Library of Congress Arsipkan Twitter
Library of Congress Arsipkan
Twitter
http://blog.tempointeraktif.com/blog/library-of-congress-arsipkan-twitter/
KABAR baik itu datang dari jauh. Saya mendapatkannya dari situs web
TechieBuzz
tersebut, Library of Congress, Amerika, berencana mengarsipkan semua
“kicauan” yang pernah muncul di Twitter, dimulai dari Maret 2006.
Twitter adalah layanan microblogging terpopuler saat ini. Jumlah penggunanya
mencapai 105,7 juta di seluruh dunia, sekitar 5,6 juta di antaranya ada di
Indonesia.
Library of Congress sangat serius menyiapkan rencana tersebut. Sejak 2000
saja, gudang digital mereka telah menampung data sebesar 167 terabita dari
sumber-sumber daring, termasuk blog. Tak mengherankan, karena selama ini
perpustakaan tersebut memang dikenal memiliki reputasi yang bagus dalam
urusan pengarsipan.
Rencana perpustakaan itu merupakan terobosan besar dan sangat penting bagi
peradaban. Koleksi mereka akan sangat bermanfaat untuk keperluan riset,
analisis, juga rekam jejak sejarah.
Kelak, misalnya, kita bisa melihat dinamika perkembangan pemakaian bahasa
Indonesia dalam bentuk teks singkat. Kita mampu melihat kemajuan, penemuan
lema baru, dan sebagainya.
Para pemilik brand dapat memantau perubahan citra mereka dari masa ke masa.
Catatan sejarah seperti ini tentu akan membantu ingatan kita melawan lupa
–seperti pernah dituliskan oleh Milan Kundera.
Para produser konten ranah daring, termasuk para pengguna Twitter, berperan
besar sebagai penyumbang koleksi perpustakaan itu dengan informasi yang
bermanfaat bagi peradaban dunia.
Semua produksi konten kita akan tersimpan di sana, dan sewaktu-waktu bisa
ditengok kembali. Dibaca ulang. Ditafsirkan.
“Wah, berarti kicauan saya yang misuh-misuh tentang buruknya pelayanan rumah
sakit, umpatan untuk bos di kantor, itu juga tercatat di sana ya, Mas?”
tanya Mat Bloger dengan wajah yang mendadak panik.
“Tentu saja. Pendeknya, semua yang pernah kita tayangkan di Twitter secara
otomatis bakal tersimpan dan menjadi koleksi Library of Congress. Saya belum
tahu bagaimana sistem indeks mereka, tapi saya duga mereka tak akan
menghapus konten meskipun sebenarnya tak lebih dari sekadar umpatan
seseorang, seperti sampean, Mat.”
Kita bebas memilih akan memberikan sumbangan yang bagus buat perkembangan
peradaban atau tidak. Jika ingin ikut mewarnai masa depan dengan
konten-konten yang bermanfaat, mulai sekarang sampean bisa “berkicau”
tentang puisi, fiksi mini, info lalu lintas, dan sebagainya.
Siapa tahu, kelak ada peneliti yang ingin meninjau sejarah perkembangan
narasi liris di Indonesia via Twitter. Siapa tahu di masa depan ada orang
yang membandingkan tingkat kemacetan di Jakarta dari masa ke masa.
“Bagaimana dengan konten-konten narsistik, Mas? Misalnya, kicauan tentang
saya sedang di kafe anu, seperti yang sering kita lihat di Twitter?”
Teks remeh-temeh semacam itu mungkin saja bermanfaat bagi para peneliti gaya
hidup. Kelak, bisa saja dari status seperti itu bisa dilacak perkembangan
kebiasaan orang nongkrong, apakah masih di kafe atau berpindah di
perpustakaan atau tempat lain.
Intinya, saya hanya ingin mengatakan bahwa setiap usaha untuk menyimpan
jejak masa lalu itu penting bagi perkembangan peradaban dan kemanusiaan.
Kita bakal selalu bisa melacak dari mana asal-usul kita. Seperti yang
dikatakan Kundera, setiap catatan sejarah adalah sebuah upaya melawan lupa.
Sampean tentu tak ingin tiba-tiba menderita penyakit lupa seperti
orang-orang yang terkait masalah korupsi itu, bukan?
0 komentar:
Posting Komentar