KRITIK ATAS PROGRAM SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (SBI) DAN USULAN PERBAIKANNYA
Saya baru saja mengikuti Seminar Nasional Sekolah Bertaraf Internasional
dengan tema “Revitalisasi SBI dalam Rangka Meningkatkan Mutu dan Daya 
Saing Bangsa” yang diadakan oleh Balitbang Kemdiknas pada tanggal 29-31 
Oktober 2010 di Grand Zuri Cikarang, Bekasi. 
Tak ada yang baru pada seminar tersebut dan yang ada justru semakin 
kacaunya pemahaman stake-holders tentang program SBI ini. Bahkan Dirjen 
Mandikdasmen, Prof Suyanto, secara terang-terangan menyatakan bahwa 
belum ada program SBI (yang ada baru Rintisan) sehingga judul seminar 
ini justru dipertanyakannya. Sepanjang sesi seminar pejabat dan staf 
Kemdiknas memberikan kritik dan pertanyaan serius kepada para pemrasaran
yang notabene adalah sesama pejabat Kemdiknas! Jika staf Kemdiknas 
sendiri belum memiliki pemahaman yang sama dan bulat tentang SBI ini 
padahal program ini telah berjalan selama sekian tahun maka ini jelas 
merupakan ‘bencana’. Studi Evaluasi Penyelenggaraan RSBI/SBI yang 
dilakukan oleh Pusat Penelitian Kebijakan dan Inovasi Pendidikan 
(Puslitjaknov) Balitbang dan disampaikan oleh Ir. Hendarman MSc, PhD 
ternyata hanya mengevaluasi sistem penerimaan peserta, prestasi 
akademik siswa dan gurunya, sistem pendanaan dan tatakelolanya.
Tak ada evaluasi untuk proses pelaksanaanya di kelas dan apa dampak yang ditimbulkannya. Padahal justru itu yang perlu diteliti.
Hasil studinya justru memperkuat pendapat saya bahwa program RSBI/SBI
ini justru akan menurunkan kualitas pendidikan di sekolah yang 
menyelenggarakannya. Meski simpulannya menyatakan bahwa “Siswa RSBI 
menunjukkan prestasi akademik yang lebih baik daripada siswa regular” 
(Of course… of course…! Bukankah mereka memang siswa ‘cream of the 
cream’ yang melalui seleksi ketat sebelumnya) tapi ternyata secara 
rata-rata tidaklah menonjol (hanya lebih tinggi 12% di tingkat SD dan 
15% di tingkat SMP). Selain itu ditemukan banyak kasus siswa RSBI/SBI 
yang justru tidak lulus Ujian Nasional!
Ada dua anggota Komisi X DPR RI yang hadir
sebagai pembicara pada acara tersebut, yaitu Dedi Wahidi dan Theresia 
E.E Pardede (Tere). Dedi Wahidi juga menyampaikan pandangannya yang 
kritis tentang program ini.
Dari berbagai sekolah yang menyampaikan presentasi bagaimana sekolah 
(R)SBI ini dijalankan di daerah mereka masing-masing jelas sekali 
terlihat bahwa terjadi implementasi program yang berbeda antara daerah 
dan sekolah masing-masing dengan segala interpretasi yang mereka pahami.
Bahkan masih banyak daerah yang sekedar melakukan ‘kelas bertaraf 
internasional’ di dalam sekolah yang ditunjuk menjadi penyelenggara 
(R)SBI.
Karena diundang untuk hadir dan juga diminta untuk memberi masukan 
maka dengan ini saya sampaikan masukan dan usulan saya tentang program 
ini. Mohon masukannya untuk memperbaiki apa yang saya usulkan disini.
LATAR BELAKANG :
UU Sisdiknas 2003 Pasal 50 ayat (3) dalam yang berbunyi sbb :
3)  Pemerintah dan/atau pemerintah daerah 
menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua 
jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang 
bertaraf internasional.
Istilah ‘satuan pendidikan yang bertaraf internasional’ itu kemudian 
diterjemahkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 17 tahun 2010 Pasal 1 
No 35 menjadi :
“Pendidikan bertaraf internasional adalah pendidikan yang
diselenggarakan setelah memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan 
diperkaya dengan standar pendidikan negara maju.”
Pada PP no 17 tahun 2010 ini frase ‘satuan pendidikan yang bertaraf 
internasiona’l dalam UU sisdiknas telah berubah menjadi ‘Pendidikan 
bertaraf internasional’ dan kemudian dijelaskan dengan tambahan 
keterangan Pendidikan bertaraf internasional adalah pendidikan yang 
diselenggarakan setelah memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan 
diperkaya dengan standar pendidikan negara maju.”
Pada tahap ini saja telah terjadi penyimpangan definisi di mana pada 
awalnya pernyataan dalam UU Sisdiknas adalah merujuk kepada sebuah 
tingkatan keunggulan kualitas yang harus dicapai (yang diberi istilah 
‘bertaraf internasional”) sedangkan pada PP no 17 tahun 2010 telah 
berubah makna menjadi sebuah sistem pendidikan yang terpisah dan 
kemudian berkembang dalam sebuah Peraturan Menteri (Permen 78 Tahun 
2009). Sistem ini bertentangan dengan amanat yang ada dalam Sistem 
Pendidikan Nasional yang dinyatakan dalam pertimbangan sbb :
b.   bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 
Tahun 1945 mengamanatkan Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan 
satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang;
Definisi yang dimunculkan dalam PP No 17 tahun 2010 ini sendiri tidak
jelas acuan, kriteria dan rujukan akademik dan empiriknya. Istilah ini 
tidak pernah dikenal sebelumnya dan seolah muncul begitu saja dari 
langit dan berbeda dengan apa yang diamanatkan oleh UU Sisdiknas itu 
sendiri.
Karena istilah ini tidak memiliki rujukan yang jelas maka istilah ini 
kemudian diinterpretasikan secara bebas (dan cenderung sembrono) oleh 
Kemdiknas sehingga menimbulkan berbagai problem dan konsekuensi serius 
sampai sekarang dan masih belum dapat dipecahkan. Padahal sampai saat 
ini lebih dari seribu sekolah telah di RSBI-kan. (SD= 195, SMP= 313, 
SMA=320, SMK=247)
BEBERAPA MASALAH YANG TIMBUL
Karena konsep ‘sekolah bertaraf internasional’ ini tidak memiliki 
landasan akademik dan empirik yang memadai, dan hanya berpijak pada 
landasan hukum, maka konsep dasar yang dirumuskan menimbulkan berbagai 
masalah yang mendasar. Beberapa diantaranya adalah :
Penetapan penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam 
mengajarkan beberapa bidang studi menimbulkan banyak masalah dan 
kontroversi. Kontroversinya adalah bahwa secara empirik ternyata 
kebijakan ini justru dapat menyebabkan merosotnya nilai dan kompetensi 
siswa di bidang studi yang diajarkan. Banyak hasil kajian dan juga 
pengalaman negara Malaysia selama hampir 8 tahun ternyata menunjukkan 
bahwa penggunaan bahasa Inggris (asing) untuk bidang studi IPA dan MAT 
justru menurunkan mutu siswa (baca http://ms.wikipedia.org/wiki/Pengajaran_dan_Pembelajaran_Sains_dan_Matematik_dalam_Bahasa_Inggeris). 
Baca selanjutnya di :
http://satriadharma.com/index.php/2010/11/03/kritik-atas-program-sekolah-bertaraf-internasional-sbi-dan-usulan-perbaikannya/
Salam
Satria Dharma
   
0 komentar:
Posting Komentar