jika harus kembali ke rumah untuk memberi pakan ternak.

Bermanfaat

Mengapa Mulyadi mau repot-repot? ”Saya senang kalau bisa bermanfaat untuk orang lain. Untuk apa hidup ini kalau hanya bermanfaat buat diri sendiri?” tuturnya.

Ia lalu mencontohkan betapa manusia tidak bisa bahagia sendirian. ”Tertawa sendiri kan tidak bisa? Malah nanti kita dibilang gila,” ujarnya tersenyum.

Kendati saat itu sibuk mengurusi pengungsi, ia mengaku hanya sehari tak masuk kantor di Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendidikan Kecamatan Mojosongo.

Kini, setelah rumahnya kembali ”kosong”, Mulyadi tidak tinggal diam. Ada tugas tambahan baginya, yakni membantu eks pengungsi yang sudah kembali ke rumah masing-masing. Mereka belum memiliki logistik karena pemerintah baru menyediakan jatah hidup setelah tanggap darurat selesai, yakni 9 Desember nanti.

Mulyadi dan rekan-rekannya dari LBKUB tetap mengirimkan paket makanan berupa beras dan mi untuk lima hari kepada ribuan penduduk di Klakah dan Jrakah. Bantuan itu langsung diserahkan kepada setiap keluarga agar lebih mengena sasaran

Read More......

AIDS Masuk Kurikulum Sekolah Papua

Mulai tahun depan, HIV/AIDS akan masuk dalam
kurikulum sekolah di Papua. "HIV/AIDS pada 2011 akan masuk dalam kurikulum
sekolah di Papua," kata Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Papua
James Modouw.

Moduow yang juga ketua panitia perayaan HAS 2010 Papua mengatakan, pihaknya
melakukan kebijakan tersebut untuk menekan laju penyebaram HIV di Papua yang
cukup tinggi dibanding provinsi lain di Indonesia.

"Kami telah mengambil kebijakan bahwa kompetensi HIV/AIDS akan
diikutsertakan dalam proses pembelajaran di sekolah-sekolah baik dari
tingkat dasar hingga tingkat atas," katanya.

Empat daerah yang telah mengimplementasikan kurikulum baru itu di
sekolah-sekolah yakni Biak, Timika, Jayawijaya dan Jayapura. Implementasi
tersebut ada tiga strategi yaitu, berupa muatan lokal, integrasi pada mata
pelajaran yang relevan dan pengembangan diri.

"Ketiga strategi ini akan dipilih oleh sekolah-sekolah sesuai dengan KTSP
yang barlaku," katanya.

Untuk mereaslisasikan hal tersebut, Modouw juga mengatakan, pihaknya bersama
Kementerian Pendidikan Nasional, Biro Hukum Setda Provinsi Papua, dan
perwakilan UNICEF Jayapura telah menyusun Rancangan Peraturan Gubernur
Provinsi Papua tentang Pengarustamaan HIV/AIDS melalui sektor pendidikan.

Modouw juga mengungkapkan, menurut Kepala Pusat Kurikulum Balitbang
Kementerian Pendidikan Nasional bahwa dari 33 Provinsi di Indonesia baru
Provinsi Papua yang telah mengembangkan kurikulum HIV/AIDS.

"Papua yang pertama masukan HIV/AIDS dalam kurikulum sekolah, dan dengan itu
dinas kami diundang panitia HAS tingkat nasional 2010 untuk mengisi stand
pendidikan pencegahan HIV/AIDS di Plaza Kemendiknas Jakarta,"
ungkapnya.(Ant/ICH)
Read More......

Entrepreneurship Harus Diintegrasikan di Kurikulum Nasional

Pembelajaran kewirausahaan atau entrepreneurship
harus diintegrasikan di kurikulum nasional. Pasalnya, saat ini Indonesia
kekurangan sumber daya manusia (SDM) entrepreneur atau pecipta kerja dan
kelebihan pencari kerja.

Hal itu disampaikan Direktur Universitas Ciputra Entrepreneurship Center Ir
Antonius Tanan MBA MSc pada Seminar ''Menciptakan Entrepreneur Sejati Dengan
Spirit Konservasi'' di Kampus Universitas Negeri Semarang (Unnes), Kamis
(2/11).

Sebagai wakil dari Pengusaha Sukses Ir Ciputra, dia menyampaikan, mengapa
ilmu kewirausahaan perlu diintegrasikan dalam kurikulum sekolah mulai TK
hingga perguruan tinggi?. Sebab ini merupakan langkah dan solusi utama untuk
mengatasi pengangguran dan kemiskinan di Indonesia.

"Caranya adalah menciptakan sebanyak mungkin manusia pencipta kerja yang
mampu mengubah kekayaan alam Indonesia menjadi solusi bagi dirinya sendiri
dan solusi bagi orang lain. Untuk menciptakan calon-calon entrepreneur itu
dapat diawali dengan dibentuknya ekstrakurikuler bagi siswa di sekolah,
kemudian secara bertahap diintegrasikan dengan tiap mapel," jelasnya.

Langkah berikutnya adalah mengembangkan Entrerpreneurship Center di
perguruan tinggi Indonesia. "Dari pusat kewirausahaan yang berada di
perguruan tinggi itu mereka dapat mengadakan workshop untuk guru bagaimana
mengintegrasikan entrepreneurship dlm pelajaran. Sedangkan pembinaan bagi
mahasiswa yaitu dengan memberikan pelatihan dan ketrampilan kepada mereka
khususnya di bidang non akademis," terangnya.

Dari pemerintahan sendiri juga seharusnya menciptakan gerakan nasional
budaya dan pelatihan entrepreneurship sejak dini. Sebab ketika peserta didik
lulus dari perguruan tinggi, termasuk lulusan yang berasal dari Program
Studi Bisnis Manajemen atau Ekonomi Perusahaan malah menjadi pegawai
entrepreneur, bukan menjadi wirausaha atau membuka lapangan kerja sendiri.

Dengan demikian perguruan tinggi seperti Unnes mencoba mensinergikan
beberapa langkah tersebut dengan memberikan pelatihan-pelatihan kepada
mahasiswa, dosen, dan guru serta tentunya dengan spirit konservasi.

"Entrepreneur dengan spirit konservasi ini yaitu selain dibutuhkan karakter
pantang menyerah dan selalu melihat tantangan sebagai peluang mereka juga
harus memberikan perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan secara lestari
terhadap SDA dan budaya," ungkap Rektor Unnes Prof Dr Sudijono Sastroatmodjo
MSi.

(* Anggun Puspita /CN13 *)
Read More......

Merumuskan Cara Baru dalam Mengajar

KRITIK terhadap ketidakberhasilan pendidikan di negeri ini semakin gencar.
Dari demoralisasi kekuasaan, tingginya tingkat korupsi sampai dekadensi
moral di kalangan generasi muda. Dengan kata lain, betapa pendidikan di
Indonesia belum mampu melahirkan generasi yang tangguh, generasi yang
pekerja keras. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga, Prof
Dr Sutrisno menilai, kesejahteraan guru dan dosen yang terus membaik dengan
adanya program sertifikasi, seharusnya dibarengi profesionalitas guru yang
semakin meningkat dan pembenahan-pembenahan kurikulum.

Saat ini, katanya, kelemahan pendidikan terletak pada kelemahan SDM guru dan
kurikulum yang diterapkan belum sepenuhnya menyentuh dunia nyata, yang
mengajarkan bagaimana harus belajar tentang keterampilan hidup, bagaimana
harus belajar memperjuangkan kehidupan secara eksis dengan menjunjung tinggi
moral dan martabat. Di sisi lain, masih banyak guru yang melakukan
pembelajaran dengan cara lama, sebatas pada transfer pengetahuan semata.
Menyadari hal tersebut, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga
melalui seminar dan lokakarya Pengembangan Kurikulum Teaching School, yang
mengangkat tema 'Penguatan Kurikulum Teaching School berbasis Riset, Kontek
dan Profesi' baru-baru ini, diharapkan menjadi trend pembelajaran saat ini
yang ditandai penekanan pada mata pelajaran, melatih anak didik pada
keterampilan berpikir abstrak-kritis, belajar analitis, penguasaan teknologi
komunikasi dan informasi, memiliki sifat inovatif-kreatif, assessment yang
tepat, melatih kekuatan modal moral dan kelenturan modal sosial.

Forum yang dimotori Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN, Suwandi MAg
ini, berkomitmen menyiapkan calon guru untuk berani menggunakan cara-cara
baru dan berani meninggalkan cara-cara lama dalam mengajar yang sudah
berpuluh tahun diterapkan. Dengan mempelajari hasil riset di berbagai
negara, kata Sutrisno, pihaknya menemukan bagaimana kurikulum pembelajaran
pendidikan profesi guru yang relevan untuk diterapkan pada era global saat
ini, yakni kurikulum pembelajaran yang berbasis penelitian, kontek dan
profesi.

“Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga siap mengemas ulang
kurikulum pendidikan profesi guru dengan mengembangkan kurikulum Teaching
School,” jelas Sutrisno, seraya menyebutkan untuk keperluan ini, pihaknya
menggandeng beberapa pakar pendidikan dan kurikulum yakni Prof Dr Musa
AsyĆ­arie yang menyampaikan makalah tentang masa depan Lembaga Pendidikan dan
Tenaga Kependidikan (LPTK) dan Gagasan untuk Peradaban, Prof Zamroni PhD dan
Prof Dr Amin Abdullah, menyampaikan makalah Pengembangan Kurikulum Teaching
School Berbasis Riset, serta Dr Moh Anies MA dan Prof Dr Anik Ghufron
membawakan materi tentang Pengembangan Kurikulum Teaching School Berbasis
Profesi. Forum ini diikuti para kepala sekolah dan kepala madrasah di
wilayah DIY, dosen jurusan atau Prodi Pendidikan Agama Islam, guru-guru
Pendidikan Agama Islam, Bahasa Arab dan Madrasah Ibtidaiyah dan utusan dari
stakeholder pendidikan lainnya. Melalui seminar dan lokakarya ini terangkum
gagasan baru dari para pakar pendidikan dan kurikulum serta para praktisi
pendidikan yang akan mewarnai dinamika dan prospek pengembangan kurikulum
teaching school yang mendasarkan pada pengetahuan berbasis riset, kontek dan
profesi.


Read More......

Persiapan Ujian Nasional Ditambah

Menghadapi Ujian Nasional (UN) 2010/2011, Dinas Pendidikan
(Disdik) Kota Yogyakarta mewacanakan penambahan waktu persiapan ujian. Hal
ini penting dilakukan untuk mematangkan persiapan siswa didik mengikuti UN.

Kepala Disdik Kota Yogya, Edy Heri Suasana usai pelantikan pejabat baru di
Kompleks Balaikota Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta, Rabu (1/12)
menyatakan, rencana penambahan waktu persiapan menghadapi UN ini sangat
penting mengingat tahun lalu UN di Kota Yogya dinilai kurang memuaskan dari
sisi hasil. “Secara rinci dan teknis kami baru akan membicarakan rencana
ini lebih lanjut,” tegasnya.
Meski menyandang predikat kurang memuaskan untuk hasil UN tahun lalu, namun,
ujar Edy, sebagai bukti Kota Yogya berkualitas, banyak daerah yang mencontoh
sistem pendidikan di Yogya. “Banyak Tim Pemantau Independen (TPI) daerah
lain yang memuji dan meminta daerah lain mencontoh sistem pendidikan Kota
Yogya,” ujarnya lagi.
Sementara itu, Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) M Nuh akan bertemu
Komisi X DPR Senin (13/12) untuk menjelaskan tentang UN. "Kita tidak bisa
berjalan sendiri," katanya Rabu (1/12) di Jakarta menjawab pertanyaan
wartawan tentang pernyataan Komisi X DPR yang akan menghentikan UN.
Menurut Nuh, formulasi baru UN itu akan dibeberkan dalam rapat kerja dengan
komisi X DPR. Oleh karena itu Mendiknas meminta semua pihak bersabar.
Sementara itu, di tempat terpisah Ketua Panitia Kerja (Panja) UN DPR dan
juga Wakil Ketua Komisi X DPR Rully Chairil Azwar dalam rapat dengar
pendapat Panja UN dengan Kabalitbang Kemendiknas Mansyur Ramli mengatakan,
jika Kemendiknas tidak membuat formulasi baru tentang UN, maka pelaksanaan
UN 2011 bisa dibatalkan. Panja memutuskan jika UN tetap berlangsung tahun
depan ada empat persyaratan yang harus dipenuhi yakni tidak boleh mempunyai
hak veto atas kelulusan, sesuai peraturan perundangan, UN harus meningkatkan
mutu pendidikan dan tidak timbul kecurangan.
Tak Menghambat
Terpisah Kepala SMP 17 '1' Yogyakarta Drs Sulistiyanto SPd mengungkapkan,
belum turunnya Prosedur Operasional Standar (POS) dari pemerintah pusat tak
menghambat persiapan UN di sekolah. Karena untuk mempersiapkan siswa dalam
menghadapi UN sekolah menggunakan acuan POS yang sudah ada (tahun
sebelumnya). “Memang berdasarkan informasi yang kami dengar, POS UN dari
pemerintah pusat belum turun. Tapi persiapan di sekolah seperti latihan
soal, tambahan jam pelajaran terus kami
lakukan dengan harapan siswa bisa lebih siap menghadapi UN,” kata
Sulistiyanto.
Ia mengungkapkan, kemampuan peserta didik yang cukup beragam membutuhkan
kecermatan dari sekolah. Untuk itu, selain latihan soal, persiapan
psikologis siswa juga mulai dilakukan. Rencananya, semua persiapan tersebut
mulai diintensifkan pada Januari mendatang.
Kondisi serupa juga dilakukan oleh SMPN 14 Yogyakarta. Walaupun POS UN belum
turun sekolah terus melakukan persiapan. “Kami jalan seperti biasa, kalau
ada sesuatu tinggal menyesuaikan. Tahun ini ada 144 siswa SMPN 14 yang
mengikuti UN,” kata Kepala SMPN 14 Yogyakarta Drs Joko Waskito. pihaknya
melakukan penambahan jam pada mata pelajaran yang menjadi materi UN.
(M-1/Ria/War/Ati)


Read More......

DIHAPUS ATAU DILAKSANAKAN ; Ujian Nasional Tetap Simalakama

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebaiknya
tidak perlu mencampuri urusan teknis penyelenggaraan Ujian Nasional (UN).
Terlalu ikut campurnya DPR dalam hal teknis pendidikan justru membingungkan
sistem. Sementara itu, kepastian diselenggarakan atau dihapuskannya UN
mendesak segera diumumkan. Demikian ditegaskan pakar pendidikan dari
Perguruan Tamansiswa, Ki Supriyoko kepada KR, Kamis (2/12) menanggapi tarik
ulur soal pelaksanaan UN 2010/2011. Dijelaskan Supriyoko, ketidakpastian
penyelenggaraan UN akibat sistem pendidikan yang salah kaprah. “Seharusnya,
DPR tidak perlu mencampuri sampai urusan teknis. DPR cukup mempercayakan
sepenuhnya urusan teknis kepada Mendiknas. DPR baru campur tangan serta
ambil bagian apabila kaitannya dengan masalah pendanaan. Selama sistem
pendidikan masih seperti ini, selamanya UN akan bermasalah terus,” tegasnya.
Terkait kepastian UN, Ki Supriyoko menyatakan, idealnya Mendiknas sudah
memberikan kepastian mengenai tetap dilaksanakan UN maupun dihapuskan UN
maksimal hingga 15 Desember. Hal ini dimaksudkan supaya sekolah, orangtua
dan siswa segera memperoleh kepastian. “Waktu sangat mepet, karena April
sudah mulai pelaksanaan UN. Dihapus atau tetap dilaksanakan UN tetap
bermasalah dan simalakama,” ucapnya lagi. Ditambahkan Guru Besar Universitas
Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) ini, ketika UN tetap dilaksanakan,
membutuhkan waktu dan persiapan yang lebih intensif terutama penanganan bagi
siswa di Kawasan Rawan Bencana (KRB), sementara apabila UN dihapus, harus
ada sistem pengganti UN yang diyakini juga tidak kalah rumit untuk
dilaksanakan. “Formulasi pengganti sistem UN juga rumit, maunya seperti apa,
apakah ujian sekolah atau bagaimana. Ini memerlukan pengkajian. Secara
pribadi, saya mengusulkan supaya tahun ini apapun risikonya UN tetap
berjalan. Namun, kalau ingin dihapus, baru tahun depan dengan perencanaan
yang lebih matang,” paparnya. Pengaruhi Kualitas Komentar serupa diungkapkan
pemerhati pendidikan, Prof Dr Djohar MS. Menurutnya, Prosedur Operasional
Standar (POS) dari pemerintah pusat terkait penyelenggaraan UN harus segera
disosialisasikan ke daerah. Hal itu, selain untuk memudahkan sosialisasi dan
persiapan, juga penyelenggaraan UN menyangkut kepentingan banyak pihak. Oleh
karena itu, persiapannya harus dilakukan secara cermat dan matang. “Pro
kontra terkait penyelenggaraan UN hampir terjadi setiap tahun. Mungkin bagi
sebagian orang fenomena tersebut dianggap biasa, tapi saya khawatir kalau
kondisi ini tidak ditangani serius mempengaruhi kualitas. Supaya tidak ada
pihak yang merasa dirugikan, selain kecermatan, manfaat UN tidak ada
salahnya dipikirkan kembali,” kata mantan Rektor Universitas Negeri
Yogyakarta (UNY) ini. Djohar menambahkan, seandainya pemerintah menghendaki
UN tetap dilaksanakan, sebaiknya diimbangi berbagai penyempurnaan. Salah
satunya, dengan mempersiapkan UN sejak awal tahun ajaran. Persiapan tidak
hanya terkait latihan soal atau pendalaman materi, tapi juga berbagai
persoalan teknis yang terkait dengan pelaksanaan UN. Sebab, jika persiapan
tersebut tidak dilakukan secara matang, sebaliknya terkesan mendadak dan
dikhawatirkan bisa mempengaruhi peserta didik. “Kalau tidak siap, tidak ada
salahnya UN ditunda dulu. Karena dalam kondisi apapun kepentingan peserta
didik harus dikedepankan,” tandasnya. (M-1/Ria)
Read More......

Ketua IGI: Mendiknas Salah Memahami

Terlihat ada kesalahpahaman dari pernyataan Menteri
Pendidikan Nasional (Mendiknas) dalam memahami artikel tentang ujian
nasional (UN) berjudul *Bursting the Bubble Tests *di situs Kementrian
Pendidikan Nasional Amerika Serikat (AS). Salah besar jika UN model
Indonesia bisa diterapkan di AS, terutama untuk menentukan kelulusan
anak-anak didik.

*Di negara-negara maju seperti AS, Australia, New Zealand, dan China tidak
ada UN yang diterapkan pada semua siswa di semua negara bagian mereka.*
-- Satria Dharma

Demikian dituturkan Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Satria Dharma
melalui surat elektronik pada diskusi di sebuah mailing list pendidikan,
Jumat (3/12/21010). Terkait hal itu, Satria mengaku sudah menyampaikan
kesalahpahaman tersebut secara langsung ke staf ahli Mendiknas.

Dalam emailnya Satria mengatakan sudah mengkopi ulang potongan kalimat
penting di situs
http://www.ed.gov/blog/2010/09
yang
dimaksud, yaitu, *"What's unique about the Race to the Top assessment grants
is who gets them --not individual states, but large coalitions of states
that willwork together to develop common assessments measuring college and
career readiness"*.

"Jadi, *common assessments* ini dianggap semacam ujian nasional (UN) yang
sama dengan yang kita lakukan saat ini," kata Satria.

Dia mengatakan, UN di Indonesia tidak perlu diterapkan di seluruh Indonesia
atau berskala nasional. UN hanya bisa dilakukan pada daerah-daerah yang
telah mampu menerapkan semua standar nasional yang perlu diuji dengan sebuah
ujian nasional.

"Sekolah-sekolah yang belum bisa menerapkan ke delapan standar pelayanan
minimum pendidikan tentu tidak perlu diuji dengan sebuah ujian yang
berstandar nasional. Ujian yang berstandar nasional semestinya hanya boleh
diberikan jika instrumen masukan dan proses pendidikannya sudah berstandar
nasional juga," tegas Satria.

Jika instrumen masukan dan proses yang diberikan tidak berstandar nasional,
lanjut Satria, maka mengukurnya dengan sebuah UN adalah kesalahan fatal.
Menjadikannya sebagai syarat kelulusan adalah sebuah kekejaman dan
ketidakadilan bagi peserta didik yang tidak memperoleh pelayanan pendidikan
berstandar nasional.

"Di negara-negara maju dan besar seperti Amerika Serikat, Australia, New
Zealand, dan China tidak ujian nasional (UN) yang diterapkan pada semua
siswa di semua negara bagian mereka. Negara dengan kualitas pendidikan
terbaik seperti Finlandia malah tidak punya UN dan kelulusan siswa mereka
ditentukan oleh sekolah masing-masing," kata Satria.

Diberitakan sebelumnya di *Kompas.com, *Senin
(30/11/2010),
Pernyataan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh ihwal ujian
nasional (UN) model Indonesia sangat penting dilaksanakan di Amerika Serikat
(AS) dinilai menyesatkan oleh para pemerhati pendidikan. Menurut Mendiknas,
berdasarkan sebuah situs di AS dijelaskan, bahwa untuk melakukan revolusi
pendidikan, UN di AS sangat penting dilaksanakan.

"Pernyataan Bapak Nuh, bahwa UN di AS diperlukan, itu sangat menyesatkan.
Tolong Mendiknas membaca langsung situs yang dia maksud. Patut diduga beliau
hanya mendapat bisikan orang-orang terdekatnya untuk menjustifikasi atau
mencari alasan agar UN di Indonesia tetap berjalan," tegas Heru Widiatmo,
pemerhati pendidikan yang kini menjadi peneliti di American College Testing,
AS, lewat surat elektronik yang dikirimkannya di sebuah diskusi mailing list
pendidikan, Jumat (3/12/2010).
Read More......