Terungkap Dari Pengadaan Dua Pos Logistik
Semingu jelang pelaksanaan pemilihan gubernur (pilgub) ekstra di Bangkalan dan Sampang, Madura, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Jawa Timur diguncang masalah. Lembaga penyelenggara pilgub ini ditengarai melakukan konspirasi dengan beberapa perusahaan pemenang tender hingga diduga merugikan negara Rp 27 miliar.
Menguapnya uang negara yang cukup besar itu hanya bersumber dari Pilgub putaran I saja. Dari total anggaran yang dikelola untuk pilgub putaran I senilai Rp 625 miliar, diduga kuat Rp 27 miliar lebih menguap alias bocor. Ini hanya terjadi dari pengadaan kertas surat suara dan kartu pemilih.
Diperkirakan kebocoran juga terjadi pada
pengadaan logistik lainnya. Hanya saja yang terungkap saat ini baru pada pos pengadaan kartu surat suara dan kartu pemilih. Terungkapnya dugaan mark up besar-besaran tersebut diketahui setelah Surabaya Pagi mendapatkan data pembanding harga pembelian kertas suara dan kartu pemilih antara Pilgub Jatim dengan Pilgub Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Informasi yang berhasil dihimpun Surabaya Pagi, rincian dana menguap tersebut diketahui berasal dari pengadaan kertas surat suara yang saat itu dimenangkan PT Temprina Media Grafika senilai Rp16.871.155. 851 dan pengadaan Kartu Pemilih yang dimenangkan PT Jasuindo Tiga Perkasa dengan nilai tawar Rp18.827.903. 438.
Harga tersebut dinilai terlalu mahal jika dibanding harga pada
umumnya alias diduga kuat digelembungkan. Sekedar diketahui, dengan jumlah kartu pemilih 29,1 juta pada Pilgub putaran I (23 Juli 2008), KPU telah merogoh kocek hampir Rp 35 miliar.
Sebagai pembanding, kebutuhan surat suara Pilgub di Jawa Timur dengan jumlah pemilih 29,1 juta jiwa dianggarkan sebesar (PAGU) Rp 18.827.903.438. Diketahui pemenang tender untuk surat suara ini adalah PT Temprina Media Grafika yang mengajukan penawaran Rp16.871.155. 851.
Jika dibandingkan dengan Pilgub Jawa Tengah yang diselenggarakan satu bulan lebih awal (22 Juni 2008), kebutuhan dana untuk pengadaan surat suara untuk 28,3
juta pemilih, KPU Jawa Tengah hanya menganggarkan (PAGU) Rp 3.372.451.000 saja. Malah saat itu, PT Lancar Abadi Jaya sebagai pemenang tender hanya butuh Rp 2.187.627.272.
”Begitu besarnya selisih pengadaan di KPU Jatim dan Jateng. Padahal, kartu yang dicetak selisihnya hanya sekitar 1 juta. Masak untuk biaya cetak 1 juta kartu pemilih butuh Rp 14 miliar,” beber Bambang Smith, Koordinator Aliansi LSM Jatim kepada Surabaya Pagi, kemarin.
Perbedaan selisih harga yang begitu mencolok tadi, dinilai Bambang Smith sebagai lelucon bisnis yang gila. Karena KPU Jawa Tengah hanya membutuhkan anggaran kurang dari Rp 2 miliar untuk memenuhi kebutuhan 28 juta kartu suara. Sementara pada Pilgub Jatim, hanya untuk mencetak 1 juta kartu suara, KPU Jatim, menyedot anggaran Rp 14 miliar.
Dugaan mark up juga terjadi pada kebutuhan kartu pemilih (Formulir A). Terjadi perbedaan mencolok antara Jatim dan Jawa Barat. Dengan asumsi jumlah pemilih yang
hampir sama (sekitar 29 juta jiwa), ternyata untuk kebutuhan kartu pemilih (Formulir A), Pemprov Jabar hanya butuh Rp 5.000.000.000 seperti yang ditawarkan pemenang tender -Percetakan Negara Republik Indonesia (Peruri).
Anehnya, di Jawa Timur dengan jumlah pemilih yang juga 29 juta jiwa, dana untuk kartu pemilih ternyata cukup fantastis. Ini diketahui dari harga penawaran pemenang tender, PT Jasuindo Tiga Perkasa Rp 18.837.583.297. Artinya terdapat selisih Rp 13,8 miliar antara Jatim dengan Jabar untuk pengadaan kartu pemilih (Formulir A).
Bambang mengatakan jika ditotal, maka selisih anggaran untuk memenuhi kebutuhan surat suara serta kartu pemilih antara Jateng/Jabar dengan Jatim mencapai Rp 27 miliar. ”Saya curiga, perbedaan dana sebesar itu untuk dibagi-bagi antara oknum KPU dengan pengusaha,”
tudingnya.
Akibatnya, lanjut Bambang, antara pengusaha dengan panitia ataupun KPU sebagai pengelola dana pilgub tidak berdaya dengan nilai keuntungan yang besar kemungkinan diperoleh.
Menurutnya, Sekretariat KPU bisa dibilang sebagai gudangnya orang-orang kerap melakukan kong kalikong dengan pihak ketiga dalam hal ini rekanan. Parahnya lagi, kongkalikong itu merembet pada pembesaran setiap anggaran kebutuhan pilgub. “Saya melihat beberapa jenis dana pengadaan ada yang dibesar-besarkan, supaya komitmen antara pengusaha dan KPU mulus,” tukasnya.
Smith yakin, usai Pilgub Jatim, banyak pihak akan buka-bukaan membeber apa yang sebenarnya terjadi antara kPU dengan rekanan. Bahkan, laporan-laporan dari LSM ini sudah menjadi bahan di Kejaksaan atau kepolisian. “Kita tidak ingin menganggu pilgub, nanti setelah pilgub selesai, kita pasti beber semua,” janjinya. Sampai sekarang pihaknya terus mengumpulkan data-datanya. Termasuk tidak
profesionalnya pemenang tender.
Sayangnya, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) M Djunaidi selaku salah satu penanggungjawab tender belum bisa dikonfirmasi terkait hal ini. Demikian pula Sekretaris KPU Jatim, Zainal Muhtadien. Saat keduanya dihubungi ponselnya, tadi malam, tidak aktif. Namun informasi yang didapat wartawan Surabaya Pagi, Zainal kemarin sedang berada di Jakarta dalam rangka rapat terkait persoalan pemilu. Sementara Djunaidi berada di Surabaya yang siangnya masih melakukan rapat bersama Badan Kesatuan Bangsa (Bakesbang) Jatim. n tim
Sumber : Harian Surabaya Pagi
0 komentar:
Posting Komentar