Guru Berbenahlah

DALAM sebuah seri diskusi bulanan yang diselenggarakan oleh Center for
Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh di SD Negeri Neuheun,
Aceh Besar, seorang guru peserta diskusi menyatakan kekesalannya terhadap
kritik-kritik yang dialamatkan kepada guru. Perasaan kesal semakin memuncak,
ketika pemandu diskusi mengatakan bahwa penyebab utama dari kehancuran dan
kemerosotan kualitas pendidikan di negeri ini adalah karena guru.


Pertanyaan dan pernyataan guru di atas, adalah sebuah sikap reaktif terhadap
banyaknya kritikan masyarakat terhadap dunia pendidikan yang berujung pada
tindakan menyalahkan guru. Setiap kali tulisan yang mengulas tentang
pendidikan dari berbagai perspektif itu akan tidak pernah lepas membahas
soal guru. Guru kemudian menjadi penyebab terhadap rendahnya kualitas
pendidikan di tanah air.

Rasa kesal, rasa sakit hati, atau bahkan sikap menolak terhadap kritik yang
disampaikan banyak masyarakat terhadap eksistensi guru dalam membangun
pendidikan yang berkualitas, bisa kita fahami, karena faktor penyebab
rendahnya kualitas pendidikan di negeri tercinta ini bukanlah bersumber dari
faktor tunggal (single factor), tetapi banyak faktor lain yang ikut
berperan. Pendidikan sebagai sebuah sistem, mengikuti mata rantai sistem
pada semua level. Kita akui, walau sudah 65 tahun kita merdeka, sistem
pendidikan kita masih belum ideal dan memiliki standard yang cukup baik,
dibandingkan dengan sistem pendidikan di negara-negara yang sudah maju.
Disorientasi dalam visi dan misi pendidikan yang kerap menjadi komoditas
politik, dan politik pendidikan kita, serta buruknya wajah manajemen
pendidikan di negeri ini adalah beberapa penyebab buruknya potret kualitas
pendidikn di negeri ini. Jadi, karut-marut dunia pendidikan kita di
Indonesia, sekali lagi memang benar, bukan disebabkan oleh satu faktor saja.

Namun, bagi guru yang selama ini dijadikan sebagai ujung tombak bagi
pembangunan pendidikan, di lembaga pendidikan formal yang bernama sekolah
itu, tidak selayaknya juga guru merasa kesal dan sakit hati ketika sederetan
kritik dialamatkan kepada guru. Posisi guru sebagai juru kunci dalam dunia
pendidikan memberikan harapan yang sangat besar kepada orang tua, agar
anak-anak mereka bisa mendapatkan pendidikan seperti yang mereka harapkan
agar sekolah yang dikemudikan oleh para guru, bisa mengantarkan anak-anak
mereka menjadi sosok anak yang berilmu, berketerampilan, dan berakhlak
mulia.

Kini ketika arus globalisasi semakin deras memasuki ruang kehidupan kita,
menyebabkan perubahan moralitas dan polakehidupan semakin global dan
menghancurkan moralitas yang sudah dibangun. Ketika dunia semakin global dan
budaya konsumtif semakin mengkristal, maka tantangan guru dalam mendidi di
sekolah pun semakin pelik dan sulit. Guru dituntut untuk mampu
mengantisipasi perubahan perilaku anak didik yang sangat pesat. Bisa jadi di
satu sisi, anak semakin cepat perkembangannya dibandingkan dengan guru. Guru
pun, ditutut harus mampu membangun masa depan anak yang sukses. Di samping
itu, ada realitas bahwa banyak orang tua yang secara serta-merta menyerahkan
bulat-bulat anak mereka kepada guru. Namun di pihak lain, tidak sedikit
orang tua dari peserta didik tentu tidak pernah mau rugi dan disalahkan
ketika mereka sudah mendelegasikan tugas dan fungsi mengajar, dan mendidik
anak mereka kepada guru di sekolah.

Pendek kata, di pundak guru ada beban tanggung jawab yang sangat besar dan
berat. Maka selalu saja guru dituntut agar profesional dan berkualitas.
Beban itu semakin berat dengan besarnya tantangan global yang menantang dan
memberikan ancaman terhadap eksistensi guru. Kemajuan teknologi yang begitu
pesat dan merubah gaya hidup peserta didik dan masyarakat kita, telah
membuat para guru banyak yang kelimpungan. Banyak guru yang tidak mampu dan
tertinggal dalam mengimbangi dan mengatasi dampak dari pemilikan alat-alat
teknologi oleh peserta didiknya, karena accessibility faktor guru yang
rendah terhadap produk teknologi ini. Kemudian, kecepatan peserta didik
menguasai teknologi dibandingkan kebanyakan guru juga membuat perubahan
moralitas yang semakin complicated, mengubah paradigma kehidupan dan pola
hubungan antara peserta didik dengan guru. Kondisi ini membuat guru menjadi
kurang berdaya untuk memberikan pelayanan maksimal terhadap peserta didik
mereka.

Berbenahlah
Tidak ada kata lain bagi guru, selain harus berbenah menyiapkan diri
menghadapi semua kemungkinan yang terjadi sejalan dengan semakin beratnya
tantangan guru di masa kini dan masa depan. Para guru harus berani
merefleksi, introspeksi serta melakukan koreksi terhadap segala kelemahan
dan kekurangan guru selama ini dalam menjalankan tugas profesinya sebagai
guru. Diakui atau tidak, persoalan kompetensi guru yang rendah adalah sebuah
realitas yang terjadi saat ini dalam dunia pendidikan kita. Sangat banyak
guru yang tidak layak mengajar. Persoalannya bukan saja pada syarat
administratif, tetapi juga para persoalan kualitas kompetensi.

Antaranews, tanggal 8 Maret 2010 mensinyalir, ekitar 1,3 juta atau 50 persen
dari 2,7 juta guru di tanah air belum layak mengajar karena kurang memenuhi
standard kualifikasi maupun sertifikasi yang telah ditentukan pemerintah.
Memilukan bukan? Padahal, dalam banyak janji pemerintah setiap kali
pergantian pucuk pimpinan di negeri ini selalu saja berikar untuk melakukan
perbaikan dan peningkatan kualitas guru. Namun kenyataannya, kualitas guru
masih jalan di tempat, bahkan semakin buruk. Betapa memalukan kalau hingga
saat ini banyak yang menilai kompetensi guru, berupa pengetahuan,
ketrampilan dan sikap profesionalnya tidak jauh berubah. Padahal, usaha
pemerintah untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan guru, dinilai oleh
banyak orang sudah cukup signifikan membaik. Oleh sebab itu, selayaknya para
guru juga bertanya pada diri sendiri. Mengapa ketika program sertifikasi,
program penyetaraan dan juga berbagai penataran guru. Namun mengapa
program-program itu tidak mampu mengatasi buruknya rupa guru dalam
konstalasi kualitas?

Idealnya ketika program penyetaraan guru yang memberikan kesempatan kepada
guru untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan lewat tambahan belajar
secara gratis itu bisa meningkatkan kualitas guru. Nyatanya hanya
beramai-ramai berburu strata satu agar bisa naik pangkat dan naik gaji.
Ketika pemerintah bermaksud meningkatkan kualitas guru lewat program
sertifikasi, yang terjadi adalah para guru sibuk mencari dan mengumpulkan
sertifikat, sementara pengetahuan dan ketrampilan mengajar tidak ikut
meningkat? Celakanya, semua program itu menjadi program pembodohan dan
pembohongan secara sistemik. Karena guru tetap tidak berubah dalam hal
peningkatan kulaitas. Yang terjadi adalah dekadensi moral guru, karena
menjadi pembohong demi kenaikan pangkat dan penghasilan.

Dikatakan demikian, karena banyaknya tindakan manipulasi kala mengurus
kenaikan pangkat. Agar guru tidak menjadi pihak yang nanti menjadi
destruktif dalam upaya perbaikan kualitas pendidikan, maka guru harus
berbenah dan berubah, kembali ke khitah yang hakiki, bahwa kunci perbaikan
kualitas pendikan yang utama ada pada diri guru. Maka, berbenahlah dan
berkontemplasi serta berbuatlah.

* Tabrani Yunis adalah Guru dan Direktur Center for Community Development
and Education (CCDE) Banda Aceh.



Read More......

Awas! Ada Kepentingan Kapitalisme Dibalik RUUK DIY

YOGYAKARTA -- Budayawan Emha Ainun Nadjib mensinyalir adanya kepentingan kapitalisme nasional dan global dibalik polemik Rancangan Undang-undang keistimewaan (RUUK) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) antara pemerintah pusat dan masyarakat Yogyakarta.



Kepentingan kapitalisme tersebut menurut Emha, terkait perebutan saham penambangan pasir besi di wilayah Kabupaten Kulonprogo DIY.

"Kalau boleh teman-teman wartawan mencari sisi lain karena itu juga hanya output ketidakadilan global. Ada juga tema-tema kapitalisme di belakang itu. Ada urusannya sama pasir besi, perebutan saham dan seterusnya," terangnya.



Diakui Emha, polemik tentang keistimewaan DIY itu semuanya bermuara pada saham industri pasir besi tersebut. "Semuanya urusan saham. Urusan pasir besi lah, yang omsetnya sangat besar, maka tidak dibiarkan Yogya ini kaya sendiri harus ada yang tanda tangan saham dari Jakarta kan gitu dan seterusnya," tandasnya.



Karena itu Emha berharap selain keistimewaan, masyarakat Yogyakarta juga bisa menunjukan keistimewaan tersebut berupa mengetahui " hal-hal di balik layar".



Sumber
REPUBLIKA.CO.ID


Read More......

Hardware Security Module

Pada umumnya pengamanan saat ini adalah penggunaan secret key yang disimpan dalam sistem file / Memori RAM dimana dalam kedua lokasi tersebut mudah diakses oleh semua administrator dan memancing hacker untuk membukannya. HSM dapat menjadi pilihan anda saat ini untuk meyimpan dan melindungi secret key cryptographic untuk misi yang menuntut keamanan maksimum.

HSM (Hardware Security Module) secara mudah untuk pengartiannya adalah sebuah lemari besi yang aman di dalam komputer dan minimal menyediakan fungsi cryptographic. Fungsi tersebut termasuk (tapi tidak hanya terbatas pada) enkripsi, dekripsi, mengenerasi kunci dan hashing. HSM ini adalah suatu physical device yang memiliki beberapa tingkat security (contoh: Physical tamper proof dan Physical temper resistance) dengan User Interface yang dapat diprogram.

HSM dapat menampilkan sejumlah keamanan penting terkait dengan fungsi. HSM menyediakan akselerasi pengoperasian cyptographic seperti enkripsi, digital signature, hashing dan message authentication code. Message authentication code adalah algoritma yang secara matematis mengkombinasi sebuah kunci dengan hash untuk menyediakan sebuah "kode" yang dapat ditambahkan dengan memberikan potongan data untuk memastikan kode tersebut terintegrasi.

Fungsi penting lainnya dari HSM adalah sebagai key management. Dengan berbagai tipe sistem yang menggunakan kunci cyptographic, hal ini sangat penting bahwa peralatan tersebut mengenerate, memback up dan menahan kunci tersebut sehingga berada dalam perlakuan yang aman. Untuk mengoptimalkan keamanan HSM sebaiknya menyimpan seluruh kunci didalamm physical device itu sendiri. Kunci back up sebaiknya menggunakan koneksi yang aman ke HSM lainnya atau untuk satu atau lebih smart card. Card reader sebaiknya melampirkan secara langsung ke HSM untuk mencegah data dari intercepted.

HSM mempunyai sejumlah kegunaan yang berbeda. Biasanya HSM diimplementasikan untuk kegunaan berikut :
1. Key generator dan fasilitas penyimpanan yang aman untuk authority sertifikat.
2. Perangkat untuk membantu dalam authentication dengan memverifikasi digital signature.
3. Alat untuk mempercepat koneksi SSL.
4. Perangkat untuk mengenkripsi data yang sensitif untuk di simpan didalam lokasi yang tidak aman secara keseluruhan seperti database.
5. Perangkat untuk memverifikasi integritas data stored didalam sebuah database.
6. Sebuah kunci generator yang aman untuk produksi smartcard.

HSM digunakan oleh banyak industri seperti :
* Rumah Sakit
* Telekomunikasi
* Pemerintahan
* Banking
* Dll

Standard FIPS adalah cara mudah untuk memverifikasi keamanan yang diberikan oleh HSM. HSM berbentuk PCI Card atau perangkat eksternal yang terhubung melalui USB / SCSI / R232 interface. Physical temper resistance ini ditetapkan sebagai tingkat validasi FIPS 140-2, dengan Level 1 sampai 4 yaitu :
* Level 1 - Membebankan hanya sedikit requirement. Biasanya semua komponen harus di "production-grade"
* Level 2 - Membebankan requirement Level 1 dan requirement tambahan untuk phsycal temper evidence dan role based authentication.
* Level 3 - Membebankan requirement Level 2 dan requirement tambahan untuk phsycal temper resistance, Identity based authentication dan phsycal atau logical pemisah antar interface dengan "parameter critical security" masuk dan modulnya keluar
* Level 4 - Membebankan requirement Level 3 dengan menambahkan physical security requirement lebih ketat sebagus kekuatan melawan hal yang berhubungan dengan penyerangan.

Di era informasi keamanan yang modern sebaiknya memilih tingkat keamanan minimal FISP 140 - 2 Level 3. Sedangkan untuk level yang lebih aman yaitu level 4, hanya ada beberapa vendor yang memilikinya seperti IBM atau AEP. Simak website berikut http://securemetrictech.indonetwork.co.id/2238150/aep-keyper-hardware-security-module-hsm.htm
Read More......

Pernyataan HMI : Soeharto Tak Layak Jadi Pahlawan

Tulisan ini juga disajikan dalam website http://umarsaid.free.fr
yang sampai sekarang sudah dikunjungi lebih dari 661 260 kali
===========================

Pernyataan HMI : Soeharto Tak Layak Jadi Pahlawan

Pernyataan Ketua Umum PB HMI mengenai penolakan pemberian gelar pahlawan
nasional kepada Suharto menunjukkan bahwa gelombang penolakan terhadap usul
atau rencana yang berasal dari fikiran sinting atau jiwa yang tidak waras
ini makin meluas di dalam masyarakat.

Perkembangan ini makin kelihatan lebih penting lagi dengan adanya pernyataan
Ketua Umum HMI yang sangat tajam dan keras tentang kesalahan dan kebusukan
Suharto seperti yang disajikan di bawah ini.

Penyataan yang begitu tegas, jelas, dan keras terhadap berbagai ragam
kejahatan dan kesalahan yang dilakukan Suharto yang dimanifestasikan oleh
Ketua Umum ini bisa mempunyai dampak yang penting bagi berbagai kalangan
Islam di Indonesia.

Pendapat HMI (yang diwakili oleh Ahmad Chozin Amirullah) tentang pelanggaran
berat HAM dan korupsi besar-besaran oleh Suharto ini akan membuka mata
banyak kalangan Islam yang masih tetap terus dibutakan oleh sisa-sisa
pendukung Orde Baru, sehingga masih saja menganggap Suharto adalah « orang
baik » dan, karenanya, pantas diberi gelar pahlawan.

Sikap HMI tentang kejahatan Suharto dan dosa-dosa Orde Baru adalah sejalan
atau searah dengan sikap sebagian kalangan muda di NU dan Muhammadiyah, yang
berlainan (bahkan juga berlawanan) dengan sikap keliru kalangan
fundamentalis yang masih tetap menyokong politik Suharto.

Sikap yang anti Suharto beserta Orde Barunya adalah sikap yang bisa
menaikkan martabat atau citra golongan Islam pada umumnya. Sebaliknya,
kalangan Islam yang masih menganggap Suharto pantas dijadikan pahlawan hanya
akan mengotori citra Islam, dan berada di jalan yang sesat.

Paris, 19 Oktober 2010

1.. Umar Said

= = = =

Penyebab HMI Pecah, Soeharto Tak Layak Jadi Pahlawan

Rakyat Merdeka, 18 Oktober 2010

RMOL. Gelombang penolakan pemberian gelar pahlawan kepada mantan Presiden
Soeharto terus bergulir. Kini giliran Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa
Islam yang menilai mantan penguasa orde baru itu tidak layak untuk
mendapatkan gelar kehormatan tersebut.

Ketua Umum PB HMI Ahmad Chozin menjelaskan, HMI menolak pemberian gelar
pahlawan kepada Soeharto karena telah menjerumuskan bangsa Indonesia kepada
keterpurukan yang tiada tara. Mulai dari penindasan terhadap hak-hak
kemanusiaan, uutang luar negeri yang tak terbayarkan, korupsi akut yang tak
tersembuhkan, serta kebodohan multidimensional sehingga bangsa ini bermental
inferior.

Dia membeberkan rezim Soeharto telah melakukan pengkhianatan terhadap
nilai-nilai demokrasi dengan melalui kejahatan HAM berat atau kejahatan
terhadap kemanusiaan, yang semestinya tidak bisa dihapuskan di luar
pengadilan, ataupun karena kadaluwarsa. Sebut saja, pembunuhan massal 1965,
penembakan misterius, kerusuhan 13-14 Mei, Daerah Operasi Militer (DOM)
Aceh, Talang Sari, Tanjung Priok, Kasus 27 Juli, Trisakti 12 Mei 1998,
Papua, dan lainnya.

Tak sampai di situ, berdasarkan laporan Kantor PBB urusan Obat-obatan dan
Kriminal (UN Office on Drugs and Crime/ UNODC) bersama Bank Dunia, Soeharto
juga masuk dalam list pertama daftar koruptor terbesar dunia. Dalam daftar
itu disebutkan, Soeharto (Indonesia) korupsi sebesar US$15-35 miliar,
Ferdinand E. Marcos (Filipina) US$5-10 miliar, dan Mobutu Sese Seko (Kongo)
US$5 miliar.

"Kami justru mempertanyakan, kenapa "mereka" begitu ngotot untuk mengusulkan

pemberian gelar Suharto sesegera mungkin? Ini patut dicurigai, ada maksud

ada dibalik itu?" katanya mempertanyakan melalui keterangan pers yang
diterima Rakyat Merdeka Online (Senin, 18/10).

Khusus bagi HMI, Chozin menambahkan, kebijakan Soeharto mengakibatkan HMI
terpecah menjadi dua. Yaitu, HMI Dipo dan HMI-MPO. Otoritarianisme Soeharto
yang memaksakan penerapan Asas Tunggal Pancasila pada tahun 1985 telah
menjadikan barisan jama'ah HMI tercerai-berai dan akhirnya terpecah menjadi
dua, yang sampai saat ini susah untuk dipersatukan.

"Kepada SBY yang punya wewenang akhir memutuskan pemberian gelar tersebut,

dengan ini saya menghimbau agar menolak usulan pemberian gelar tersebut.

Jika SBY meluluskan usulan tersebut dan akhirnya memberikan gelar pahlawan

kepada Suharto, maka sudah cukup bukti bagi kami bahwa rezim SBY tak lebih

dari sekedar reinkarnasi rezim Orde," tegasnya. [zul]

* * *

Pantaskah Soeharto Menjadi Pahlawan Nasional?

Rakyat Merdeka, 18 Oktober 2010 ,

RMOL. Direktorat Kepahlawanan, Keperintisan dan Kesetiakawanan di
Kementerian Sosial telah menetapkan sepuluh calon penerima gelar Pahlawan
Nasional. Kesepuluh nama itu akan diserahkan ke Dewan Gelar, Tanda
Kehormatan dan Tanda Jasa sebelum akhirnya diserahkan ke Presiden.

Menurut Sekretaris Kabinet Dipo Alam, belum tentu Dewan Gelar, Tanda
Kehormatan dan Tanda Jasa yang dipimpin Menko Polkam akan meloloskan
kesepuluh nama itu, dan memberikannya kepada Presiden SBY. Serta, belum
tentu juga Presiden SBY akan menyetujui semua nama yang diserahkan Dewan.

Dus artinya, kata akhir siapa yang pantas mendapat gelar Pahlawan Nasional
ada di tangan Presiden.

Kesepuluh calon penerima gelar Pahlawan Nasional tersebut adalah:

1. Mantan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin dari Jawa Barat.

2. Habib Sayid Al Jufrie dari Sulawesi Tengah

3. Mantan Presiden Soeharto dari Jawa Tengah

4. Mantan Presiden Abdurrahman Wahid dari Jawa Timur

5. Hj Andi Depu Maraddia Balanipa dari Sulawesi Barat

6. Mantan Waperdam II Johanes Leimena dari Maluku

7. Yohannes Abraham Dimara dari Papua

8. Andi Makassau dari Sulawesi Selatan

9. Pakubuwono X dari Jawa Tengah

10. KH Ahmad Sanusi dari Jawa Barat.

Dari kesepuluh calon penerima gelar Pahlawan Nasional tersebut rasa-rasanya
hanya mantan Presiden Soeharto yang ditentang banyak orang. Pemberian gelar
Pahlawan Nasional untuk Soeharto menjadi kontroversial karena ia dinilai
bertanggung jawab pada sejumlah kejahatan HAM dan kejahatan ekonomi selama
berkuasa. Kalau tidak, mana mungkin ia diterjang gelombang demonstrasi dan
akhirnya harus mengundurkan diri.

Soeharto dianggap sebagai pihak yang paling bertanggung jawab di balik
peristiwa pembantaian massal yang terjadi terhadap simpatisan Partai Komunis
Indonesia (PKI) dan orang-orang yang dituduh memiliki hubungan dengan partai
itu antara 1965 hingga 1966. Tidak ada angka resmi mengenai berapa jumlah
korban tewas dalam pembantaian massal tersebut. Angka yang biasa disebutkan
ada di kisaran 500 ribu sampai 1,5 juta jiwa.

Tetapi, dalam artikel yang ditulis Ben Anderson sebulan setelah Soeharto
meninggal dunia, Exit Soeharto: Obituary for a Mediocre Tyrant (2008),
disebutkan bahwa mantan komandan RPKAD Sarwo Edhie sebelum meninggal dunia
mengatakan bahwa yang tewas adalah tiga juta orang. RPKAD adalah sayap
militer yang digunakan Soeharto untuk menggulung PKI dan orang-orang yang
dituduh memiliki hubungan dengan partai itu.

Sementara di bidang ekonomi, Soeharto dipersalahkan karena menggadaikan
sumber daya alam Indonesia kepada perusahaan-perusahaan multinasional.
Freeport di Papua adalah contoh paling klasik. Perusahaan ini menjadi
perusahaan multinasional pertama yang beroperasi di Indonesia setelah
Soeharto mengambil alih kekuasaan dari tangan Bung Karno. Hak yang diberikan
kepada perusahaan ini sedemikian besar, sehingga ia dapat mengubah bukit
menjadi danau, menciptakan kerusakan lingkungan, dan di saat bersamaan
meninggalkan jejak kemiskinan yang merata di Papua.

Ketergantungan ekonomi Soeharto pada dunia luar tidak hanya terbatas pada
pemberian konsesi pertambangan kepada MNCs saja. Soeharto juga gemar
menangguk utang luar negeri. Hebatnya lagi, selama masa Orde Baru, utang
luar negeri dimasukkan ke dalam kolom penerimaan APBN; utang luar negeri
diperlakukan sebagai pendapatan negara. Soeharto memang pantas disebut
sebagai Bapak Pembangunan. Tetapi harus diingat, pembangunan a la Soeharto
adalah pembangunan yang dibiayai utang luar negeri. Itu sebabnya di saat
bersamaan juga terjadi ketimpangan yang ironisnya, setelah Soeharto tidak
berkuasa, malah semakin besar.

Soeharto juga dianggap bermasalah di bidang politik. Stabilitas politik
adalah unsur pertama dalam trilogi pembangunan a la Soeharto. Stabilitas
mensyaratkan ketiadaan kelompok oposisi dan kelompok-kelompok yang memiliki
perbedaan pandangan dengan Soeharto dan kroninya. Jumlah partai politik
dipangkas paksa; pemilihan umum digelar secara berkala lima tahun sekali di
bawah tekanan militer; Pancasila dan UUD 1945 dijadikan alat tekan politik
sehingga sampai kini dianggap identik dengan gagasan otoriter yang usang;
Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis Permusyawaratan Rakyat menjadi
badan-badan perkoncoan yang tugasnya hanya menyetempel dan menyetujui apapun
yang diinginkan Cendana.

Ada juga yang mengingatkan, bahwa Soeharto merupakan objek koreksi
reformasi. Bukankah TAP MPR XI/1998 mengamanatkan agar kasus KKN yang
melibatkan Soeharto dan kroninya diusut tuntas? Sampai kini upaya itu tidak
pernah terealisasi. Soeharto tidak pernah didudukkan di kursi terdakwa. Ia
menghembuskan nafas terakhir, akhir Januari 2008 tanpa sedikitpun tersentuh
tangan hukum.

Ben Anderson menyebut Soeharto sebagai "mediocre tyrant" atau tiran yang
biasa-biasa saja. Kemunculannya diawali krisis politik dalam negeri. Baik
dirinya maupun krisis politik dalam negeri itu dimanfaatkan pihak asing,
dalam hal ini Amerika Serikat. Karier kekuasannya pun ditutup oleh babak
turbulensi politik.

Tetapi ada satu hal yang sepertinya Ben Anderson lupa. Dalam sejarah
kontemporer, Soeharto adalah satu-satunya tirani yang survive setelah
kekuasaannya digusur gelombang kemarahan rakyat dan kelompok elit yang
memanfaatkan kemarahan rakyat itu. Hanya Soeharto yang setelah dilengserkan
tidak harus melarikan diri dan meminta perlindungan dari pemerintahan negara
manapun, dan tidak disentuh hukum sama sekali. Pengalaman di banyak negara
memperlihatkan sebaliknya, tiran yang jatuh harus mengalami salah satu dari
kedua hal itu, lari atau dihakimi.

Sebegitu keras kontroversi yang mengiringi pencalonan Soeharto sebagai
Pahlawan Nasional. Menurut pihak Istana, kontroversi itu adalah hal yang
wajar. Sekretaris Kabinet Dipo Alam yang dihubungi kemarin mengatakan,
sebagai manusia biasa tentulah Soeharto memiliki kelemahan dan kelebihan.
Dia membandingkan Soeharto dengan Bung Karno dan Abdurrahman Wahid yang juga
jatuh dihumbalang protes rakyat.

Rachmawati Soekarnoputri, putri Bung Karno, berpendapat, agar tidak
terbebani oleh sejarah, status hukum Soeharto harus diperjelas terlebih
dahulu.

"Jangan diulang yang terjadi pada Bung Karno. Kita harus meng-clear-kan dulu
status Pak Harto. Intinya direhabilitasi atau bagaimana," ujar mantan
anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) ini saat dihubungi Rakyat
Merdeka Online, kemarin (Minggu, 17/10).

Dia curiga rencana pemberian gelar Pahlawan Nasional terhadap Soeharto hanya
sekadar bagi-bagi status semata.

Sejarawan Asvi Marwan Adam menawarkan jalan keluar yang elegan. Masyarakat,
menurutnya, juga harus dilibatkan dalam pemberian gelar Pahlawan Nasional,
terlebih untuk tokoh kontroversial yang kerap dikaitkan dengan kasus-kasus
pelanggaran HAM.

Untuk Soeharto, sebutnya pekan lalu, bila masyarakat tidak memberikan
penolakan, maka Presiden SBY akan menyematkan gelar itu kepada Soeharto. Dan
kalau sudah disematkan, tidak bisa lagi ditolak

"Akan sangat tragis bila di antara para pahlawan kita nantinya terdapat
pelaku pelanggaran HAM," kata Asvi.

Demikianlah sidang pembaca. Mengikuti saran Asvi Marwan Adam, Rakyat Merdeka
Online membuka kesempatan seluas-luasnya kepada pembaca untuk memberikan
pendapat, apakah setuju atau tidak setuju dengan gelar Pahlawan Nasional
untuk mantan Presiden RI Soeharto.

Klik pilihan Anda sekarang juga. Lebih cepat, lebih baik. [guh]

* * *

Komnas HAM: Sebaiknya Pemerintah Tak Berikan
Gelar Pahlawan untuk Soeharto

Rakyat Merdeka, 18 Oktober 2010

RMOL. Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diharapkan bisa
mempertimbangkan pemberian gelar pahlawan kepada mantan Presiden Soeharto.

Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Ridha Saleh mengatakan,
pemerintah sebaiknya tidak hanya melihat prestasi yang dilakukan Soeharto
saja tapi juga harus melihat kejahatan-kejahatan masa lalu yang dilakukan
rezim Suharto.

''Hal itu menjadi sangat penting sebab gelar pahlawan menjadi kontroversial
pada Soeharto,'' kata Ridha Saleh ketika dihubungi melalui sambungan telepon
di Jakarta (Senin, 18/10).

Ia menambahkan Komnas HAM juga akan memberikan fakta-fakta mengenai
kejahatan HAM di masa lalu untuk dipertimbangkan oleh Dewan Gelar apakah
mantan Presiden Soeharto layak atau tidak diberi gelar pahlawan.

Sementara itu politisi Partai Golkar Poempida Hidayatullah mengatakan
pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto oke-oke saja.

Menurutnya masyarakat juga harus melihat Soeharto sebagai sosok yang
berkontribusi bagi negara Indonesia.

Ia melanjutkan pemberian gelar itu bisa dalam kategori lain seperti pahlawan
ekonomi atau pahlawan pembangunan.

''Kita lihat jasa-jasanya yang banyak karena tidak ada gading yang tak
retak,'' tegasnya. [arp]
Read More......

ROKOK: Anak, Paling Banyak Jadi Korban

Kepulan asap rokok paling membebani anak-anak. Mereka terpaksa menjadi perokok pasif. Bahkan, sejak dilahirkan―ketika terdapat orang dewasa yang merokok di sekitar mereka.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menguatkan besaran dampak asap rokok (second hand smoke) pada mereka yang tidak merokok lewat sebuah studi.


Studi yang diterbitkan akhir November 2010 itu mengambil data dari 192 negara. Guna mendapat data komprehensif dari semua negara itu, para peneliti menggunakan data tahun 2004. Mereka menggunakan model matematika untuk memperkirakan kematian dan jumlah tahun yang hilang dari para perokok pasif (perbandingan evaluasi risiko). Hasilnya, paparan asap rokok mengakibatkan

603.000 kematian prematur pada 2004. Kematian itu disebabkan penyakit jantung, infeksi saluran pernapasan bawah, asma, dan kanker paru.

Anak-anak termasuk yang terbanyak terpapar asap rokok atau menjadi perokok pasif dibandingkan kelompok umur lainnya. Hasil studi itu menemukan 40 persen anak terpapar asap rokok. Selebihnya, 33 persen laki-laki dan 35 persen perempuan tidak merokok yang terpapar asap rokok. Anak-anak umumnya terpapar asap rokok di lingkungan rumah.

Sekitar 166.000 anak di antaranya meninggal karena penyakit terkait asap rokok dan umumnya di negara miskin atau berpendapatan menengah. Sedangkan beban penyakit terbesar yang disandang perokok pasif anak di bawah usia lima tahun ialah infeksi saluran pernapasan bawah―jumlahnya 5.939.000 kasus dan asma pada anak-anak 651.000 kasus. Tak heran, karena anak masih amat rentan dan dalam proses pertumbuhan.

Para perokok pasif dewasa juga menanggung penyakit, terutama perempuan. Kematian akibat penyakit terkait asap rokok paling tinggi pada kelompok perempuan, 281.000 (47 persen) dibandingkan pada laki-laki, yakni 156.000 kasus (26 persen).

Salah seorang peneliti, yakni Dr Annete Prus-Ustun dari Departemen Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan WHO, menuliskan, paparan asap rokok umum terjadi di banyak negara. Namun, dampak dari paparan tersebut belum banyak diketahui. Dua pertiga kematian lantaran paparan asap rokok terjadi di kawasan Asia Selatan dan Afrika.

Sekitar 93 persen populasi dunia tinggal di wilayah yang masih belum menerapkan regulasi kawasan dilarang merokok.

Hanya sekitar 7,4 persen dari total penduduk dunia hidup dalam kawasan yang menerapkan larangan merokok, khususnya di area publik.

Padahal, regulasi itu dapat melindungi masyarakat umum dari bahaya asap rokok. Di tempat yang mengimplementasikan regulasi itu, paparan terhadap asap rokok di lokasi berisiko tinggi, seperti bar dan restoran, berkurang hingga 90 persen.

Secara umum di ruang publik, paparan turun hingga 60 persen berkat regulasi itu.

Pruss-Ustun mendorong agar negara-negara dapat mengendalikan konsumsi tembakau lewat berbagai strategi demi melindungi kesehatan masyarakatnya.(www.thelancet.com/ www.who.int/INE)
Read More......

KPK : PNS Doyan Korupsi

SURABAYA | SURYA Online - Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Indonesia tampaknya
benar-benar doyan korupsi. Ini terlihat dari besarnya jumlah PNS yang
melakukan tindak korupsi ketika mereka sudah menjadi pegawai dan aparat
pelat merah. Data yang dibeber Penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Abdullah Hehamahua menunjukkan hal itu.

Menurut Abdullah, dari jumlah PNS di Indonesia sekitar 3,7 juta sampai 4
juta orang, 60 persen diantaranya melakukan tindak pidana korupsi.
Penyebabnya, gaji yang diterima tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari.
“Gaji yang mestinya untuk kebutuhan satu bulan, hanya cukup untuk sepuluh
hari saja. Makanya mereka (PNS) memilih jalan korupsi guna memenuhi
kebutuhannya yang kurang itu,” ujar Abdullah kepada Surya, Kamis
(9/12/2010), usai sidang Hari Anti Korupsi Sedunia, di Halaman Gedung Negara
Grahadi Surabaya.
Sementara, jika dilihat dari motivasi munculnya mentalitas korup PNS, 20
persen akibat keserakahan (greedy) dan 20 persennya lagi akibat ada
kesempatan.
Faktor serakah, kata Abdullah terlihat, misalnya ketika si PNS sebenarnya
sudah punya jabatan eselon, mobil dinas, motor dinas, rumah dinas, dan uang
bensin. Tapi karena dia serakah, tetap saja masih melakukan tindak korupsi.
Selain itu, korupsi juga dapat terjadi karena kesempatan (corruption by
opportunity).
Ini misalnya terjadi, di lembaga layanan publik yang memungkinan pertemuan
antara petugas dengan masyarakat atau pelanggan.
“Jadi selama ada niat, kesempatan, dan kemampuan, biasanya tindakan koruptif
itu muncul,” tegas Abdullah.
Untuk mencegahnya, sistem layanan elektronik yang memungkinkan pertemuan
antara pegawai dengan pelanggan harus diterapkan. Misalnya, Satuan
Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) dan pengadaan SIM keliling. Selain
itu, pembenahan sistem rekrutmen PNS juga harus benar-benar dilakukan,
dengan cara tidak mentolelir calon PNS yang tidak memenuhi kriteria
penilaian.
Abdullah memberi contoh, jika standar nilai yang ditetapkan untuk syarat
CPNS yang diterima adalah A, maka yang diterima harus pendaftar yang
mendapat nilai A.
Dengan aturan itu, jika kuota CPNS di lingkungan Pemprov Jatim tahun 2010
ini sebanyak 395. Kalau dari ribuan pendaftar, setelah mengikuti tes atau
ujian ternyata hanya 200 orang saja yang mendapat nilai A – baik A1, A2,
maupun A3, maka 200 orang itulah yang harus diterima.
“Jadi yang tidak mendapat nilai A harus dicoret, karena standar penilaiannya
sudah jelas. Model ini seperti yang diterapkan di KPK,” kata Abdullah
menjelaskan.
Sementara, Gubernur Jawa Timur Soekarwo menegaskan, pihaknya akan menjadikan
good government dan clean government sebagai ujung tombak dalam
pemberantasan korupsi di lingkungan Pemprov Jatim.
Setiap pengelola keuangan, ujar pria yang akrab disapa Pakde Karwo ini,
wajib untuk menandatangani pakta integritas, karena itu merupakan bagian
dari tanggung jawab untuk mengelola keuangan negara.
“Selain itu, reformasi birokrasi dengan menggunakan sistem yang
terkomputerisasi untuk berbagai layanan publik juga terus kita lakukan
sebagai upaya mencegah tindak pidana korupsi. Dengan komputer, kemungkinan
orang ketemu dapat dikurangi,” tegasnya.

sumber : http://www.surya.co.id/2010/12/09/kpk-pns-doyan-korupsi.html
Read More......

[Humor] Inspiratif

[dari milis sekolah-kehidupan]

KISAH SUAMI LELAH PULANG KERJA...
Suatu hari sepasang suami(S) istri(I) bertengkar.

S: "Aduh..pulang kantor ini saya capek sekali nih ....!"
I: "Emangnya kamu aja yang capek ..! Aku di rumah juga capek...!"

Pada malam hari menjelang tidur sang suami mohon kepada Tuhan.
S: "Ya..Tuhan yg Maha Kuasa aku lelah/bosen nih... jadi suami kerja dikantor.. Aku mohon jadikanlah aku sbg istriku dan istriku ubahlah jadi aku (laki-laki).
Tuhan: :)..tersenyum

Esoknya permohonan sang suami dikabulkan.. dia berubah jadi istrinya. Subuh dia bangun menyiapkan makanan utk suaminya (sang istri). Lalu menyetrika baju utk suami dan anaknya, kemudian memandikan anak-anak. Jam 6:30 memakaikan pakaian anaknya untuk sekolah. Setelah suami dan anaknya berangkat, dia mencuci baju hari itu, lalu menjemurnya, kemudian dia pergi kepasar utk belanja, tak terasa jam sudah pukul 11 siang dia harus menjemput anaknya. Jam 1 siang di beri makan anaknya dengan nasi bungkus yang dibeli. Selesai makan dia mengangkat pakaian yang di jemurnya lalu di menyetrika sampai jam 4 sore

Tak terasa.. dia belum masak untuk suaminya. Jam 4 dia mulai masak sambil nonton tv telenovela. Jam 5 dia mandikan anaknya. Jam 6 dia mandi. Jam 7 dia nonton TV sambil menunggu sang suami.

Setelah suaminya pulang makan dan tidur lelap, istri (si suami) berdoa:

S: "Ya .. Tuhan yg Maha Pengampun... ampunilah aku.. "Aku tidak tau apa yg aku minta.. mohon kembalikan aku seperti sedia kala

Tuhan: :) tersenyum saja.."Baiklah akan saya kabulkan..tapi.. "

S: "Tapi apa...?

Tuhan: "Tapi kamu harus nunggu 9 bulan lagi.. karena tadi malem kamu positif (hamil)"

S: "Oooh ooohh.....tobaaaaat..9 bulan lagiiii....


MORAL OF THE STORY:
Jangan mengeluh dengan pekerjaan yg telah kita dapat dan jangan iri dengan pekerjaan orang lain...Selalu ada kekurangan dan kelebihan dari apa yang telah kita miliki, jangan mudah iri atas apa yang dimiliki orang lain...

Barakallah Fiikum...
Read More......

Benarkah bahwa Presiden SBY adalah musuh publik?

Benarkah bahwa Presiden SBY adalah

public enemy (musuh publik) ?

Hugo Chavez keluar dari Istananya untuk menampung korban banjir di dalamnya

Setelah mengikuti banyak berita-berita pers dan berbagai siaran televisi
akhir-akhir ini, kita bisa bertanya-tanya apakah presiden SBY masih mendapat
kepercayaan rakyat untuk menangani berbagai persoalan besar dan berat yang
dihadapi bangsa dan negara dewasa ini. Sebab, terdengar makin banyak suara
dari berbagai kalangan, yang mengindikasikan bahwa kepercayaan publik
terhadap kepemimpinan presiden SBY sudah anjlog. Bukan itu saja,
ketidakpercayaan terhadap SBY ini sudah meningkat menjadi kemarahan dari
bermacam-macam kalang an di banyak tempat di seluruh Indonesia.

Bahkan, dalam salah satu tayangan di televisi Metro TV baru-baru ini ada
orang yang mengatakan bahwa presiden SBY sekarang sudah menjadi public enemy
(musuh publik). Mungkin saja, kata-kata public enemy bisa dianggap
keterlaluan kasarnya atau kebablasan, tetapi ini mencerminkan kemarahan
publik yang sudah makin memuncak terhadap SBY akhir-akhir ini.

Sebagian dari ketidakpuasan banyak kalangan, bahkan kemarahan rakyat, telah
dimanifestasikan oleh banyaknya aksi-aksi atau demo yang dilakukan oleh
organisasi pemuda dan mahasiswa di banyak kota di Indonesia dalam rangka
Hari Anti Korupsi Sedunia dan hari HAM sedunia. Dalam dua peringatan ini
telah diangkat kembali masalah korupsi dan pelanggaran HAM yang masih tetap
menjadi persoalan besar yang tidak bisa diselesaikan bangsa kita.

Korupsi sumber ketidakpercayaan kepada SBY

Terutama masalah korupsi merupakan sumber besar ketidak-percayaan dan
kemarahan rakyat terhadap presiden SBY. Kasus Bank Century yang menyangkut
uang negara lebih dari RP 6 triliun yang tidak jelas juntrungnya, ditambah
dengan kasus Gayus Tambunan yang menghebohkan seluruh negeri, menunjukkan
bahwa presiden SBY tidak menunjukkan kepemimpinan yang diinginkan oleh
rakyat banyak. Singkatnya, sangat sangat mengecewakan !!!

Baik dalam kasus Bank Century maupun kasus Gayus Tambunan dirasakan adanya
hal-hal yang menimbulkan dugaan bahwa presiden SBY tidak mau, atau tidak
berani, atau tidak bisa, bertindak tegas sebagai pemimpin negara dan pemimpn
pemerintahan, dengan alasan « tidak mau memasuki ranah hukum », « tidak mau
intervensi ».

Kalau dalam kasus Bank Century ada kecurigaan-kecurigaan adanya hal-hal yang
« tidak lurus « yang dilakukan oleh pendukung-pendukung Partai Demokrat
yang dipimpin oleh SBY, maka dalam kasus Gayus Tambunan banyak orang
mempertanyakan mengapa SBY berusaha supaya kasus Gayus ini ditangani oleh
polri saja, yang sudah mengindikasikan bahwa Gayus akan dikenakan perkara
gratifikasi saja, dan bukan perkara penyuapan.

Kelihatannya ada kalangan-kalangan yang menduga-duga bahwa keputusan SBY
tentang penanganan masalah Gayus ini supaya dilakukan terutama oleh
tangan-tangan polri, dan bukannya oleh KPK, adalah karena polri adalah
langsung di bawah presiden SBY, seperti halnya kejaksaan agung. Dengan
begitu presiden SBY bisa ikut « mengarahkan » penanganan kasus Gayus, dan
dengan cara demikian SBY beserta pendukung-pendukungnya dapat menyelamatkan
penunggak pajak raksasa yang jumlahnya sekitar 150 perusahaan besar.

Dengan dalih bahwa Gayus hanya akan dikenakan perkara gratifikasi, maka
meskipun ia sudah menerima uang suapan sebanyak sekitar Rp 100 miliar, ia
akan dijatuhi hukuman yang ringan sekali, kalau tidak dibebaskan sama
sekali. Yang paling aneh atau keterlaluan tidak masuk nalar yang waras
adalah bahwa dengan dipakainya rumus « gratifikasi » maka
perusahaan-perusahaan yang pernah menyuap Gayus (termasuk 3 perusahaan besar
grup Aburizal Bakrie) akan bebas dari tuntutan hukum.

Kelemahan, keragu-raguan, ketidak-beranian kepemimpinan SBY

Dengan munculnya kasus Gayus Tambunan, maka tidak saja kelihatan masih
merajalelanya korupsi yang berkelas kakap di Indonesia, melainkan juga tetap
terus bobroknya atau busuknya aparat-aparat hukum negeri kita. Dalam sejarah
Republik Indonesia, tidak ada kebobrokan atau kerusakan di kalangan
kepolisian, kejaksaan dan kehakiman (pengadilan) seluas dan separah seperti
yang terjadi di masa pemerintahan SBY sekarang ini. Hanya pemerintahan Orde
Baru di bawah Suhartolah yang bisa mengalahkan atau menyamai kebobrokan
pemerintahan SBY.

Banyak orang mengkaitkan kebusukan atau kebobrokan di kalangan pimpinan
Polri dan Kejaksaan Agung (dan juga kehakiman atau pengadilan) dengan
kelemahan, atau kelambatan, atau keragu-raguan, atau kehati-hatian, atau
ketidak-beranian kepemimpinan SBY. Ada juga yang menghubungkan
ketidak-tegasan SBY ini dengan kekuatirannya bahwa hal-hal yang termasuk «
suram » yang berkaitan dengan kemenangannya sebagai capres dalam pemilu bisa
dibongkar atau dikutik-kutik.

Di samping adanya kenyataan bahwa politik pemerintahan di bawah SBY memang
menjalankan politik yang pro neo-liberal dan tidak menguntungkan rakyat, SBY
juga diikat oleh koalisi yang terdiri dari partai-partai yang juga sama-sama
reaksionernya. Karena itu, koalisi partai-partai reaksioner yang duduk
dalam DPR ini menjadi ajang kongkalikong dalam berbagai bentuk dan cara, dan
melakukan berbagai macam kejahatan berjemaah terhadap kepentingan rakyat.
Sebagian dari partai-partai ini sudah menjadi pengkianat rakyat, dan
karenanya -- pada hakekatnya ! -- juga sudah menjadi musuh rakyat..

Dengan pandangan semacam itu, maka sebenarnya, atau pada intinya, bukan
hanya SBY saja yang menjadi public enemy, melainkan juga partai-partai yang
mendukungnya. Oleh karena itu, berbagai fenomena di negeri kita menunjukkan
bahwa SBY sudah makin jauh dari rakyat. Terasa sekali bahwa tidak ada
hubungan hati dan fikiran yang hangat dan erat antara presiden SBY dan
rakyat banyak.

Sekarang makin kelihatan bahwa berbagai kalangan di masyarakat tidak hanya
kehilangan kepercayaan kepada aparat kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman
atau pengadilan, melainkan juga kepada pribadi presiden SBY.
Ketidak-percayaan rakyat terhadap kepemimpinan SBY ini, yang sudah turun
sejak lama, akhir-akhir ini bertambah parah dengan munculnya « blunder »
(kesalahan besar) mengenai hiruk-pikuk kasus keistimewaan daerah Jogyakarta.
Rakyat Jogyakarta sudah memasang spanduk besar-besaran yang bertuliskan SBY=
Sumber Bencana Yogya

Begitu hebatnya kemerosotan kepercayaan terhadap pemerintahan yang dipimpin
SBY sehingga dalam aksi-aksi yang dilakukan baru-baru ini di berbagai kota
dikibarkan bendera Merah Putih setengah tiang, sebagai tanda keprihatinan
dan kemarahan. Puncak kemarahan ini terjadi pada tanggal 13 Desember ketika
warga seluruh kota Jogya mengibarkan bendera setengah tiang, dan puluhan
ribu penduduk secara beramai-ramai menyaksikan sidang terbuka DPRD Jogya
yang membicarakan soal keistimewaan daerah ini. Peristiwa ini merupakan «
pemberontakan damai » atau tantangan penduduk Jogya terhadap pemerintahan
SBY, atau setidak-tidaknya merupakan pukulan yang serius terhadap muka
presiden SBY.

Perkembangan fikiran atau opini publik terhadap kepemimpinan presiden SBY
ini sangat gawat dan bahkan bisa menimbulkan berbagai gejolak masyarakat
yang makin lama bisa makin membesar, karena SBY beserta partai-partai
koalisinya tidak akan bisa mengadakan perubahan-perubahan besar guna
memperbaiki situasi politik, ekonomi dan sosial yang makin ruwet nantinya.
Terutama sekali pemerintahan SBY tidak akan mungkin dapat segera
menyelesaikan masalah korupsi yang sudah merusak moral janjangan yang paling
atas sampai paling bawah.

Banyak orang melihat dengan lebih terang ketokohan SBY

Kekecewaan dan kemarahan banyak kalangan terhadap SBY (dan
pendukung-pendukungnya) mengindikasikan bahwa opini publik kita sudah bisa
melihat lebih terang lagi kepada « ketokohan » SBY sebagai pemimpin rakyat
dan negara. Walaupun SBY telah dipilih sebagai presiden secara langsung
dengan perolehan suara sekitar 62% dalam pemilu yang lalu, namun sekarang
ternyata bahwa banyak orang sudah tidak lagi menyukai tindakan-tindakan atau
sikapnya, terutama tentang korupsi. Dewasa ini Indonesia merupakan negara
yang ter-korup di daerah Asia-Pasifik.

Ketika dalam pemilu yang lalu banyak sekali orang yang mengharapkan (atau
mengira) bahwa SBY akan bisa merupakan presiden yang betul-betul bertindak
sebagai pemimpin rakyat, maka mereka kemudian merasa sebagai tertipu
mentah-mentah. Ada yang berpendapat bahwa SBY ternyata bukan tokoh yang bisa
menjadi contoh sebagai pemimpin rakyat. Di bawah pemerintahannya situasi
negara dan bangsa tambah ruwet, atau penuh gejolak. Perdebatan panas
mengenai keistimewaan daerah Jogya hanyalah salah satu bagian saja dari
banyaknya persoalan parah yang harus dihadapi SBY.

Perbedaan besar kepemimpinan SBY dengan Bung Karno

Dari berbagai tindakannya, atau sikapnya, mengenai macam-macam soal yang
berkaitan dengan negara dan bangsa, nampak sekali perbedaannya dengan
kepemimpinan Bung Karno. Kalau kebesaran sosok dan keagungan ajaran-ajaran
revolusioner Bung Karno sampai sekarang masih bersemayam di hati banyak
sekali orang, --walaupun ia sudah wafat 40 tahun yang lalu, akibat siksaan
Suharto selama dalam tahanan – maka kelihatannya nama SBY tidak mendapat
tempat yang terhormat dalam hati rakyat.

Sesudah pengkhianatan besar-besaran oleh Suharto terhadap pemimpin rakyat
dan bangsa, Bung Karno, maka negara kita belum mempunyai lagi pemimpin
lainnya yang bisa dikategorikan sebagai pemimpin rakyat yang sebenarnya,
yang seagung dan seluhur Bung Karno. Kita bisa melihat bahwa semua (atau
sebagian terbesar sekali) tokoh Indonesia yang pernah mengaku dirinya
sebagai pemimpin rakyat adalah sebenarnya tidak pantas dinamakan pemimpin
rakyat. Karena mereka tidak memiliki sifat yang bisa dijadikan contoh, atau
tindakan-tindakannya tidak bisa menimbulkan hormat bagi banyak orang.

Contoh dari Venezuela : presiden Hugo Chavez

Dalam kaitan ini, kiranya bisa diambil contoh dari presiden Venezuela, Hugo
Chavez, seorang mantan perwira militer yang berpandangan revolusioner
kerakyatan, yang terpilih secara demokratis sebagai presiden. Sejak terpilih
menjadi presiden Venezuela, ia telah melakukan perubahan-perubahan
besar-besaran di bidang politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, militer, dan
hubungan luar negeri, yang pada pokoknya selalu mementingkan rakyat dan
anti-imperialisme (terutama AS). Karena kedekatannya dengan rakyat, maka
rakyat Venezuela selalu menyokongnya dalam melawan musuh-musuh dalam negeri
maupun luar negeri.

Menurut TEMPO Interaktif, (11 Des O3), Presiden Venezuela Hugo Chavez
berencana untuk memerintah (berkantor) sementara dari sebuah tenda pemberian
pemimpin Libya Muammar Gaddafi setelah mengundang para keluarga yang
kehilangan tempat tinggal akibat hujan deras untuk tinggal di istananya.

Hujan terburuk dalam satu dekade ini telah menimbulkan malapetaka di negara
eksportir minyak utama Amerika Selatan itu dengan menewaskan lebih dari 30
orang dan menyebabkan kehilangan tempat tinggal lebih dari 100 ribu orang di
desa-desa pesisir dan daerah kumuh kota.

Dari Istana kepresidenan pindah berkantor ke tenda

"Siapkan hadiah Gaddafi. Anda dapat memasangnya di taman Miraflores,
menaruhnya di sana karena aku akan pindah ke tenda," kata Chavez saat
mengunjungi pengungsian di lingkungan miskin di belakang istana presiden
Miraflores. Gaddafi dikenal karena telah memimpin sidang di sebuah tenda
Badui besar ketika melakukan kunjungan luar negeri dan menggunakannya saat
dalam perjalanan ke Venezuela, tahun lalu.

Presiden Hugo Chavez memindahkan 25 keluarga ke istana pada bulan November
dan mengatakan kepada pembantunya untuk mempercepat persiapan untuk
menerima lagi 80 keluarga. "Kita bisa menaruh beberapa tempat tidur di
kantor utama saya," katanya. Chavez telah turun langsung ke seluruh negeri
untuk mengawasi bantuan kemanusiaan. Demikian berita Tempo Interaktif.

Sudah tentu, tindakan Hugo Chavez, seorang mantan militer yang berjiwa
sosialis revolusioner, untuk menampung di Istananya sebagian penduduk
Venezuela yang terkena banjir dan menyediakan juga tempat-tempat tidur bagi
mereka di kantor utamanya adalah sesuatu yang sama sekali « aneh » atau luar
biasa bagi para penguasa di Indonesia.

Ketika membaca berita tentang tindakan-tindakan Hugo Chavez, mungkin ada di
antara kita yang ingat kepada banyaknya penduduk lereng Merapi, Mentawai,
Wasior dan lain-lain, yang sangat menderita karena ketimpa bencana. Kalau
seandainya para penguasa di Indonesia semuanya mempunyai sikap pro rakyat
dan karakter politik seperti Hugo Chavez maka nasib rakyat kita akan jadi
lain, tidak seperti sekarang ini.

Mengingat itu semua, maka kita bisa menarik pelajaran -- dan juga
mengambil kesimpulan -- bahwa dengan pemimpin-pemimpin sejenis dan
sekaliber SBY, maka negara dan bangsa kita tidak akan mungkin mengadakan
perubahan-perubahan besar dan fundamental yang menguntungkan kepentingan
rakyat. Artinya, dengan tokoh-tokoh pendukung SBY yang dewasa ini
mengangkangi kedudukan-kedudukan kunci di badan-badan eksekutif,
legislatif,dan judikatif (dan dunia usaha !!!) , maka situasi bangsa dan
negara tidak akan mungkin meraih perbaikan, dan bahkan sebaliknya, akan
menjadi makin memburuk.

Indonesia akan bisa mengadakan perubahan-perubahan besar, hanya melalui
jalan reformasi yang menyeluruh dan restorasi yang luas sekali, yang bisa
berbentuk revolusi rakyat, seperti yang ditunjukkan oleh Bung Karno, atau
oleh praktek revolusioner presiden Hugo Chavez. Jalan lainnya, seperti
pekerjaan tambal sulam yang dilakukan oleh SBY beserta
pendukung-pendukungnya dewasa ini, adalah jalan buntu.

Paris, 14 Desember 2010

A. Umar Said
Read More......

Mendiknas Matangkan Formulasi Baru

SURABAYA - Kementrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) sedang mematangkan formulasi baru penentu kelulusan ujian nasional (unas) pada 2011. Formulasi baru itu mengakomodasi seluruh penilaian yang pernah didapat siswa selama mengenyam pendidikan di sekolah.

Mendiknas M. Nuh berharap formulasi baru itu akan menutup lembaran kontraversi pelaksanaan unas yang terjadi selama ini. Dengan kebijakan baru itupula, Mendiknas menegaskan bahwa pelaksanaan unas tetap diadakan tahun depan.

Nuh menjelaskan, ada dua prinsip yang menjadi pertimbangan Mendiknas dalam menentukan formulasi baru tersebut. Pertama, evaluasi harus dilakukan secara menyeluruh atau bersifat comprehensiveness. Rumusan penilaian itu, kata Nuh, harus mencakup sisi afektif, kognitif, dan psikomotorik siswa. Karena itu, penilaian unas mendatang akan mengevaluasi proses pembelajaran siswa mulai kelas 1 sampai kelas 3. "Karena selama ini banyak yang beranggapan unas mengabaikan pembelajaran siswa selama tiga tahun," ujarnya, Selasa (14/12).

Kedua, mempertimbangkan prinsip contuinity. Hasil evaluasi yang dilakukan (unas) harus bisa dipakai untuk meneruskan studi ke jenjang berikutnya. Dengan dua pendekatan itu, kata Nuh, formulasi unas bakal berubah.

Tahun lalu, sebut Nuh, sesuai PP 19/2005 tentang standarisasi nasional pendidikan (SNP), kelulusan unas ditentukan empat hal. Yakni, siswa lulus seluruh mata pelajaran, berakhlak baik, lulus ujian sekolah, dan lulus unas. Namun, tahun depan formula itu bakal berubah.

Penilaian unas bakal dikombinasikan dengan prestasi yang didapat siswa selama tiga tahun mengenyam pendidikan di sekolah. Penggabungan nilai itu meliputi nilai raport, ujian sekolah, dan unas. "Nilai rata-rata dari setiap hasil ujian itu berapa? Nilai raportnya berapa" Ujian sekolah dan unasnya berapa? Kemudian, ketiganya digabungkan dan dirata-rata," jelasnya.

Nuh mencontohkan, ada enam mata pelajaran yang diujikan pada jenjang SMA. Yakni, bahasa Inggris, bahasa Indonesia, matematika, fisika, biologi, dan kimia. Nilai kelulusan akan didapat dari nilai enam mata pelajaran tersebut melalui hasil raport, ujian sekolah, dan unas. Dengan penggabungan itu, maka telah menggabungkan seluruh penilaian siswa selama mengenyam pendidikan di sekolah.

Hanya, kata Nuh, Kemendiknas belum menentukan bobot masing-masing penilaian. "Misalnya, berapa bobot penilaian raport, ujian sekolah, dan unas belum kita tentukan. Mudah-mudahan dalam minggu ini semua bisa rampung," jelas mantan rektor ITS itu.

Yang pasti, kata Nuh, nilai unas tetap memiliki bobot paling tinggi dibandingkan prestasi di sekolah. Dengan begitu, pemerintah tidak hanya memperhatikan nilai unas saja seperti yang dikeluhkan para pemerhati pendidikan maupun praktisi pendidikan selama ini. "Karena semua nanti ikut dipertimbangkan. Mudah-mudahan kebijakan ini dapat mengakhiri kontraversi pelaksanaan unas yang terjadi selama ini," jelas bapak satu anak itu.

Nuh menegaskan, kebijakan tersebut sudah resmi dikeluarkan setelah melalui pembahasan bersama Komisi X DPR-RI. "Sudah ada kesepakatan dengan komisi X tentang kebijakan ini. DPR sudah memberi rekomendasi kepada pemerintah," bebernya. Kemendiknas segera mengeluarkan Permendagri terkait kebijakan baru itu.

Rencananya, formula baru kelulusan unas itu akan diberlakukan pada 2011. Dengan formula baru itu, Kemendiknas belum menentukan apakah nantinya masih perlu diadakan ujian ulang atau tidak. "Itu yang masih kami kaji dan matangkan," ujarnya. (kit)

http://m.jpnn.com/news.php?id=79620


Mohammad Ihsan
Sekjen Ikatan Guru Indonesia


Read More......

Bukan Sekedar Memenuhi Database

Oleh : Reza Ervani *)

Jika anda pemerhati Wikipedia, dalam artian sebenarnya, maka anda tentu akan akrab dengan ragam proyek di toolserver, seperti geohack. Toolserver sendiri dikembangkan oleh Wikipedia Belanda sebagai tempat pengembangan perangkat lunak tambahan untuk membuat wikipedia semakin powerfull.

Proyek geohack sendiri – satu diantara proyek toolserver yang sudah dianggap stabil – tidaklah berdiri sendiri, ada beberapa perangkat lunak dari NASA dan GoogleMap yang dilibatkan dalam proyek ini untuk dibuat teritegrasi dengan Wikipedia. Filosofi OPEN SOURCE yang dianut oleh program-program tersebut membuat keterlibatan banyak pihak menjadi dimungkinkan dalam pengembangan ini. Sesuatu yang sangat tidak mungkin terjadi jika dunia perangkat lunak hanya mengenal Proprietary Software.

Skema pengembangan cluster server di toolserver juga bukan hal yang kecil, tapi lintas negara. Server utama di Amsterdam terkoneksi dengan server lain di Florida, USA. Total ada 13 server yang digunakan untuk proyek ini.

Atau jika anda mencermati development Moodle, anda juga akan menemukan pengembangan tool yang diharapkan mampu membuat keberadaan Moodle sebagai sebuah Learning Management System menjadi semakin kokoh. Moodle 2.0 misalnya, telah menjadikan internasionalisasi menjadi bagian penting dalam kode programnya. Kemampuan sebuah perangkat lunak pendidikan menembus batas-batas bahasa – misalnya – menjadi tantangan yang nampak di hampir seluruh penyedia konten online, baik komersil maupun nirlaba.

Ini menunjukkan bahwa di negeri "sana" upaya pengembangan konten digital terutama untuk kepentingan pengetahuan bukanlah hal sederhana. Pengembangan konten bukan sekedar merubah materi pelajaran menjadi format digital, tetapi juga termasuk upaya menjadikannya valid, sustainable, reliable, documented dan multi platform, sehingga mampu menjawab perkembangan inovasi pembelajaran di masa mendatang.

Content is the King, konten adalah raja, dan karena raja adalah pelayan masyarakatnya, maka pengembangan konten juga harus mampu melayani perkembangan media belajar. Dan tidak bisa tidak, riset teknologi – baik perangkat lunak maupun perangkat keras – menjadi prasyarat wajib untuk bisa memenuhi tugas pelayanan tersebut.

Dan penulis berharap, Rumah Ilmu Indonesia dengan SUPERPEDIA yang dirintis semenjak 2008 nantinya mampu mendorong hal yang sama di negeri ini.

Mudah-mudahan semakin banyak pihak yang terketuk hatinya untuk membantu rintisan kecil ini.

Amin.



Read More......

UN Ulangan Tahun Depan Ditiadakan

http://www.kemdiknas.go.id/list_berita/2010/12/un-ulangan.aspx

Jakarta --- Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) menggelar rapat kerja (Raker) dengan Komisi X DPR RI, dengan agenda "Formulasi dan Pelaksanaan UN 2011". "Semangat perbaikan UN 2010/2011 adalah untuk lebih menghargai proses belajar mengajar yang dilalui siswa," kata Menteri Pendidikan Nasional Mohamad Nuh dalam rapat.


Mendiknas menjelaskan, formula baru yang akan dilaksanakan adalah menggabungkan nilai UN dengan nilai sekolah (NS). Nilai sekolah adalah gabungan nilai ujian sekolah ditambah nilai rapor semester 1 - 4. Selain itu, nilai gabungan antara nilai sekolah dengan UN ditetapkan minimal 5,5. Nilai sekolah dan UN mempunyai bobot masing-masing yang akan ditentukan oleh pemerintah. Bobotnya akan ditentukan, namun bobot nilai sekolah akan lebih kecil dari bobot UN.

Dengan adanya formula baru ini, Mendiknas mengatakan bahwa UN ulangan akan ditiadakan tahun depan, karena syarat atau formula yang ada saat ini lebih longgar yakni maksimum dua mata pelajaran dengan nilai 4, dan minimum 4 mata pelajaran dengan nilai minimum 4,25. Selanjutnya, nilai kelulusan siswa adalah kombinasi dari nilai gabungan dengan nilai ujian sekolah seluruh mata pelajaran.

Mendiknas menyampaikan juga manfaat hasil ujian nasional : salah satu penentu kelulusan peserta didik; pemetaan mutu program satuan pendidikan secara nasional; pintu masuk untuk pembinaan dan perbaikan mutu pendidikan, baik di tingkat satuan pendidikan maupun nasional; mendorong motivasi belajar siswa; dan mendorong penigkatan mutu proses belajar mengajar.

Adapun tujuan intervensi kebijakan perbaikan mutu pendidikan berdasar pemetaan hasil UN adalah meningkatkan nilai rata-rata, mempersempit standar deviasi, dan memperbaiki nilai terendah. Prinsip continuity (berkesinambungan), "Continuity" untuk masuk kejenjang pendidikan yang lebih tinggi, "Continuity" bagi siswa dari sosial ekonomi kurang mampu masuk ke Perguruan Tinggi (PT), "Continuity" bagi siswa dari satu daerah masuk ke PT di wilayah lain (mengurangi disparitas antar wilayah dalam penerimaan mahasiswa baru melalui seleksi nasional),"ujar Mendiknas menjelaskan.

Berikut hasil keputusan rapat kerja. Pertama, Komisi X DPR RI dan pemerintah menyepakati bahwa pelaksanaan UN 2011 tetap dapat dilaksanakan dengan catatan, standar kelulusan ditentukan dengan formula baru yang mengakomodasi nilai rapor dan ujian sekolah, meningkatkan rasa adil bagi peserta didik, dan lebih meningkatkan mutu kelulusan pendidikan, kedua dalam kaitan dengan formula baru menentukan kelulusan peserta didik. Kedua, Komisi X DPR RI mengusulkan kepada pemerintah untuk dijadikan pertimbangan yang sungguh-sungguh. Ketiga, Komisi X DPR RI memberikan catatan untuk penyempurnaan pelaksanaan Ujian Nasional.


Data Pokok Pendidikan (Dapodik): pelaksanaan Dapodik perlu memperhatikan catatan hasil Panja UN dan Dapodik pada tanggal 15 Juni 2010 antara lain pelaksanaan pendataan tidak hanya 5 (lima) variabel yang diusulkan Balitbang, namun termasuk pendataan standar mutu pendidikan nasional. Pendataan harus dapat diselesaikan pada tahun 2011. Komisi X DPR RI meminta pemerintah untuk segera melakukan konsolidasi terhadap BSNP agar benar-benar menjadi lembaga yang mendiri sesuai Pasal 75 Ayat (2) PP No.19/ 2005 serta penjelasannya. (ali)
Read More......

Menggagas UAS Alternatif

SEMESTER pertama dari tahun ajaran 2010/2011 akan segera berakhir. Salah
satu ritual 6 bulanan yang menandai berakhirnya masa semester adalah adanya
evaluasi pembelajaran. Evaluasi dilakukan untuk mengukur sejauh mana
keberhasilan dari program pembelajaran yang telah direncanakan pada awal
semester.

Idealnya, evaluasi yang dilakukan harus bersifat menyeluruh terhadap hal-hal
yang ada kaitannya dengan proses pembelajaran selama satu semester. Tidak
hanya kompetensi siswa yang harus dievaluasi, tapi kinerja guru dan sarana
pendukung pembelajaran pun mesti dikritisi.

Sayangnya, konstruksi sosial dan budaya kita selalu menganggap bahwa
evaluasi pembelajaran dilakukan hanya pada siswa dengan menyelenggarakan
ujian akhir semester (UAS). Hal ini merupakan imbas dari persepsi mereka
yang selalu memosisikan siswa sebagai objek pembelajaran. Celakanya model
evaluasi yang dilakukan hanya terbatas pada aspek akadmis an sich dan ukuran
nilai secara tekstual yang dijadikan indikatornya.

Model UAS yang diadopsi oleh kebanyakan sekolah pun persis seperti model
evaluasi ujian nasional (UN). Agak lucu memang, di satu sisi banyak guru
berteriak bahwa UN tidak sesuai dengan semangat KTSP, tapi pada saat yang
sama mereka mengadopsi model ujian seperti itu. Padahal pada saat evaluasi
akhir semester, biasanya mereka diberikan kebebasan untuk menentukan model
evaluasi yang akan dipergunakan.

Oleh karena itu sudah saatnya sekolah menggagas evaluasi pembelajaran
alternatif yang lebih kreatif dan tidak membatasi ruang gerak dan ruang
pikir siswa. Artinya, bentuk evaluasi yang diberikan harus mampu merespons
siswa untuk mencari dan menggali makna di balik setiap topik yang disajikan,
sehingga siswa mampu mengeksplorasi kehidupan sehari-hari dan lingkungan
sekitar berdasar teori yang diperoleh di sekolah.

Salah satu evaluasi alternatif yang bisa dilakukan adalah authentic
assessment atau penilaian autentik. Bentuk tersebut, menurut John Mueller,
merupakan penilaian yang mengharuskan siswa merujuk pada kondisi dunia nyata
dan mempraktikkannya melalui aplikasi yang penuh makna dari esensi
pengetahuan dan kemampuan siswa. Dalam hal ini, authentic assessment
biasanya merupakan ujian atau tugas bagi siswa untuk menampilkan kinerja
berdasar daya kreasi masing-masing. Itu semua akan dievaluasi berdasar
standar kompetensi yang telah ditentukan sebelumnya.

Dalam pembejalaran kontekstual, penilaian autentik dapat membantu siswa
untuk menerapkan informasi akademik dan kecakapan yang telah diperoleh pada
situasi nyata untuk tujuan tertentu. Menurut Johnson (2002:165), penilaian
autentik memberikan kesempatan luas bagi siswa untuk menunjukkan apa yang
telah mereka pelajari selama proses belajar-mengajar.

Adapun bentuk-bentuk penilaian yang dapat digunakan dalam penilaian autentik
antara lain, pertama, portofolio, yaitu kumpulan tugas yang dikerjakan
siswa dalam konteks belajar di kehidupan sehari-hari. Siswa diharapkan untuk
mengerjakan tugas tersebut supaya lebih kreatif. Mereka memperoleh kebebasan
dalam belajar sekaligus memberikan kesempatan luas untuk berkembang serta
memotivasi siswa.

Penilaian ini tidak perlu mendapatkan penilaian angka, melainkan melihat
pada proses siswa sebagai pembelajaran aktif. Sebagai contoh, siswa diminta
untuk melakukan survei mengenai jenis-jenis pekerjaan di lingkungan
rumahnya.
Kedua, tugas kelompok. Dalam pembelajaran kontekstual berbentuk pengerjaan
projek. Kegiatan ini merupakan cara untuk mencapai tujuan akademik sambil
mengakomodasi perbedaan gaya belajar, minat, serta bakat dari masing-masing
siswa. Isi dari projek akademik terkait dengan konteks kehidupan nyata, oleh
karena itu tugas ini dapat meningkatkan partisipasi siswa. Sebagai contoh,
siswa diminta membentuk kelompok projek untuk menyelidiki penyebab
pencemaran sungai di lingkungan siswa.

Ketiga, demonstrasi, caranya siswa diminta menampilkan hasil penugasan
kepada orang lain mengenai kompetensi yang telah mereka kuasai. Para
penonton dapat memberikan evaluasi pertunjukan siswa. Sebagai contoh, siswa
diminta membentuk kelompok untuk membuat naskah drama dan mementaskannya
dalam pertunjukan drama.

Menurut Brooks & Brokks dalam Johnson (2002:172), bentuk penilaian seperti
ini lebih baik dari pada menghafalkan teks, siswa dituntut untuk menggunakan
keterampilan berpikir yang lebih tinggi guna membantu memecahkan masalah
yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan demikian, evaluasi pembelajaran pada setiap akhir semester merupakan
waktu yang tepat bagi guru dan sekolah untuk secara independen menggunakan
model evaluasi yang tidak membatasi ruang gerak dan ruang pikir siswa
seperti yang dilakukan pada UN. Salah satunya dengan menggunakan authentic
assessment atau penilaian autentik. (*)


http://www.tribunjabar.co.id/read/artikel/36743/menggagas-uas-alternatif
Read More......

Di Kamar Mandi, Guru Agama Mesumi Gadis

SAMPANG, KOMPAS.com - Seorang oknum guru agama di SMA Negeri I Ketapang,
Sampang, Madura, Jawa Timur, Rabu (15/12/2010) dituntut hukuman penjara
enam bulan karena diduga telah melakukan perbuatan cabul terhadap anak
didiknya.

Dalam sidang pembacaan tuntutan di PN Sampang yang berlangsung secara
tertutup, jaksa yang menangani kasus tersebut, Sri Rahayu menyatakan,
tuntutan enam bulan hukuman penjara itu sesuai dengan fakta di
persidangan.

"Yang bersangkutan dijerat dengan Pasal 335 ayat 1 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) karena terbukti bersalah memaksa olang lain untuk
melakukan perbuatan tidak menyenangkan," kata Ketua Majelis Hakim,
Purnomo Amin Cahyo.

Terdakwa dalam kasus dugaan pencabulan ini berinisial MH, guru agama di
SMA Negeri I Ketapang, Sampang.

Ia dilaporkan telah melakukan perbuatan cabul terhadap korban beberapa
waktu lalu ke jajaran Polres Sampang oleh kedua orang tuanya.

Dalam laporan itu disebutkan, perbuatan cabul yang dilakukan terdakwa
usai gelar pemberian zakat fitrah dalam kegiatan pondok Ramadhan
beberapa waktu lalu.

Saat itu korban hendak ke kamar mandi kemudian terdakwa mengikuti dari
belakang hingga akhirnya terjadi perbuatan terlarang tersebut.

Dalam kasus ini, jaksa tidak menjerat terdakwa dengan Undang-Undang
Perlindungan Anak, tapi menggunakan KUHP, yakni pasal 335 tentang
perbuatan tidak menyenangkan yang ancamannya 15 tahun penjara.

Sebelumnya jaksa Sri Rahayu menyatakan, menjerat terdakwa dengan pasal
335, karena sesuai dengan berkas yang disampaikan polisi.

Disamping itu, tindakan yang dilakukan oleh oknum guru menurut hasil
penyidikan memang bukan tergolong pencabulan atau pemerkosaan, namun
hanya perbuatan tidak menyenangkan saja.


Read More......

Antara Kami Anak Bangsa, Pemerintah dan Pendidikan

*Oleh : Ahmad Nazarudin

*KabarIndonesia -* Krisis ekonomi dan krisis finansial seperti yang terjadi
pada tahun 1998 dan 2008 pada umumnya dapat dirasakan dan disadari langsung
oleh masyarakat indonesia. Namun mereka kurang menyadari krisis yang justru
memiliki berdampak lebih besar dan terstruktur, yaitu krisis pendidikan.
Krisis pendidikan di Indonesia semakin parah justru setelah Indonesia
berdemokrasi dan bebas memilih apa yang terbaik untuk rakyat dan lepas dari
belenggu kediktatoran.

Tidak seperti krisis ekonomi, krisis pendidikan ini berimplikasi pelan
tetapi pasti dan sangat kuat dampaknya pada struktur sosial di masa depan.
Bidang utama krisis pendidikan adalah sistem pendidikan yang mengadopsi
sistem pasar dan konsep efisiensi privat atau perusahaan swasta yang dibawa
pada ranah pendidikan yang bersifat publik. Sistem ini sebenarnya sudah
melecehkan konstitusi yang menempatkan Negara sebagai pihak yang
berkewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa.

Penghayatan terhadap totalitas konstitusi sebagaimana dirumuskan oleh para
pendiri bangsa, konstruksi sosial masyarakat yang sudah terkapitalisasi, dan
ketidakcukpan pemaknaan yang lebih tegas, banyak melahirkan peraturan dan
perundangan yang membawa ideologi yang sama sekali tidak dikehendaki oleh
pendiri bangsa ini. Bahkan ketika konstitusi mengamanatkan dengan jelas
alokasi anggaran untuk pendidikan, masih banyak dimaklumi pemunduran
penerapannya. Bahkan ketika kesempatan itu ada, maka implementasi alokasi
anggaran masih serabutan dan tidak jelas arahnya.

Ideologi dasar sistem pendidikan Indonesia saat ini tak lain adalah ideology
neo-liberal murni, meski masih dibatasi oleh kondisi social. Artinya
kerangka dasar sistem pendidikan Indonesia adalah ideology neoliberal dengan
penyesuaian-penyesuaian kecil yang terlihat peduli pada hak-hak dan beban
social masyarakat. Jadi perhatian pada hak rakyat atas pendidikan hanya
ditempatkan sebagai kendala yang dipenuhi agar sistem utama dapat berjalan.

Dalam sistem pendidikan seperti ini pendidikan ditempatkan sebagai
komoditas, peranan pemerintah diminimalisasi dengan berfokus pada control
kurikulum dan standar melakukan desentralisasi kepada pemerintah daerah atau
dengan kata lain negara melempar kewajibannya pada entisan politik lokal.

Guru, dosen, dan profesi pendidik dininabobokan sebagai pahlawan tanpa tanda
jasa atau dengan kata lain ditempatkan dalam status ekonomi dan kondisi
kerja yang rendah. Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan seperti kenaikan
gaji yang tidak signifikan dan tidak merata atau sistem sertifiikasi yang
tidak masuk akal memperkuat asumsi ini.

Indikasi ini dapat dilihat pada semua level pendidikan, dari tingkat dasar
sampai pendidikan tingkat tinggi. Pada sekolah dasar tingkat menengah,
kesenjangan pada sekolah-sekolah negeri sangatlah tinggi. Ada sekolah yang
kaya dan ada sekolah yang miskin. Status sekolah menjadi tergantung kondisi
social ekonomi muridnya, padahal setiap kepala di Negara ini memiliki hak
yang sama dalam menerima pendidikan. Ada sekolah roboh, ada sekolah yang
megah, padahal semua sekolah milik pemerintah kenapa terjadi perbedaan,
bahkan di dalam sekolahpun dibedakan, ada yang masuk rintisan sekolah
bertaraf internasional dan ada sekolah yang biasa saja. Yang satu ber-AC dan
berbahasa inggris, yang satu berkeringat dan berbahasa Indonesia.

Mengapa ada rintisan sekolah bertaraf internasional? Ini adalah wujud
ketidakpercayaan diri pada sekolah nasional atau inferioritas sebagai
bangsa. Kalaupun sekolah bertaraf internasional ini dianggap memiliki
kualitas yang lebih baik kenapa tidak dijadikan standar nasional untuk semua
lini di pendidikan, kenapa diperuntukan hanya untuk kelompok tertentu?

Diskriminasi tidak terjadi hanya ketika kita akan masuk sekolah yang
tersaring dengan tariff mahal, akan tetapi dalam proses di dalamnya pun
terjadi diskriminasi lanjutan. Pada tingkat pendidikan tinggi, universitas
besr dijadikan BHMN (badan hukum milik Negara), sekarang sedang menuju BHP
(badan hukum pendidikan).

Sekolah dan perguruan tinggi didesainn agar berpikir dan bergerak secara
swasta, dengan sebuah asumsi dasar swasta lebih baik dari public atau
pemerintah.

Ketidakadilan structural adalah fenomena yang nyata dalam sistem pendidikan
di Indonesia. Memang sekarang masyarakat dihadapkan pada banyak pilihan
dalam pendidikan dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi, akan tetapi
pilihan itu terletak pada kemampuan membayar. Ini dimulai dengan tingginya
uang masuk sekolah disemua tingkat pendidikan baik negeri maupun swasta.
Akhirnya orang kaya masuk sekolah swasta yang mahal atau sekolah negeri yang
mahal yang dikelola secara swasta. Sedangkan orang miskin harus masuk
sekolah-sekolah negeri atau swasta yang jelek termasuk masuk pesantren yang
murah, atau mereka sama sekali tidak meninkmati pendidikan itu.

Struktur pendidikan seperti ini adalah struktur yang diskriminatif dan tidak
adil, bahkan dapat dikatakan sebagai “aducation apartheid” atau suatu sistem
pendidikan yang memisahkan kelompok masyarakat. Sistem pendidikan seperti
ini tidak bisa menjadikan pendidikan berkualitas baik dan merata. Orientasi
siswa dan pengajar menjadi berubah, pendidikan hanya menghasilkan tukang
yang mensuplai kebutuhan-kebutuhan perusahaan-perusahaan.

Sementara itu pendidikan yang tidak menjadi subsistem atau elemen pasar
menjadi tersingkir. Pendidikan tradisional seperti pesantren terpinggirkan
atau sengaja dipinggirkan dan mati perlahan-lahan. Moderenisasi yang tidak
berakar pada tradisi, dan pengabdian pada “kumpeni” (company) terus
digalakan. Pesantren suatu saat akan menjadi sebuah nama, dan bahkan tidak
dikenal sama sekali.

Lebih sederhananya adalah, sekolah-sekolah madrasah swasta yang sangat minim
mendapat perhatian dari semua unsure/instansi penunjang. Berbeda dengan
perhatian yang diberikan oleh pemerintah kepada sekolah-sekolah madrasah
yang setatusnya negeri. Hal ini dapat menjadikan mutu serta kualitas
pendidikan yang tidak berimbang, serta berdampak pada ketidakadilan dalam
mendapatkan hak pendidikan yang sama, yang masuk ke dalam "UNDANG-UNDANG DAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR
NASIONAL PENDIDIKAN."

Tidak ada satu Negara pun yang mengabaikan pendidikan sebagai unsure
pembangunan peradaban suatu bangsa. Hamper dapat dipastiakan semua meyakini
itu. Tapi di Indonesia mengalami kendala tersendiri dalam hal sumber daya
dan infrastruktur pendidikan. Hal ini mungkin terjadi seiring dengan
pembangunan bangsa yang secara umum belum merata, namun tetap saja
seharusnya pemerintah bisa memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia tidak
peduli itu sekolah negeri atau swasta, di kota atau di desa, karena hal
tersebut merupakan tugas dan kewajiban pemerintah.

Indonesia pada kurun waktu terkini mengalami degradasi yang signifikan dalam
hal pendidikan, bahkan pendidikan di Indonesia yang diinsafi sebagai wahana
sosialisasi moral mengalami kemerosotan pada tulang sendi pembangunannya.
Dan hal ini telah berimbas pada rendahnya kualitas pendidikan di banyak
daerah di Indonesia.

Kita masih menunggu dimana semua rakyat Indonesia bisa mendapatkan
pendidikan dengan kualitas yang seharusnya, dan rakyat Indonesia bisa
berbangga dengan sistem pendidikan di negerinya sendiri, yang dimana bisa
mencerdaskan putra-putri bangsa tanpa memeras keringat dan darahnya, tidak
ada perbedaan dalam pendidikan dan tidak ada lagi diskriminasi dalam
pendidikan, semua memiliki hak yang sama sebagai warga Negara Indonesia.
Kita masih menunggu dimana pemerintah bisa lebih arif dan bijaksana dalam
menangani krisis pendidikan ini, dimana pemerintah seharusnya lebih lebih
peduli dan lebih tulus menjalankan kewajibannya dalm mencerdaskan anak
bangsa. Sejuta harapan kita sampaikan kepada pemerintah, kita yakin jika
pemerintah bisa.


Read More......

Jangan tuding mereka tidak nasionalis.

Jakarta, Kompas - Pertemuan Puncak Ikatan Ilmuwan Indonesia
Internasional (I4) 2010 menghasilkan terbentuknya jaringan ilmuwan
Indonesia di berbagai negara dengan beragam keahlian. Jejaring ini
diharapkan dapat membantu mempercepat kemajuan Indonesia di berbagai
bidang agar dapat sejajar dengan bangsa-bangsa lainnya.

Pertemuan yang dihadiri 65 ilmuwan asal Indonesia yang bekerja di
berbagai perguruan tinggi, lembaga penelitian, ataupun industri di luar
negeri itu ditutup oleh Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Djalal
di Jakarta, Sabtu (18/12).

Setelah dibuka Wakil Presiden Boediono, Kamis lalu, sepanjang Jumat
kemarin para ilmuwan Indonesia internasional itu berdiskusi dengan mitra
mereka, para ilmuwan dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
Mereka mencoba merumuskan hal-hal yang bisa disumbangkan untuk Indonesia
sesuai keahlian mereka yang dibagi dalam 11 kelompok bidang ilmu
(kluster).

Ke-11 kluster itu adalah percepatan pembangunan ekonomi, informatika dan
elektroteknik, inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi, kedokteran dan
bioteknologi, ilmu sosial, serta pendidikan. Ada pula kluster energi,
pengembangan wilayah dan lingkungan, humaniora dan ilmu kemanusiaan,
rekayasa industri dan robotika, serta teknologi dan ketahanan pangan.

Sebelum penutupan, masing-masing kluster memaparkan usulan, rekomendasi,
dan rencana aksi untuk memperbaiki kondisi Indonesia di hadapan
sejumlah pejabat Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Pertanian,
Kementerian Kesehatan, serta Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral.

Salah satu aksi jangka pendek yang akan dilakukan antara lain berupa
pembuatan basis data ilmuwan Indonesia di luar negeri, menyelenggarakan
berbagai lokakarya terkait penulisan jurnal ilmiah, metodologi
penelitian, dan etika penulisan, serta menjembatani peneliti Indonesia
untuk meneliti atau mendapatkan beasiswa di luar negeri.

Fasli mengatakan, saat ini baru ada 850 dari 2.000 ilmuwan Indonesia di
luar negeri yang datanya tercatat. Mereka memiliki kualifikasi
pendidikan minimal doktor dan bekerja pada perguruan tinggi, lembaga
penelitian, ataupun industri di luar negeri.

"Pada pertemuan selanjutnya, diharapkan ilmuwan yang datang bisa lebih banyak," ujarnya.

Selain 2.000 ilmuwan, terdapat juga 55.000 mahasiswa Indonesia di
berbagai negara yang sedang menuntut ilmu mulai dari program sarjana
hingga doktor di berbagai bidang. Jumlah mahasiswa Indonesia di luar
negeri ini diharapkan bisa mencapai 200.000 orang dalam beberapa tahun
mendatang dan diharapkan dapat menempati posisi-posisi strategis di
berbagai lembaga internasional.

"Mereka bisa menciptakan 'Kemerdekaan Kedua' bagi Indonesia, sama halnya
dengan yang dulu dilakukan oleh Perhimpunan Indonesia di Belanda,"
tutur Fasli menambahkan.

Banyak keuntungan

Anis Baswedan, salah seorang penggagas pertemuan I4, yang juga Rektor
Universitas Paramadina, mengatakan, banyaknya ilmuwan Indonesia di
berbagai negara justru memberikan banyak keuntungan. Mereka bisa sangat
menguasai ilmu yang ditekuninya, membangun jaringan dengan ilmuwan
internasional, menguasai berbagai bahasa asing, serta memiliki modal.
Mereka secara tak langsung adalah duta-duta bangsa yang bisa memengaruhi
dunia.

"Jangan tuding mereka tidak nasionalis karena nasionalisme tidak diukur dari keberadaan mereka di Indonesia," katanya.

Ketua Umum I4 Nasir Tamara menambahkan, keberadaan I4 dapat dijadikan
sarana ilmuwan Indonesia di luar negeri untuk membangun kerja sama dan
solidaritas dalam memajukan bangsa. Pada saatnya nanti, pemerintah dapat
memetik manfaat dari keberadaan mereka dengan meminta mereka pulang.

Pertemuan ini juga akan ditindaklanjuti dengan berbagai kerja sama
dengan perguruan tinggi, lembaga riset, dan industri di Indonesia
sehingga ilmu yang dimiliki para ilmuwan Indonesia di luar negeri dapat
dimanfaatkan langsung untuk bangsa. (THY/NAW/MZW)

Salam

Satria Dharma


Read More......

Kebangkitan sepakbola Indonesia penting untuk persatuan bangsa

Di tengah-tengah berbagai macam hiruk-pikuk tentang keistimemawaan daerah
Jogyakarta, tentang kasus Gayus Tambunan, tentang pergesekan di Mahkamah
Konstitusi, tentang kelanjutan kasus besar Bank Century, maka selama
beberapa hari sejak tanggal 16 Desember ini perhatian rakyat Indonesia
banyak tertuju kepada Gelora Bung Karno. Berlainan dengan masa-masa yang
lalu, terutama sejak jaman Orde Baru, Gelora Bung Karno kembali – seperti di
masa-masa yang lalu, sebelum Orde Baru -- menjadi tempat rakyat banyak
untuk ramai-ramai memanifestasikan rasa kebanggaan kepada tanah-air dan
mencurahkan kecintaan kepada bangsa.

Gelora Bung Karno, stadion olah-raga yang terbesar di Asia Tenggara ini dan
yang berkapasitas 88.000 penonton, pada tanggal 16 dan 19 Desember telah
dipenuhi orang untuk menyaksikan pertandingan semi final antara tim nasional
Indonesia melawan tim nasional Filipina. Dengan letupan kegembiraan yang
menggelora, dan sorak-sorai yang gemuruh di seluruh stadion, puluhan ribu
penonton itu mengelu-elukan kemenangan timnas Indonesia atas timnas Filipina
dengan angka 1-0 untuk tanggal 16 dan juga 1-0 untuk tanggal 19 Desember.

Kemenangan Indonesia atas Filipina dalam laga pertama dan kedua itu
menunjukkan bahwa dunia persepakbolaan negeri kita memang mulai memperoleh
kemajuan yang patut dibanggakan. Kita tahu, bahwa selama ini persepakbolaan
kita adalah sangat menyedihkan, karena hanya tergolong kelas enteng atau
hanya tingkat bawah saja di Asia.

Hal-hal penting sekitar pertandingan Indonesia-Filipina

Namun, di samping adanya petunjuk yang menggembirakan seluruh bangsa dengan
adanya kemajuan yang diperoleh timnas di bawah asuhan pelatih Alfred Friedl
(dari Austria), ada juga hal-hal yang sangat penting dengan adanya
pertandingan internasional tingkat tinggi di Gelora Bung Karno ini.

Penonton kedua pertandingan (tanggal 16 dan 19 Desember) di Gelora Bung
Karno yang berjumlah sekitar 88 000 itu telah menunjukkan kepada seluruh
bangsa bahwa -- sebetulnya, kalau sudah datang saatnya dan diperlukan oleh
situasi tertentu -- rakyat kita bisa benar-benar bersatu, dan mempunyai
satu keinginan atau satu kemauan, tanpa mempersoalkan keyakinan politik,
agama, suku, kedudukan dan asal sosial yang dipunyai masing-masing. Mereka
bersatu di sekitar tujuan bersama : mendukung tim nasional dan bersama-sama
mencintai Merah Putih dan tanah-air Indonesia.

Fenomena persatuan yang demikian itu kelihatan sekali pada banyaknya orang
yang memasang tanda Merah Putih pada bajunya, atau mengibarkan bendera kecil
Merah Putih, atau mencat badannya atau mukanya. Di samping itu di mana-mana
terdengar yel-yel atau slogan-slogan oleh ribuan orang « Indonesia menang,
Indonesia menang !». Jelas sekali bahwa pertandingan sepakbola kali ini
menjadi gelanggang besar untuk memanifestasikan persatuan rakyat dan bangsa.
Fenomena semacam ini sudah lama sekali tidak terjadi, kecuali di bawah
pemerintahan Bung Karno dulu.

Yang amat menarik dan juga patut dicermati artinya ialah didengungkannya
oleh ribuan orang tidak henti-hentinya lagu « Garuda di dadaku, Garuda
kebanggaanku », dengan menirukan lagu asal dari Papua « Apuse kokondao ».
Seperti dapat dilihat dalam layar televisi di seluruh Indonesia, lagu «
Garuda di dadaku » banyak dinyanyikan beramai-ramai oleh berbagai kalangan,
dengan antusiasme yang berkobar-kobar, di banyak tempat di seluruh negeri.
Di banyak tempat di seluruh negeri juga ada kebiasaan baru yang makin
meluas, yaitu « nobar » (nonton bareng).

Agaknya, banyak orang yang tidak tahu bahwa lagu yang banyak dinyanyikan
ketika hari-hari pertandingan timnas Indonesia di Gelora Bung Karno itu
sebenarnya pernah menjadi nyanyian yang sangat populer sewaktu pemerintahan
ada di bawah presiden Sukarno. Waktu itu, lagu ini diperdengarkan - dengan
teks aslinya dalam bahasa Papua -- dalam pertemuan-pertemuan besar berbagai
organisasi, dan juga diajarkan di sekolah-sekolah. Namun, selama
pemerintahan Orde Baru, lagu « Apuse » ini, yang sangat populer di « jaman
Orla » itu, tidak terdengar lagi. Baru sekarang inilah kembali terdengar
lagi secara meluas, dengan teksnya yang baru (« Garuda di dadaku »).

Pesta besar yang menggambarkan persatuan rakyat

Fenomena yang penting lainnya yang kelihatan hari-hari terakhir ini adalah
sangat banyaknya kaos merah yang dipakai oleh berbagai kalangan masyarakat,
yang dihiasi dengan lambang Garuda. Kita tahu bahwa dalam lambang Garuda
kita terdapat simbul-simbul yang menggambarkan Pancasila. Sangat banyaknya
penjualan kaos yang berlambang Garuda, baik di Jakarta maupun di kota-kota
besar lainnya (sampai banyak pedagang kaos kehabisan stock) juga merupakan
indikasi bahwa olahraga sepakbola sudah membikin banyak orang seperti kena
hypnose.

Tanpa diketahui oleh banyak orang yang memasang kaos merah dengan lambang
Garuda itu, dengan memasang lambang Garuda di dada mereka, sebenarnya juga
merupakan penghormatan (setidak-tidaknya : ingatan) tidak langsung kepada
Bung Karno, yang menekuni pembuatan lambang ini dan menginstruksikan
penyempurnaan gambar lambang Garuda kepada sebuah Panitia, berdasarkan
idee-idee dasar Sultan Hamid II dari Pontianak.

Juga dari tekad banyak orang untuk bersusah-payah antri panjang sejak pagi
untuk berebut membeli tiket menggambarkan betapa besarnya dukungan dan
kecintaan berbagai kalangan rakyat (termasuk para supporter wanita) terhadap
tim nasional kita. Bahkan, banyak juga yang datang ke Jakarta dari
daerah-daerah yang jauh, karena mereka mau menonton langsung di stadion, dan
tidak puas hanya dengan melihat di televisi saja.

Bolehlah kiranya dikatakan bahwa pertandingan sepakbola kali ini
betul-betul menjadi pesta besar-besaran yang memanifestasikan persatuan
rakyat yang bersifat pluralisme, dan memperlihatkan kesatuan bangsa yang
dewasa ini terasa goyah, tercabik-cabik oleh berbagai persoalan besar di
bidang politik, ekonomi, sosial, agama, dan -- terutama !!! - oleh korupsi
yang sudah lama merajalela.

Bung Karno, pemimpin yang menjunjung tinggi-tinggi olahraga

Sekarang di Indonesia, sepakbola menjadi instrumen yang ampuh untuk
membangkitkan kembali nasionalisme yang sudah terasa mulai memudar,
menggelorakan lagi kebanggaan menjadi bangsa yang besar yang pernah menjadi
ciri-ciri utama bangsa selama di bawah Bung Karno. Jadi, sepakbola tidak
hanya menjadi hiburan bagi sebagian terbesar rakyat kita, melainkan juga
menjadi perekat persatuan bangsa.

Kebangkitan persepakbolaan Indonesia kali ini, yang dimulai dengan
kemenangan atas timnas Filipina mengingakan kembali kepada segala kebesaran
dan keagungan Bung Karno, satu-satunya pemimpin Indonesia yang sejak dini
sekali menunjukkan perhatian besar kepada sport sebagai bagian penting dari
kehidupan dan kebudayaan bangsa, yang dirumuskannya dengan « nation and
character building ».

Bung Karno-lah yang dalam tahun 1950 mempunyai gagasan, tekad untuk
membangun bagi bangsa stadion raksasa yang sekarang terkenal sebagai Gelora
Bung Karno. Pada waktu itu, ketika berbicara dengan Perdana Menteri Uni
Soviet, Nikita Krushchev, yang berkunjung ke Indonesia, ia mengatakan bahwa
ia menginginkan didirikannya sebuah stadion yang besar, megah,, dan bisa
menjadi kebanggaan seluruh bangsa sampai ratusan tahun

Keinginannya yang kuat untuk membuat sesuatu yang besar dan megah bagi
seluruh bangsa ini kemudian terealisasi dengan pemberian kredit jangka
panjang sebesar 12, 5 juta dollar AS (jumlah yang sangat besar waktu itu),
dan bantuan pengiriman ahli-ahli Soviet di berbagai bidang pembangunan .
Untuk menentukan lokasi tempat didirikannya stadion besar ini Bung Karno
dengan didampingi oleh arsitek ternama Friedrich Silaban (orang dari
keluarga Tapanuli dan penganut agama Kristen Protestan) terbang dengan
helikopter berputar-putar mengelilingi udara di atas Dukuh Atas, Pondok
Pinang, Cinere, dan Senayan. Akhirnya dipilihlah Senayan setelah berdiskusi
panjang dengan arsitek yang dibanggakannya itu.

GANEFO yang mengangkat nama bangsa Indonesia

Pandangan Bung Karno tentang pentingnya olahraga bagi kehidupan bangsa tidak
hanya terlihat pada pembangunan stadion yang besar yang nama lengkapnya
adalah Stadion Utama Gelanggang Olahraga Bung Karno, tetapi juga dengan
diselenggarakannya Asian Games dalam tahun 1962 dan kemudian dengan
penyelenggaraan GANEFO (Games of the New Emerging Forces), dalam bulan
November 1963.

Sebagai tokoh raksasa dalam perjuangan melawan kolonialisme dan imperialisme
sejak mudanya, Bung Karno mengatakan berkali-kali dalam pidato-pidatonya
bahwa juga sport tidak bisa dipisahkan dari politik. Itu sebabnya, untuk
Asian Games dalam tahun 1962 di Jakarta itu Indonesia melarang ikutnya
Israel dan Taiwan. Ini untuk melaksanakan politik yang bersahabat dengan RRT
(Republik Rakyat Tiongkok) dan menunjukkan simpati yang besar kepada
perjuangan rakyat-rakyat Arab melawan Israel.

Sikap Indonesia ini diprotes oleh Komite Olimpiade Internasional (KOI) yang
mempertanyakan keabsahan (legitimasi) Asian Games di Jakarta. Sebagai
buntutnya akhirnya Indonesia diskors oleh KOI untuk mengikuti Olimpiade di
Tokio tahun 1964. Sudah tentulah Bung Karno marah sekali dengan keputusan
Komite Olimpiade Internasional dan Federasi Asian Games yang demikian ini.
Karenanya Bung Karno menyatakan Indonesia keluar dari Komite Olimpiade
Internasional dan satu tahun kemudian Indonesia mengadakan Olimpiade
tandingan dalam bulan November 1963, yang dinamakan GANEFO.

Keberanian Bung Karno untuk menyatakan Indonesia keluar dari Komite
Olimpiade Internasional dan juga memutuskan menyelenggarakan olimpiade
tandingan di Indonesia ini merupakan gebrakan politik yang sangat
mengejutkan waktu itu dan yang sangat besar gemanya di dunia
internasioanal, terutama di negara-negara Asia-Afrika-Amerika Latin. Nama,
prestise, atau kehormatan Indonesia dan juga nama Bung Karno sering
disebut-sebut dan dielu-elukan oleh rakyat di banyak negara.

Meskipun dunia Barat (beserta sekutu-sekutunya di berbagai negeri) berusaha
memboikot GANEFO dengan macam-macam cara dan jalan, GANEFO bisa berlangsung
dengan sukses. Seluruh kekuatan demokratis dan progresif (atau kiri) di
Indonesia waktu itu sepenuhnya mendukung dan ikut ambil bagian dalam
bermacam-macam kegiatan dalam projek besar Bung Karno di bidang olahraga dan
politik waktu itu.

GANEFO yang pernah menjadi kebanggaan rakyat Indonesia (dan rakyat berbagai
negara lainnya) telah diikuti oleh 2.200 atlit dari 48 negara di Asia,
Afrika, Amerika Latin dan Eropa, dengan 450 wartawan dari berbagai negara.
Ini merupakan peristiwa yang amat besar dan membanggakan dalam sejarah
bangsa Indonesia.

Dari penyelenggaraan GANEFO dalam tahun 1963 (artinya, 2 tahun saja sebelum
G30S) kelihatan jelas bahwa Bung Karno adalah satu-satunya pemimpin
Indonesia yang menjunjung dunia olahraga Indonesia ke tingkat tinggi sekali
sehingga mendapat banyak penghargaan dari dalam dan luar negeri.

Di bawah pimpinan Bung Karno negara dan bangsa Indonesia bisa memperlihatkan
keunggulannya di banyak bidang.

Stadion Senayan menjadi Gelora Bung Karno

Oleh karena itu, kita bisa mengerti bahwa selama pemerintahan rejim mIliter
Suharto, tidak hanya nama Bung Karno saja yang diusahakan dihapus dari
sejarah bangsa, melainkan juga karya-karya agungnya dan politiknya yang amat
penting dan berguna bagi rakyat (termasuk sejarah GANEFO).Semua golongan
reaksioner dalam negeri waktu itu menyerang politik Bung Karno itu sebagai
tindakan yang buang-buang uang dan tenaga secara percuma saja, atau
megalomania, dan mabuk dengan yang serba « mercu suar » yang banyak
disebut-sebut waktu itu.

Dalam kaitan ini patutlah kiranya kita sama-sama ingat bahwa bahwa nama
Gelora Bung Karno dilarang disebutkan dalam masa pemerintahan Orde Baru
selama 32 tahun, dalam rangka de-Sukarnoisasi secara besar-besaran. Artinya,
apa yang « berbau » Bung Karno harus dilarang. Baru dalam tahun 2001,
presiden Abdurrachman Wahid merobah nama stadion Senayan menjadi Gedung
Olahraga Bung Karno.

Arti gemuruhnya « Garuda di dadaku » dan kenangan kepada masa lalu

Kali ini, dengan diselenggarakannya dua pertadingan Indonesia melawan
Filipina di Gelora Bung Karno, dan dengan kemenangan tim nasional Garuda,
maka seluruh suasana selama beberapa hari itu terasa seperti pesta besar
rakyat yang mengingatkan kepada masa-masa jayanya dunia sport Indonesia
sewaktu Asian Games di Jakarta dan GANEFO.

Dengan gemuruhnya kumandang lagu « Garuda di dadaku » di seluruh negeri, dan
seringnya disebut-sebut Gelora Bung Karno oleh banyak kalangan, maka bisa
dikatakan bahwa sekarang nampak adanya kebangkitan kembali dunia olahraga
Indonesia, seperti yang pernah dibanggakan di masa lalu. Bersamaan dengan
itu, atau seiring dengan itu, kebangkitan kembalinya dunia olahraga kita
juga berarti - secara langsung atau tidak langsung, dan setapak demi
setapak – hidup kembalinya berbagai gagasan-gagasan besar Bung Karno, yang
sudah berpuluh-puluh tahun diusahakan padam atau mati oleh Orde Baru.

Nantinya, sejarah bangsa kita akan menyaksikan bahwa juga melalui Gelora
Bung Karno-lah lambat-laun akan dikubur, untuk selama-lamanya, berbagai
hal yang berbau Orde Baru. Itulah arah perjalanan sejarah rakyat Indonesia
selanjutnya.

Paris, 20 Desember 2010

A. Umar Said



Read More......

Formula Baru Unas sebagai ”Cek Darah”

Oleh MOHAMMAD NUH

Menteri Pendidikan Nasional

Ujian Nasional (Unas) 2011 tetap dilaksanakan. Hasil terakhir rapat Panitia Kerja Unas DPR dengan Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas)memutuskan, dengan formula baru, Unas 2011 tetap digelar. Ini keputusanpolitik yang telah diambil. Artinya, secara politis persoalan ada-tidaknya unaspada 2011 sudah selesai. Kini tinggal memformulasikan bobot dalam bentukpersentase mata pelajaran untuk menentukan lulus-tidaknya siswa.
Mengapa perlu keputusan politik? Sebagai sebuah kebijakan publik,keputusan politik yang bersifat mengikat menjadi penting. Harapannya, melaluikeputusan politik itu, ke depan persoalan unas tidak lagi diperdebatkan tiap tahun, sehingga menghabiskan energi. Sudah waktunya evaluasi terhadap unasbukan pada perlu atau tidaknya unas, tapi lebih pada substansi bagaimana upaya meningkatkan dan memeratakan kualitas pendidikan dari apa yangdiperoleh melalui hasil unas.

Terhadap kerja DPR yang telah menjaring pendapat publik, untukmenentukan keputusan politik itu, pemerintah perlu berterima kasih.

Tiga Nilai

Berkaitan dengan formula baru Unas 2011 perbaikan dan penyempurnaan penyelenggaraan serta peningkatan kualitas menjadi ruhnya, sebagaimana diminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sedikitnya ada tiga nilai yang meny ertai formula baru Unas 2011 dengan landasan falsafati pada komprehensifnes dan kontinuitas.

Pertama, formula baru Unas 2011 dalam upaya mengintegrasikansecaravertikal,yakni mengakomodasi dan mengakui bahwa setiap jenjang capaian peserta didik harus bisa dijadikan paspor ke jenjang satu tingkat lebih tinggi di atasnya. Makna lain, formulasi Unas 2011 akan memperhitungkan nilai yang telah diraih atau diperoleh peserta didik sejak di kelas pertama pada jenjang yang ditempuhnya.

Kedua, integrasi horizontal atau integrasi sosial. Ini dapat memberikan kesempatan kepada peserta didik yang secara ekonomi belum terlalu beruntung untuk menaiki anak tangga jenjang pendidikan berikutnya. Terhadap kondisi ini, melalui PP 66 Tahun 2010, pemerintah telah mengakomodasi bahwa 20 persen dari jumlah total penerimaan siswa/mahasiswa baru harus berasal dari masyarakat kurang mampu.

Ketiga, integrasi kewilayahan, berkaitan dengan upaya mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Upaya ini dilakukan melalui keharusan memberikan kesempatan agar 60 persen kursi mahasiswa baru di perguruan tinggi diperebutkan secara terbuka dan nasional.

Inilah makna penting dan strategisnya formula Unas 2011 yang kini disiapkan. Ruhnya tetap pada bagaimana memberikan akses dan pelayanan pendidikan seluas-luasnya tanpa membedakan asal-usul peserta didik sebagai konsekuensi dari education for all (EFA).

Harus diakui, sistem evaluasi itu (baca: unas) adalah bagian dari proses belajar-mengajar. Dengan demikian, kalau diistilahkan unas sebagai ”pohon”-nya, sistem proses belajar mengajar itu sebagai ”hutan”-nya. Jangan sampai gara-gara memperdebatkan urusan pohon tadi, hutannya menjadi tidak terawat.

Tujuan unas adalah menentukan kelulusan siswa serta peta atau data kualitas pendidikan. Jadi, selain menentukan kelulusan siswa, unas bisa dipakai sebagai peta, sehingga kalau nanti dari hasil unas ada sekolah tertentu yang kondisinya tidak bagus, bisa dilakukan intervensi untuk meningkatkan kualitas sekolah itu.

Dari pelaksanaan Unas 2010, misalnya, pemerintah telah melakukan intervensi kebijakan tersebut, melalui pengalokasian anggaran Rp 100 miliar untuk seratus kabupaten/kota yang dari analisis hasil unasnya, tingkat kelulusan peserta didik di sekolah itu masih minim.

Apa yang diintervensi? Bergantung pada hasil unas. Bisa saja nilai unas suatu sekolah rendah karena tidak ada atau kekurangan guru mata pelajaran tertentu atau minimnya infrastruktur di sekolah itu. Ini berarti perlakuan terhadap setiap kabupaten/kota dan tiap sekolah berbeda- beda, bergantung pada kondisi sekolah.

Pada titik inilah, unas adalah bagian dari pemetaan mutu pendidikan secara nasional. Dengan demikian, hasil unas dapat dipetakan berdasar kewilayahan, mata pelajaran, dan sumber daya pendidikan. Selain itu, hasil unas sebagai ”pintu masuk” upaya perbaikan mutu pendidikan secara menyeluruh di tingkat satuan pendidikan, dan sebagai ”paspor” untuk masuk ke jenjang pendidikan berikutnya.

Terhadap pendapat yang membedakan antara nilai unas dan nilai ujian masuk, dapat disampaikan argumentasi bahwa terdapat overlapping materi-materi unas dan ujian masuk. Pada overlapping inilah seharusnya kita berikan makna sebagai ”paspor” untuk menaiki anak-tangga pendidikan berikutnya.

Perbedaan Unas 2011

Pertanyaannya, apa perbedaan signifikan an tara Unas 2010 dan formula baru Unas 2011?

Perbedaan signifikannya ada pada pembobotan nilai yang diperoleh siswa di sekolah untuk me nentukan lulus tidaknya peserta didik. Agar merasa memiliki (ownerships), formula itu disusun dan disepakati bersama oleh para kepala dinas provinsi, kabupaten/kota. Selain itu, lulus-tidaknya peserta didik bukan ditentukan semata oleh nilai unas, tapi dari gabungan prestasi peserta didik sebelumnya. Penentuannya diserahkan sepenuhnya kepada satuan pendidikan tempat peserta didik itu berada.

Perlu diingatkan kembali bahwa unas bukanlah satu-satunya penentu atau syarat kelulusan peserta didik. Unas lebih diutamakan sebagai alat ukur dalam rangka melihat dan meningkatkan kemampuan siswa. Ini karena lulus-tidaknya siswa sesungguhnya ditentukan empat hal.

Pertama, siswa sudah menyelesaikan seluruh program pendidikan. Kedua, dinyatakan lulus aspek moral dan akhlak. Ketiga, lulus ujian sekolah, dan terakhir, lulus ujian nasional.

Pada titik inilah unas bukan lagi untuk diperdebatkan, tapi dilaksanakan secara kredibel. Bagaimana menciptakan unas yang kredibel atau dapat dipercaya? Tentu dengan melakukan perbaikan atau penyempurnaan di sana-sini menyangkut sisi persiapan di dalamnya, seperti bentuk dan materi soal, pengamanan pencetakan dan pendistribusian; sisi pelaksanaan, berkait dengan pengawasan, serta persiapan bagi orang tua dan para peserta didik, agar tidak setres secara berlebihan. Bagaimana dengan kecurangan-kecurangan yang selama ini terjadi? Untuk mencegah terjadinya kecurangan unas, pada 2011 pengawasan dan pengamanan diperketat. Mulai penggandaan soal, termasuk memperbanyak tipe soal, distribusi soal, pelaksanaan ujian di setiap ruang ujian, sampai penilaian.

Selain itu, kecurangan dalam pelaksanaan ujian nasional tahun-tahun sebelumnya telah diidentifikasi, baik modus maupun sekolah pelakunya. Berdasar hasil identifikasi itu bisa dilakukan langkah-langkah pencegahan agar kasus serupa tak terulang. Kejujuran merupakan kata kunci dan syarat mutlak yang memang harus terus-menerus dipegang dalam pelaksanaan unas. Itu sebabnya, moto dalam pelaksanaan Unas 2010: Prestasi dan Kejujuran, tetap dilanjutkan pada 2011.

Sekali lagi, perlu penegasan bahwa unas bukan segala-galanya, tapi perlu terus dipelihara. Sebab, faktanya, unas sama saja dengan ujian-ujian lain yang dilakukan di sekolah. Harus dipahami bahwa ujian adalah sesuatu yang biasa dalam pendidikan. Jadi, itu bukan hal baru, bahkan ada sejak sebelum kemerdekaan.

Di sinilah unas dapat diibaratkan bagian dari ”cek darah”. Tujuannya, antara lain, untuk mengetahui seberapa sehat tubuh dunia pendidikan kita. Bukankah untuk mengetahui organ tubuh kita berfungsi baik atau tidak, bisa dilakukan melalui ”cek darah” dan baru dilakukan penanganan secara khusus setelah kita mengetahui tidak berfungsinya organ kita.

sumber: Jawa Pos 20 Desember 2010

Read More......