Kasus Gayus bukti bahwa kita memerlukan revolusi rakyat
Seperti yang bisa kita amati bersama, masalah kasus besar Gayus Tambunan
yang sudah membikin heboh di seluruh negeri berbulan-bulan, akhir-akhir ini
meledak seperti letusan gunung Merapi dengan tersiarnya berita beserta
fotonya ketika ia kepergok menonton pertandingan tennis internasional di
Bali. Berita ini menjadi seperti letusan gunung api yang besar, karena
kemudian disusul dengan informasi-informasi yang menyebutkan bahwa Gayus
Tambunan , yang resminya masih menjadi tahanan di Rumah Tahanan Brimob
Kelapa Dua di Depok, telah bisa keluar masuk tahanan sampai 68 kali selama
beberapa bulan ini, dengan menyuap Kepala Rumah Tahanannya, Kompol Siswanto,
sampai Rp 368 juta.
Karena Gayus bisa keluar masuk tahanan, antara lain untuk menginap di
rumahnya yang mewah di Kelapa Gading dan bertemu dengan istri dan
anak-anaknya, Kompol Iwan Siswanto bersama 8 anggota kepolisian lainnya,
yang juga menerima suap, telah dibebas-tugaskan dan akan diajukan ke depan
pengadilan.
Kasus keluar masuknya Gayus dari tahanan, dan kepergiannya ke Bali menjadi
persoalan besar, karena diduga bahwa ia pergi ke Bali itu tidak hanya untuk
melihat pertandingan tennis saja, melainkan ada tujuan-tujuan lainnya, yang
berkaitan dengan urusan-urusan besar yang melibatkan tokoh-tokoh penting
negara kita.
Berhubung menjadi makin pentingnya persoalan Gayus Tambunan dalam
pembongkaran mafia pajak dan mafia hukum dan korupsi yang merajalela di
kalangan penegak hukum atau aparat negara, maka website
http://umarsaid.free.fr/ selanjutnya akan berusaha menyajikan sesering
mungkin -- dan sebanyak mungkin -- aneka-ragam berita, tulisan, atau
bahan-bahan informasi, tentang kasus besar ini.
Bukti bahwa negara kita makin rusak
Kasus Gayus Tambunan membuktikan lebih jelas lagi kepada kita semua bahwa
negara Republik Indonesia memang sudah betul-betul rusak, karena pimpinan
aparat kepolisiannya bobrok, karena moral tokoh-tokoh kejaksaannya membusuk,
dan karena akhlak para hakim-hakimnya juga banyak yang rusak.
Kasus Gayus Tambunan sudah menunjukkan bahwa slogan besar yang
digembar-gemborkan selama ini tentang perlunya penegakan hukum adalah hanya
omong kosong yang makin menjijkkan untuk didengar. Sebab, dalam realitasnya,
sistem hukum di negeri kita terbukti sudah keterlaluan bobroknya, sehingga
sebenarnya Republik Indonesia - tetap terus - tidak pantas atau tidak
berhak disebut sebagai negara hukum.
Selama pemerintahan Suharto (Orde Baru) banyak sekali berbagai pelanggaran
HAM telah menyebabkan penderitaan jutaan orang (pembantaian dan pemenjaraan
secara besar-besaran dan sewenang-wenang terhadap warganegara yang tidak
bersalah) sehingga sulitlah untuk menganggap Republik Indonesia di bawah
pemerintahannya sebagai negara hukum, seperti yang biasanya banyak terdapat
di dunia.
Republik Indonesia di bawah pimpinan Suharto (dan diteruskan oleh
pemerintahan-pemerintahan sesudahnya) tidak bisa dengan gagah
digembar-gemborkan sebagai negara hukum, selama orang-orang yang seharusnya
bertanggungjawab terhadap pembunuhan dan pemenjaraan – sekali lagi :
sewenang-wenang ! -- terhadap jutaan orang kiri dan pendukung politik Bung
Karno didiamkan saja atau tidak diapa-apakan sama sekali.
Selama pemerintahan Orde Baru nyata sekali bagi banyak orang, bahwa hukum
berarti kekuasaan bagi penguasa-penguasa militer (dengan dukungan dari
berbagai kalangan sipil) untuk mengangkangi seluruh kehidupan bangsa dan
negara, dengan cara-cara yang tidak demokratis sama sekali, atas kerugian
banyak orang.
Hukum dikuasai para elite untuk kejahatan
Sekarang ini, di bawah pemerintahan SBY (juga pemerintahan-pemerintahan
sebelumnya) hukum masih tetap dikuasai, atau dipermainkan, atau
disalahgunakan, atau digunakan, atau dijual-belikan oleh para elite
(kalangan atas) dalam melakukan berbagai kejahatan dan penyelewengan, untuk
melakukan korupsi dalam segala bentuk dan cara.
Kasus Gayus Tambunan telah mengungkap bahwa sebagai pegawai pajak tingkat 3A
(termasuk rendahan) sudah bisa mempermainkan, dan menyalahgunakan
seluk-beluk hukum, untuk mengumpulkan uang haram dari berbagai perusahaan
(lebih dari 50) pembayar pajak sampai ratusan miliar Rupiah.
Karena sebagian tindakannya menerima suapan dari banyak pembayar pajak ini
mulai terdeteksi, maka ia telah secara berani, dan besar-besaran, serta
meluas menyuap para penyidik dari kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan,
sehingga jumlah uang suapan ini mencapai ratusan miliar Rupiah.
Dengan banyaknya uang suapan yang telah diterimanya dari berbagai perusahaan
pembayar pajak, Gayus telah berhasil selama ini mengaduk-aduk berbagai
instansi di Mabes Polri, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Hukum serta Satgas
Mafia Hukum yang berada di bawah Presiden SBY.
Sejak tersiarnya berita tentang keluarnya Gayus dari rumah tahanan Brimob
dan kemudian hadirnya dalam pertandingan tennis internasional di Bali
bersama istrinya, maka kasus besarnya ini menjadi bahan yang dipersoalkan
ramai sekali dalam pers dan televisi. Banyak siaran-siaran dalam Metro TV
dan Tvone mengenai kasus ini telah membongkar berbagai aspek betapa rusaknya
moral di kalangan elite bangsa kita, dan betapa bobroknya dunia hukum negeri
kita.
Sepuluh atau dua puluh tahun lagi tetap impian saja
Kerusakan moral yang menjadi salah satu di antara berbagai faktor tentang
bobroknya dunia hukum negeri kita sudah begitu parahnya, sehingga wajarlah
kiranya bahwa kita menjadi pesimis apakah masih bisa diperbaiki dalam jangka
dekat, walaupun diadakan penertiban dan perombakan di sana-sini. Kalau
kerusakan moral ini masih tetap terus merajalela seperti yang kita saksikan
sekarang ini, maka dalam sepuluh atau dua puluh tahun, penegakan hukum
adalah tetap jadi impian saja. Dan Republik Indonesia akan menjadi makin
rusak.
Timbulnya kasus Gayus Tambunan, sebagai tambahan deretan kasus-kasus besar
lainnya selama ini (antara lain kasus Anggoro, Bank Century, BLBI)
memperkuat pendapat bahwa berbagai macam sistem politik, ekonomi, dan sosial
yang diwariskan Orde Baru merupakan sumber dari banyak kebobrokan.
Kita semua dapat bertanya-tanya mengapa ketika negara ada di bawah
pemerintahan Bung Karno dulu itu tidak ada korupsi yang begitu merajalela
seperti sekarang ini ? Di antara para lansia kita juga akan bisa dengan
tegas mengatakan bahwa kerusakan moral atau kebejatan akhlak di kalangan
elite bangsa tidak kelihatan menyolok di berbagai bidang seperti yang kita
saksikan sekarang ini.
Kiranya, kita bisa melihat kasus Gayus Tambunan juga sebagai salah satu
produk dari sikap yang yang reaksioner, yang anti-rakyat, yang
anti-nasional, yang tidak peduli terhadap kepentingan orang banyak, yang
hanya mementingkan kekayaan pribadi dan keluarga saja, yang merupakan sampah
bangsa. Ciri-ciri yang begini inilah yang biasanya dipunyai orang-orang
atau kalangan yang mendukung Suharto dengan Orde Barunya.
Kasus Gayus Tambunan juga akan menunjukkan kepada kita semua, bahwa
persoalannya akan lama dan sulit ditangani, berhubung banyaknya kalangan
yang bermoral bejat atau berakhlak rusak yang ikut-ikut « menanganinya ».
Terlalu banyak orang-orang yang mau dengan berbagai jalan dan cara mencari
kesempatan untuk menerima suapan dari Gayus (atau jaring-jaringannya) yang
masih menyimpan uang haram sebanyak ratusan miliar Rupiah itu. Termasuk para
tokoh yang ada di lembaga-lembaga tinggi negara.
Diperlukan revolusi untuk perubahan besar-besaran
Karena itu, kita tidak selayaknya untuk berharap bahwa segala macam «
tokoh » yang mempunyai tugas untuk menyelesaikan kasus Gayus ini akan
menjalankan tugas mereka sebaik-baiknya, termasuk kalangan terdekat presiden
SBY sendiri. Sebab, kita bisa menduga-duga bahwa kasus Gayus ini bukanlah
semata-mata kasus pribadinya sendiri saja. Melainkan ada kaitannya dengan
kepentingan-kepentingan besar, atau, bahkan, suatu scenario raksasa. Mari
sama-sama kita amati dengan cermat selanjutnya.
Itu semua menjadi dasar bagi kita untuk meyakini bahwa Republik Indonesia
kita tidak akan bisa menyelesaikan penegakan hukum dan memberantas
habis-habisan korupsi, atau segala macam penyelewengan lainnya, dengan
pimpinan atau tokoh-tokohnya seperti yang ada sekarang ini.
Situasi yang serba semrawut di bidang hukum dewasa ini, yang sebagian
kecilnya dipertunjukkan oleh kasus Gayus, memberikan isyarat yang jelas
bahwa negara kita memang memerlukan perubahan besar-besaran dan fundamental.
Dan perubahan besar-besaran atau fundamental ini hanya bisa dicapai melalui
revolusi rakyat, yang jalannya sudah ditunjukkan oleh ajaran-ajaran
revolusioner Bung Karno. Seperti yang sama-sama kita alami sendiri selama
ini, jalan lainnya adalah jalan buntu, atau jalan sesat.
Paris, 18 November 2010
A. Umar Said
0 komentar:
Posting Komentar