"Transaksi" Pendidikan

Berita pelaksanaan ujian nasional bulan Maret 2010 seharusnya tidak
mengagetkan (Kompas, 12/11).

Tiap tahun, menjelang ujian nasional, cepat atau lambat, ada ”pemadatan
pengajaran”. Konsentrasi anak hanya dipusatkan pada kiat menjawab pertanyaan
secara tepat.


Apakah para pengambil keputusan sadar bahwa yang ”menggembirakan” dari ujian
nasional hanya pemadatan pengajaran, bukan pemadatan pembelajaran?

*Sistem mekanis*

Dalam Introducción a la Filosofía de la Educación (TW Moore, 1987),
pendidikan sering dipahami secara keliru, sekadar transaksi. Ibarat
jual-beli, guru yang (diandaikan) memiliki keunggulan pengetahuan dan
pengalaman ditawarkan kepada siswa. Guru menjadi sumber informasi,
instruktur, ahli, dan animator.

Agar proses belajar-mengajar tidak terkesan vertikal, otoriter, atau sekadar
mendikte, yang notabene sudah bukan zamannya lagi, guru mencari aneka
”strategi pengajaran”. Berbagai cara dikembangkan, bukan untuk menguatkan
jelajah intelektual, tetapi sekadar menguatkan daya hafal dan ketelatenan
melaksanakan instruksi. Sekolah pun gembira saat apa yang diajarkan dikuasai
sangat baik oleh siswa dan hal itu terbukti dalam ujian.

Keinginan belajar juga ditimbulkan lewat ujian. Mekanisme ujian memaksa
siswa memberi prioritas pada persiapan sambil menyampingkan (untuk
sementara) dorongan negatif yang mengarah pada kenakalan remaja. Guru,
orangtua, terutama pemerintah, gembira karena semangat belajar anak
meningkat.

Sekilas, hal-hal seperti ini membanggakan. Namun, bila dikritisi, semangat
belajar yang tercipta, baik melalui menghafal maupun pemaksaan lewat ujian,
hanya bersifat mekanistis. Jika seseorang belajar bukan karena kesadaran
tetapi paksaan, materi yang dikuasai tak akan bertahan. Ia ada selagi ada
rangsangan eksternal dan akan minggat seirama perginya sokongan.

Sialnya, kepincangan model pendidikan transaksional seperti ini tidak mudah
dibasmi karena pelaksanaannya membutuhkan biaya transaksional yang amat
remuneratif. Pemerintah, misalnya, memberi anggaran besar guna menyukseskan
ujian nasional. Sekolah dalam kerja sama dengan bimbingan belajar menggelar
uji coba massal (berbiaya mahal). Semua dilaksanakan dengan asumsi
”meningkatkan mutu pendidikan”.

*Pembelajaran organis*

Jebakan pendidikan (ujian nasional) yang mekanis-transaksional hendaknya
disadari sebagai sebuah kepincangan. Para pengambil keputusan mestinya
insaf, yang diperoleh dari ujian nasional hanya pembelajaran mekanis yang
sama sekali tidak mendidik. Anak belajar karena didesak keadaan dan berhenti
seirama hilangnya rangsangan.

Pribadi yang dihasilkan dari model pendidikan seperti ini pun bisa ditebak.
Yang dikejar adalah ijazah, bukan kompetensi. Lebih parah lagi, orang
seperti itu, saat menjadi pejabat, yang dikejar bukan kreativitas,
keikhlasan memberi, dan mengabdi, tetapi kelicikan mengambil barang atau hak
orang lain, menipu, bahkan memeras. Kongkalikong dihalalkan demi memperkaya
diri. Dengan ”lincah” mereka lepas dari jerat hukum. Dengan ”cerdik”,
menjebak orang lain. Rasanya ada kepuasan tersendiri saat melihat orang
susah dan susah melihat orang senang.

Untuk itu, tak ada pilihan selain peralihan kepada pembelajaran organis.
Dalam sistem ini, jelajah nalar dioptimalkan, hati digerakkan, minat dan
semangat didorong, serta motivasi dan kesadaran diri diberi ruang gerak
luas. Melalui pendekatan ini, seseorang akan menjadi pribadi kian mandiri.
Ia akan bebas berkreasi dan berinovasi. Ia punya intuisi sosial dan
kontributif terhadap pembentukan masyarakat yang lebih baik.

Cara organis seperti ini sudah terbukti di beberapa negara maju. Mereka
memberi kesaksian, belajar yang dipaksakan tidak punya manfaat untuk
pengembangan diri anak. Yang harus dibuat adalah menjadikan sekolah sebagai
komunitas pembelajaran. Dari sana diharapkan terlahir pribadi kreatif dan
konstruktif. Pribadi ini selain mandiri juga kontributif terhadap penciptaan
masyarakat yang lebih baik. Yang dilakukan bukan menjadi benalu masyarakat
dan bangsa, tetapi penuh kreatif mempersembahkan sesuatu yang bermakna untuk
bangsa dan negaranya.

Muara dari semua ini adalah terbentuknya bangsa yang lebih berkarakter.
Jelasnya, bangsa ini akan kian baik saat model pembelajaran organis kian
diberi tempat dan impian kosong di balik ujian nasional yang menggunakan
pembelajaran mekanis ditinggalkan.

Kalau kita berani melakukannya, sebuah tatanan baru akan lebih tercapai dan
masalah yang meresahkan akibat tingkah pejabat yang merisaukan (seperti
terjadi antara polisi dan KPK) akan lenyap atau minimal berkurang. Semua itu
mungkin saat kita mulai dari pendidikan. Sudikah kita memulai?

*Maria FK Namang* *Alumna Universita Facoltà di Scienze dell’Educazione
dell’Università Pontificia Salesiana, Roma; Guru Sebuah Sekolah di Bekasi*

Oleh *Maria FK Namang*


1 komentar:

  1. Anonim mengatakan...

    Hello !.
    You re, I guess , perhaps curious to know how one can collect a huge starting capital .
    There is no initial capital needed You may commense earning with as small sum of money as 20-100 dollars.

    AimTrust is what you thought of all the time
    AimTrust incorporates an offshore structure with advanced asset management technologies in production and delivery of pipes for oil and gas.

    Its head office is in Panama with affiliates everywhere: In USA, Canada, Cyprus.
    Do you want to become a happy investor?
    That`s your chance That`s what you desire!

    I`m happy and lucky, I started to get real money with the help of this company,
    and I invite you to do the same. It`s all about how to select a proper partner utilizes your funds in a right way - that`s the AimTrust!.
    I make 2G daily, and what I started with was a funny sum of 500 bucks!
    It`s easy to join , just click this link http://ovocumicy.lookseekpages.com/pejaly.html
    and go! Let`s take this option together to become rich

Posting Komentar