Tersangka Korupsi Kabur Disidik Tahun 2007, Berkas Korupsi itu masih di Polwiltabes

Hingga tadi malam (17/2), keberadaan Johan Tedja Surya, satu dari enam tersangka korupsi proyek pintu gerbang (tollgate) Bandara Juanda Rp 4,1 miliar, masih tidak jelas. Demikian pula kasus yang ditangani penyidik Polwiltabes sejak 2007, masih belum jelas juntrungan pemberkasan. Hal ini membuat Kejari Sidoarjo bertanya-tanya. Kabar terbaru, Johan yang gagal jadi anggota DPR-RI dari Partai Golkar, dikabarkan sembunyi di Singapura.

Dua hari ini Surabaya Pagi yang mencoba menemui Johan Tedja di kantornya di Perumahan Bumi Citra Fajar (BCF), tidak berhasil. Johan yang memiliki perusahaan real estate ini tidak ngantor. “Wah, tidak tahu kapan baliknya,” tukas Satpam di sana, Rabu (17/2).

Saat dihubungi melalui ponselnya (0811158xxx) dan flexinya (O31-72253xxx) juga tidak diangkat, meski terdengar nada masuk. Bahkan Surabaya Pagi mencoba konfirmasi melalui SMS, juga tidak dibalas.

Menurut seorang sumber dari salah satu rekan bisnis Johan di Surabaya, bahwa Johan pergi ke Singapura. "Pak Johan sejak Sabtu lalu ke Singapura, ya biasanya dia ada bisnis juga di sana, bisnisnya kan banyak," tutur sumber tersebut. Rencananya, Johan baru balik lagi ke Surabaya pada Minggu (21/2) lusa.

Ia juga mengaku sempat mendengar terkait masalah proyek di Juanda yang menimpa Johan. Namun, terakhir komunikasi, Johan mengatakan sudah tidak ada masalah. "Setelah itu, dia langsung pergi (ke Singapura)," tandasnya. Ditambahkan sumber itu, Johan mengaku tenang karena sudah melakukan klarifikasi ke pejebat di Polwiltabes Surabaya. "Kalau sekarang ramai lagi saya kurang tahu," sahutnya.

Apa yang diungkapkan rekan bisnis Johan ini ada benarnya. Sebab, menurut sumber di lingkungan perusahaan Johan, bahwa bosnya itu berupaya menyetop kasus tersebut melalui makelar kasus (Markus). “Yang saya dengar Pak Johan siapkan dana Rp 1 miliar,” tuturnya.

Sayangnya, Polwiltabes Surabaya hingga kini masih bungkam. Kapolwiltabes Surabaya Kombes Pol Ike Edwin saat dikonfirmasi enggan menjelaskan. “Ke Kasat saja ya,” cetus Kapolwil.

Sementara Kasat Reskrim AKBP Anom Wibowo juga belum bisa menjelaskan. “Saya sekarang masih berada di Yogja, besok (hari ini, red) sajalah kita ngobrol-ngobrol soal kasus tersebut di kantor. Lagian berkas-berkasnya kan ada di Surabaya,” elak Anom ketika dihubungi via ponselnya, kemarin.

Ada Markus
Tentu saja ini memantik kecurigaan. Selain penyidikan lambat, tersangka kasus ini termasuk Johan Tedja, belum juga ditahan. Inilah yang menjadi perhatian Malang Coruption Watch (MCW)—jaringan Indonesia Corruption Watch di Jatim. Lembaga penggiat anti-korupsi ini mencurigai pengananan kasus tollgate Bandara Juanda ini telah diintervensi Markus. “Memang, peluang itu sangat besar, meskipun telah ada Satgas Pemberantasan Mafia Hukum,” kata Luthfi Kurniawan, koordinator MCW kepada Surabaya Pagi, kemarin.

“Seharusnya Polwil segera menahan tersangka. Jangan kemudian beralasan tidak akan lari,” tutur Luthfi. Penahanan perlu segera dilakukan, jelasnya, sebab kasus korupsi merupakan kasus luar biasa. Karenanya harus ditangani secara luar biasa. “Harus segera ditangkap,” pinta Luthfi.

Dia menyatakan, digerakkannya Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Mafia Hukum sejak bebarapa pekan lalu hanya berpengaruh di pusat (Jakarta). “Tidak ngefek di daerah,” ujarnya. Karenanya, ia menilai, praktek mafia hukum di daerah masih ramai dilakukan oleh orang berprofesi makelar kasus. “ini termasuk salah satu dari criminal justice system,”ujarnya.

Menurut Luthfi, ada beberapa ciri sebuah kasus telah dimasuki Markus. Di antaranya, proses penyidikan lambat, alat bukti selalu sumir, diusahakan sekuat mungkin tidak dipublikasikan ke masyarakat, dan aparat hokum selalu memberi keterangan berubah-ubah. “Ciri kasus seperti ini biasanya telah ada intervensi markus,” ungkapnya.

Luthfi mengaku berani memaparkan ciri tersebut, dari beberapa informasi yang sering diberikan warga dan dari hasil risetnya. Dengan beberapa ciri di atas, jelas Luthfi, bisa diberikan penilaian akan indikasi adanya Markus yang bermain. Pada kasus ini, Luthfi menyarankan agar kejaksaan bersikap tegas dan jangan pandang bulu. “Segera tahan, agar bisa memenuhi kepercayaan masyarakat. Biar masyarakat tidak mengira penegak hukum bagian dari criminal justice system,” terangnya.

Pokok Perkara
Seperti diberitakan, Direktur Komersial & Pengembangan Usaha PT Angkasa Pura I Y.A.Y. Supardji, dan Direktur PT Sidomakmur Maju Industrial Estate Johan Teja S dijerat dengan pasal 2 dan 3 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU NO. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Di pasal tersebut ancaman hukumannya pidana penjara 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp 200.000.000 dan paling banyak Rp 1.000.000.000.

Ada dua hal yang dianggap melanggar dalam proyek lahan reklame seluas lebih 1.000 meter persegi tersebut. Pertama, secara tertulis dan nonprosedural, direktur komersial dan pengembangan usaha PT Angkasa Pura I menunjuk langsung rekanan untuk proyek pembangunan tollgate tersebut. Tidak melalui tender/lelang.

Perusahaan yang ditunjuk adalah PT Sidomakmur Maju. Sebagai kompensasi,
perusahaan itu meminta space iklan di tollgate tersebut. Kemudian, pada tahun 2007, perusahaan ini menjual space iklan itu dan laku Rp 14,05 miliar untuk iklan rokok.

Selain itu, penyidik menemukan adanya markup anggaran pembangunan tollgate. Dari yang seharusnya Rp 4,1 miliar menjadi Rp 4,3 miliar. Tollgate tersebut juga ternyata tidak sesuai dengan spesifikasi dan rancang anggaran bangunan (RAB) yang ada.

Atas pelanggaran itu, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan audit. Hasilnya, ditemukan kerugian negara senilai Rp 4.174.000.000. Kerugian ini dari adanya sejumlah mekanisme pemanfaatan lahan untuk reklame yang tidak prosedural (seperti beauty contest) dan pembangunan tollgate itu sendiri. n

http://www.surabaya pagi.com/ index.php? p=detilberita& id=43571


0 komentar:

Posting Komentar