Siapa anti Bung Karno berarti anti Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika
Tulisan kali ini dimaksudkan sebagai sambutan terhadap tahun baru 2011.
Tahun baru, yang mulai menghembuskan -- sedikit-sedikit dan
perlahan-lahan – angin kebangkitan kembali nasionalisme atau kebanggaan
sebagai bangsa. Memang, judulnya bisa dianggap oleh sebagian pembaca
sebagai asal « njeplak » saja, atau hanya asbun (asal bunyi) , atau ngawur
saja. Kepada mereka yang berang atau merasa tidak senang atau « gondok »
dengan judul di atas, penulis mohon supaya dengan fikiran jernih membaca
lebih lanjut tulisan ini, dan dengan nalar yang sehat merenungkan
bersama-sama berbagai hal yang dipaparkan di dalamnya.
Sebab, dalam tulisan ini diutarakan (walaupun hanya secara singkat-singkat)
berbagai fikiran atau pendapat yang bisa saja, bagi orang-orang tertentu,
terdengar terlalu kasar, atau terlihat terlalu lugas, atau terasa terlalu
keras, atau « kurang sopan ».
Dengan menggeloranya lagu « Garuda di dadaku, Garuda kebanggaanku » oleh
jutaan orang di seluruh tanair air baru-baru ini, maka timbul secercah
harapan bahwa kebangkitan kembali nasionalisme, dan kecintaan kepada
Pancasila (yang asli) dan Bhinneka Tunggal Ika, yang dipecut oleh dunia
sepakbola kita, akan kembali menjulang tingggi, seperti ketika Indonesia
masih ada di bawah pimpinan Bung Karno.
Bagi penulis, yang selama 10 tahun bekerja sebagai salah satu dari pimpinan
Persatuan Wartawan Asia-Afrika (dari tahun 1963 sampai 1973, sebagian di
Jakarta dan sebagian lagi di Peking) menyaksikan dengan pengalaman pribadi
sendiri betapa tingginya pandangan yang penuh hormat (dan kebanggaan) dari
rakyat berbagai negeri terhadap perjuangan rakyat Indonesia di bawah
pimpinan Bung Karno.
Manifestasi besar-besaran yang ditunjukkan akhir-akhir ini oleh rakyat
(sekali lagi, oleh rakyat, dan terutama oleh kalangan muda) terhadap timnas
Garuda, terhadap lambang besar kita Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila,
terhadap Merah Putih, menunjukkan dengan jelas adanya kebangkitan kembali
nasionalisme yang menggebu-gebu, patriotisme yang sudah lama pudar, dan
tumbuhnya kembali kebanggaan menjadi orang Indonesia.
Fenomena yang demikian ini mengingatkan banyak sekali orang kepada masa-masa
ketika bangsa dan negara ada di bawah pimpinan Bung Karno. Pada waktu itu
kebanggaan bangsa Indonesia menjulang tinggi berkat adanya gagasan-gagasan
besar Bung Karno. Di bawah pimpinan Bung Karno-lah rakyat atau bangsa
Indonesia dihormati oleh rakyat berbagai dunia.
Berbagai kegiatan di lebih dari 47 negeri
Kebanggaan dan respek berbagai rakyat terhadap perjuangaan rakyat Indonesia
itu dirasakan dan dilihat secara langsung oleh penulis ketika ia melakukan
kegiatan (sebagai pengurus PWAA) ke berbagai negeri di Asia dan Afrika
(lebih dari 47 negeri) dan menghadiri banyak konferensi-konferensi
internasional (Untuk lebih jelas lagi harap simak CV singkat dan riwayat
hidup penulis di website A. Umar Said yang berjudul « Perjalanan hidup
saya »)
Berkat kegiatan-kegiatan professionalnya sebagai wartawan pendukung politik
Bung Karno selama menjadi Pemimpin Redaksi Harian Ekonomi Nasional (terbit
di Jakarta 1960-1965, dan dilarang oleh militernya Suharto sesudah
terjadinya G30S) dan menjadi bendahara PWI Pusat sejak 1963-sampai 1965 dan
juga pernah ikut beberapa kali sebagai anggota rombongan Presiden Sukarno ke
luarnegeri, maka penulis (82 tahun) adalah sisa-sisa wartawan (yang tinggal
sedikit) dari angkatan pra-G30S yang masih hidup.
Dengan latar belakang sejarah hidup dan professional yang demikian, maka
banyak hal yang bisa diceritakan tentang pengalaman-pengalaman dalam
kehidupan bangsa dan negara selama Indonesia ada di bawah pimpinan Bung
Karno sebelum G30S, selama pemerintahan Orde Baru, dan sampai sekarang.
Hal-hal itu akan selanjutnya diusahakan disajikan dalam tulisan-tulisan,
untuk bahan pemikiran dan renungan atau pertimbangan bagi semua pembaca,
Tindakan-tindakan Bung Karno yang menjadi kebanggaan
Tulisan kali ini mengambil thema soal Bung Karno, Pancasila dan Bhinneka
Tinggal Ika, karena (sekali lagi) adanya gejala kebangkitan kembali
nasionalisme dan kecintaan kepada lambang Garuda (lengkapnya Garuda
Pancasila) berkat prestasi besar tim nasional sepakbola Indonesia
akhir-akhir ini. Perkembangan yang demikian menggembirakan ini belum pernah
terjadi selama puluhan tahun sejak Bung Karno digulingkan secara khianat
oleh Suharto (beserta para pendukung-pendukugnya di dalam maupun di luar
negeri) dan amat penting sekali diamati dan disambut hangat oleh seluruh
rakyat.
Pada masa-masa yang lalu, kebanggaan bangsa Indonesia bukan saja oleh karena
proklamasi kemerdekaan di mana Bung Karno (beserta Bung Hatta dan
pemimpin-pemimpin lainnya) memainkan peranan utama, melainkan karena
(antara lain) lahirnya Pancasila, pembuatan lambang Garuda Pancasila,
pembangunan Gelora Bung Karno, Konferensi Asia-Afrika di Bandung,
pembangunan mesjid Istiqlal, pembangunan Monas, konferensi non-blok, pidato
Bung Karno di PBB « To build the world anew », dan berbagai ajaran-ajaran
revolusioner Bung Karno yang termuat dalam buku « Di bawah Bendera
Revolusi ».
Dalam semua tindakan Bung Karno dalam perjuangan menentang imperiaslisme dan
kolonialisme, dan mempersatukan seluruh bangsa, beliau selalu dibimbing oleh
dasar pemikiran atau jiwa pokok yang terdapat dalam Pancasila dan Bhinneka
Tunggal Ika. Ini tidak bisa lain !!! Sebab Bung Karno adalah satu-satunya
sumber asli Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika adalah pengejawantahan
jati-diri Bung Karno.
Apa yang dibangun Bung Karno dihancurkan oleh Suharto
Sayangnya, justru akibat ciri-ciri Bung Karno yang demikian besar dan
revolusioner inilah ia digulingkan oleh Suharto beserta
pendukung-pendukungnya. Dan sayangnya lagi, sebagian besar dari apa yang
telah dibangun oleh Bung Karno untuk persatuan bangsa dan negara selama 20
tahun (dari 1945 sampai 1965) telah dihancurkan atau dirusak oleh Suharto
selama 32 tahun. Namun sejarah juga membuktikan, dengan jelas sekali, bahwa
sampai wafatnya (dalam status sebagai tahanan) Bung Karno tetap dengan
gigih memegang erat-erat Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dan berbagai
ajaran-ajaran revolusionernya.
Kiranya, para pakar di berbagai bidang ilmu bisa menyatakan dengan tegas
bahwa Bung Karno adalah satu-satunya pemimpin Indonesia yang paling agung
yang pernah dimiliki rakyat Indonesia, sampai sekarang !!! Tidak ada
pemimpin Indonesia lainnya yang bisa menyamai kebesaran sosok Bung Karno.
Tidak ada juga pemimpin lainnya yang bisa menandinginya. Apalagi, tidak ada
pemimpin lainnya yang bisa menggantikannya. Untuk selama-lamanya !!!
Kiranya perlulah diulang-ulang bahwa Bung Karno adalah perwujudan Pancasila
dan Bhinneka Tungal Ika. Itulah sebabnya mengapa memusuhi Bung Karno
berarti sama saja dengan memusuhi Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Dan,
itulah praktek atau keadaan yang sesungguhnya terjadi sejak selama rejim
militer Suharto selama puluhan tahun, sampai sekarang. Selama Orde Baru
dikoar-koarkan setinggi langit Pancasila, Pancasila, dan Pancasila (antara
lain demokrasi Pancasila, Ekonomi Pancasila, moral Pancasila dan
seabreg-abreg omongkosong lainnya), tetapi dalam prakteknya malahan
melanggar atau merusak, memalsu dan melacurkan isi dan arti sejati
Pancasila.
Sejarah sudah membuktikan dengan jelas sekali ( !!!) bahwa Bung Karno telah
dikhianati, digulingkan, dan akhirnya « dibunuh » oleh Suharto beserta
pendukung-pendukungnya, di dalam negeri maupun di luar negeri (terutama
imperialisme AS beserta sekutu-sekutunya). Atas nama Pancasila (yang palsu
!) selama 32 tahun lebih, nama baik Bung Karno telah dicemarkan oleh Suharto
beserta pendukung-pendukungnya dengan tuduhan-tuduhan yang tidak benar,
fitnahan-fitnahan yang jahat, dan segala macam rekayasa dan praktek yang
bathil.
Karenanya, dosa-dosa Orde Baru ,yang amat besar dan tidak bisa dima’afkan
atau dilupakan oleh rakyat kita, adalah pengkhianatan besar-besaran oleh
Suharto terhadap Bung Karno, di samping kejahatan-kejahatan besarnya
(sekali lagi, luar biasa besarnya) terhadap golongan kiri pendukung politik
Bung Karno.
Golongan Suharto yang munafik dan pura-para cinta Pancasila
Dewasa ini, ada kalangan yang memasang lambang Garuda di baju mereka, dan
ikut menyuarakan dengan lantang « Garuda di dadaku, Garuda kebanggaanku »,
namun yang sebenarnya adalah orang-orang dari kalangan yang anti-Bung Karno
dan pendukung Suharto dengan Orde Barunya. Jadi, mereka adalah sesungguhnya
orang-orang munafik, penipu, orang-orang reaksioner, yang terdiri dari
kalangan atas sampai bawah. Mereka itulah, yang dalam masa-masa lalu yang
lama sekali, telah bersatu dengan Suharto dalam menghancurkan kekuatan
politik Bung Karno beserta pendukung-pendukungnya.
Di antara mereka ada yang dewasa ini selalu menyatakan diri sebagai orang
yang mencintai Pancasila dan menjunjung tinggi-tinggi Bhinneka Tunggal Ika,
tetapi tidak menghormati Bung Karno dan bahkan melawan ajaran-ajaran
revolusionernya, dengan berbagai dalih atau alasan. Dan jumlah mereka tidak
sedikit.
Kalau ada orang atau kalangan yang munafik semacam itu berarti bahwa mereka
tidak mengerti sama sekali arti Pancasila atau tidak faham tentang isi
Bhinneka Tunggal Ika, atau sama sekali tidak tahu -- atau tidak mau tahu
-- sejarah hidup dan sejarah perjuangan Bung Karno. Atau, mereka itu
sebenarnya mengerti arti Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, tetapi
bersikap tidak jujur karena mempunyai berbagai kepentingan-kepentingan yang
bathil atau haram dan anti-rakyat banyak.
Mereka yang mencintai Pancasila mestinya juga pro Bung Karno
Bolehlah kiranya dikatakan bahwa orang-orang atau golongan yang betul-betul
( !) menghayati Pancasila, dan sungguh-sungguh ( !) menjunjung tinggi
Bhinneka Tunggal Ika, dan menghormati ajaran-ajaran pro-kepentingan rakyat
banyak, akan bersikap pro Bung Karno, dan anti-Suharto beserta Orde Barunya.
Dan juga bolehlah kiranya dikatakan bahwa orang-orang yang mendukung
Suharto adalah – pada hakekatnya – anti Pancasila dan anti Bhinneka Tunggal
Ika.
Jadi, lambang Garuda yang menggambarkan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika,
yang dipasang di baju merah oleh begitu banyak orang (terutama anak-anak
muda) sebenarnya bukanlah sekedar pajangan yang kosong dan tidak mempunyai
arti yang besar sekali bagi seluruh bangsa dan negara.
Kalau ditelaah secara serius atau direnungkan dalam-dalam, sebenarnya
fenomena membludaknya orang memakai labang Garuda dan menggeloranya lagu «
Garuda di dadaku, Garuda kebanggaanku » adalah sutu pertanda bahwa sedang
terjadi perkembangan yang penting dan menarik di opini rakyat kita, terutama
sekali di kalangan anak muda. Yaitu pertanda bahwa Bung Karno hadir kembali
di dalam dada dan kepala banyak orang.
Sebagian (sekali lagi, sebagian) dari orang-orang yang memasang Garuda di
baju merah atau menyanyikan « Garuda di dadaku, Garuda kebanggaanku » tidak
mengerti, atau kurang memahami, atau tak acuh, bahwa pada hakekatnya (atau
sebenarnya) mereka sadar atau tidak, dan secara tidak langsung, sedang
mengelu-elukan kembali dan menghormati bapak bangsa kita, Bung Karno.
Namun demikian, adalah suatu hal yang menggembirakan dan patut disambut
dengan positif sekali oleh kita semua bahwa lambang Garuda sudah begitu
populer atau sungguh-sungguh dicintai rakyat banyak, walaupun sebagian orang
masih tidak (belum) mengerti banyak atau tidak (belum) faham tentang
arti, sejarah, dan kedudukan simbul agung atau pedoman besar bangsa kita
itu. Dan terutama sekali tentang eratnya hubungan atau satunya lambang
Garuda, dengan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dan dengan Bung Karno
Menghormati lambang Garuda berarti menghormati Bung Karno
Lambat laun, dan pada waktunya, banyak orang akhirnya akan mengetahui bahwa
menghormati lambang Garuda, adalah juga berarti -- sebenarnya ! --
menghormati Bung Karno. Sebab, dalam lambang Garuda ini terlukis dengan
jelas gambar-gambar yang melambangkan Pancasila (gagasan besar Bung Karno)
dan yang diperjelas lagi dengan tulisan Bhinneka Tunggal Ika, yang diusulkan
oleh Bung Karno untuk dibubuhkan juga di dalam lambang Garuda tersebut..
Pada dewasa ini, sikap politik pro Bung Karno dan anti Suharto adalah soal
yang masih relevan atau erat berkaitan dengan situasi politik, sosial,
ekonomi, kebudayaan dan moral ( !!!) yang dihadapi rakyat. Sikap politik pro
Bung Karno adalah sikap yang menganjurkan kepada seluruh bangsa untuk
mengobarkan revolusi rakyat terus-menerus, demi kepentingan rakyat banyak
menuju masyarakat adil dan makmur, atau masyarakat sosialis à la Indonesia.
Fenomena yang menunjukkan bahwa sebagian besar rakyat kita menghormati Bung
Karno adalah amat penting, bahkan maha penting, bagi negara dan bangsa kita,
untuk dewasa ini dan apalagi untuk masa depan kita bersama.
Sebab, pengalaman bangsa kita sejak dikhianatinya Bung Karno oleh Suharto,
sampai sekarang ( !!!)) menunjukkan dengan jelas bahwa semua pemerintahan
yang menjalankan berbagai politik yang serba anti-Bung Karno adalah pada
hakekatnya - dan dalam praktek sesungguhnya -- adalah anti Pancasila dan
anti Bhinneka Tunggal Ika, dan karenanya juga anti-rakyat.
Sejarah bangsa Indonesia sudah menunjukkan dengan jelas -- dan akan terus
menunjukkan dengan lebih terang lagi di kemudian hari -- bahwa semua
politik dan praktek rejim Suharto dan segala pemerintahan yang berbau Orde
Baru, tidaklah mendatangkan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi rakyat
banyak, melainkan hanya keuntungan bagi kaum elite yang korup dan bagi
kepentingan neo-liberalisme beserta para pendukungnya.
Hanya politik yang didasari jiwa ajaran-ajaran revolusioner Bung Karno-lah
yang akan menyelamatkan bangsa dan negara kita. Hanya kesetiaan yang
sungguh-sungguh dan tulus kepada Pancasila serta Bhinneka Tunggal Ika-lah
yang dapat mendatangkan kesejahteraan dan kebahagiaan kepada rakyat banyak.
Tulisan untuk menyambut Tahun Baru 2011 ini diakhiri dengan harapan bahwa
angin yang mulai membawakan benih-benih kebangkitan kembali nasionalisme dan
menghidupkan kembali kenang-kenangan kepada berbagai ajaran revolusioner
Bung Karno akan lebih bergelora lagi di masa-masa datang.
Paris, 3 Januari 2011
A. Umar Said
0 komentar:
Posting Komentar