Moral Story dari Sri Mulyani
Dua hari lalu Bapak menerima rekaman pernyataan Sri Mulyani di Hotel
Ritz Carlton dan mendengarkan secara seksama ungkapan-ungkapan
keprihatinan dan perjuangan dalam memperbaiki perekonomian nasional
Indonesia. Berikut ini catatan dari Bapak:
Intelijen Indonesia
termasuk minoritas elemen bangsa Indonesia tanpa kepentingan pribadi
yang berusaha menjaga stabilitas ekonomi Indonesia melalui upaya-upaya
mendorong dan memelihara proses reformasi sistem ekonomi nasional
termasuk dalam masalah etika. Sebagaimana sahabat Blog I-I perhatikan
isi dari ratusan artikel Blog I-I umumnya adalah bagaimana intelijen
sebagai salah satu unsur penting dari penyelenggaraan negara dapat
memberikan masukan yang tepat bagi Presiden, termasuk ketika akhirnya
Presiden terjepit dalam membela Sri Mulyani atau mengalah kepada
tekanan pengusaha hitam dan politisi haus kekuasaan.
Dunia
dalam sejarahnya bergerak dari sejumlah sebab dan menjadi akibat.
Secara ideologi, Blog I-I menganjurkan posisi Indonesia yang pragmatis
dan senantiasa fleksibel dalam melakukan adjustment dengan dinamika
global, bukan terserap ke dalam arus ekonomi dunia sebagaimana
dituduhkan sebagian kalangan yang sok-sokan mengaku pembela ekonomi
rakyat namun tidak mengerti mekanisme dan sistem yang tepat. Apa yang
dilakukan Sri Mulyani selama ini jauh dari tuduhan neolib karena
Intelijen Indonesia tahu persis siapa-siapa yang dibayar untuk membunuh
karakter Sri Mulyani dengan tuduhan Neolib, mudahnya perhatikan
siapa-siapa yang teriak-teriak tentang Neolib...mereka semua bayaran
bukan?
Namun Blog I-I tetap memperhatikan petingnya proteksi
dalam pengertian kepedulian terhadap angka kemiskinan dan pengangguran
yang masih tinggi di Indonesia, dimana perlu ada semacam program
pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui program-program yang tepat
termasuk dalam memperkuat industri kecil dan menengah. Namun hal itu
seyogyanya bersih dari unsur kepentingan kelompok yang akan diuntungkan
dari sebuah kebijakan publik, hal ini terkait dengan etika yang
dikemukakan Sri Mulyani.
Kebenaran adalah kebenaran dan tidak
dapat dipalsukan oleh propaganda murahan untuk menjadikan kebenaran itu
sebagai sesuatu yang salah. Sehingga tidak perlu kita ambil pusing
karena pada saat pihak-pihak yang senang memalsukan kebenaran bercerita
tentang kebohongan, kita harus tetap teguh menceritakan tentang
kebenaran dengan ketulusan. Walaupun sepintas waktu kita melihat bahwa
Indonesia masih akan diliputi awan gelap angkara murka kepalsuan dan
kepentingan individu dan kelompok, namun cahaya pencerahan Republik
Indonesia yang kita cita-citakan masih ada di ujung lorong yang sedang
kita lalui saat ini.
Pernyataan Sri Mulyani tentang kemenangan
sangat dipahami dan sejalan dengan semangat Blog I-I. Ada hal menarik
yang dapat sahabat Blog I-I renungkan dan jadikan pegangan dalam
menjalankan tugas membela Republik Indonesia, sbb;
Pertama,
tidak menghianati kebenaran. Hal ini merupakan jati diri reformasi
Intelijen Indonesia untuk memperbaiki diri dengan berpegang teguh pada
kebenaran. Walaupun banyak pihak menyatakan bahwa kebenaran bersifat
relatif dan sangat dipengaruhi oleh cara pandang dan keyakinan, namun
dapat saya garis bawahi disini yaitu pada saat hati nurani kita
berteriak ada yang salah maka hal itu sudah melanggar keyakinan kita
pada kebenaran. Sampaikanlah kebenaran walaupun hal itu akan
mengorbankan diri kita sebagai abdi negara. Sudah waktunya kita berdiri
tegak demi kemajuan Republik Indonesia dan demi masa depan bangsa
Indonesia.
Kedua, tidak mengingkari nurani diri sendiri.
Menyambung pada poin nomor pertama diatas, nurani atau hati nurani
adalah suara dalam diri kita sendiri yang akan segera berteriak ketika
kita melangkah pada hal-hal yang tidak benar menurut cara pandang dan
keyakinan kita. Manakala dilanggar kita telah mengiris hati nurani kita
sendiri. Mudahnya demikian: pada suatu ketika seorang petugas akan
dihadapi oleh kesempatan untuk mencuri uang negara, apapun alasannya
ketika kita akan mencuri akan terdengar suara lirih di hati kita
.....jangan ! Membunuh nurani kita sendiri rasanya akan sama dengan
membunuh jiwa, sekali...dua kali...tiga kali, maka kita akan terbiasa
dan akhirnya nurani kita bungkam terbungkus oleh pembenaran perilaku
nafsu.
Ketiga, menjaga martabat dan harga diri. Hal ini identik
dengan jati diri manusia dan bukan refleksi kesombongan karena
berbangga-bangga dengan martabat. Jatuhnya martabat seseorang bukan
disebabkan oleh apa yang disebutkan orang lain, kita boleh saja senang
berpakaian sederhana, namun akan ada orang lain yang menilainya
kampungan. Sedangkan harga diri terkait dengan prinsip-prinsip dasar
yang diyakini seseorang dan menjadi pegangan dalam perjalanan hidupnya.
Pada saat prinsip tersebut dilanggar, maka harga dirinya lenyap, hancur
atau menguap dan akhirnya menjadi olok-olok manusia yang berjiwa rendah
karena sama-sama tidak memiliki apa yang disebut harga diri. Salah satu
contoh sederhana manusia yang tidak memiliki harga diri adalah mereka
yang melakukan segala cara dalam mencapai jabatan dan kekuasaan
termasuk dengan menjual dirinya dan mengemis kesana kemari, bahkan
mengeluarkan modal besar sebagai bentuk investasi untuk mempengaruhi
proses dirinya menjadi pejabat tinggi.
Hanya satu catatan dalam
melihat kemenangan yang didefinisikan Sri Mulyani, yaitu bahwa bangsa
Indonesia kalah dalam semangat reformasi dan memperbaiki kehidupan
berbangsa dan bernegara. Sri Mulyani boleh merasa menang karena dirinya
tidak terkontaminasi kebusukan politik dan keserakahan sejumlah elit
nasional serta dapat mempertahankan integritasnya, bahkan sesungguhnya
saya juga tahu bahwa Sri Mulyani berani untuk membuka seluruh kebusukan
kasus Bank Century demi kebenaran. Tetapi karena kisah akhirnya adalah
konspirasi politik, maka saya lebih melihatnya sebagai kekalahan telak
kepada apa yang kita yakini sebagai etika, kebenaran, nurani, dan harga
diri. Kepada siapa bangsa Indonesia mengharapkan proses perbaikan
apabila satu persatu individu yang memiliki integritas di negeri ini
melepaskan pengaruh dan kekuasaannya.
Catatan terakhir, Sri
Mulyani harus melihat juga dari sisi di luar diri pribadinya, yaitu 260
juta penduduk Indonesia tertegun melihat drama Bank Century dalam kabut
kebohongan publik dan konspirasi politik...bertanya-tanya apa yang
sesungguhnya terjadi. Bangsa Indonesia juga meraba-raba di dalam gua
yang gelap terseok-seok dalam lorong yang becek, lembab dan berbau, dan
bertanya mengapa cahaya di ujung lorong ini semakin redup. Sementara
dalam pusing dan mual, bangsa Indonesia juga mendengar suara pesta
hiruk-pikuk koalisi kepentingan serta rencana-rencana mengatur kue
negara...Oh tidak ! seorang nenek yang sudah lemah berseru, pesta itu
seperti di masa saya muda dan akibatnya saya menjadi menderita begini,
bangsa Indonesia kehilangan harga diri dan jati dirinya.
Semoga
catatan ini dapat menjadi pelajaran bagi kita semua dalam menilai diri
kita masing-masing, serta dalam melihat dinamika politik, ekonomi,
sosial dan budaya di negeri yang kita cintai Republik Indonesia.
Demikian penuturan Bapak Senopati Wirang.
http://intelindonesia.blogspot.com/2010/05/moral-story-dari-sri-mulyani.html
Mau dapat uang Gratis, dapat kan di http://roabaca.com/forum/index.php/topic,87.0.html
0 komentar:
Posting Komentar