Anakmu Bukanlah Anakmu!

Anak bagi kita bisa bernilai macam-macam. Salah satunya adalah sebagai amanah atau investasi bagi kita, tidak hanya dunia tapi juga akhirat. Bila anak sebagai investasi dunia sudah jelas yakni diharapkan anak mampu menjadi penerus kita di dunia bila kelak kita sudah tidak lagi ada di dunia.

Selain itu, anak diharapkan menjadi sandaran hidup saat kita telah tua nanti. Agar hidup kita terjamin dan paling tidak, ada anak-anak kita yang mau mengurus saat kita tua nanti. Jangan sampai saat tua nanti, kita malah menjadi beban bagi mereka dan selanjutnya hidup kita berakhir dipanti jompo.

Dari itu, wajarlah bila kita selalu berharap agar anak kita kelak menjadi anak yang berhasil. Yang dimaksud berhasil disini adalah kita telah berhasil mengantarkan pendidikan dan kehidupan yang baik untuk mereka. Sehingga ia mampu mandiri dan hidup seperti apa yang dicita-citakannya. Paling tidak saat kita tua nanti, mereka tidak lagi menjadi beban pikiran kita.

Bagaimana dengan anak sebagai investasi akhirat? Dalam agama Islam diajarkan bahwa ada tiga amalan yang akan terus mengalir pahalanya walau pemiliknya telah tinggalkan dunia fana salah satunya adalah doa anak sholeh untuk kedua orangtuanya.

Ini bermakna bahwa orang tua diminta untuk mendidik anaknya agar menjadi anak yang sholeh yang kelak diharapkan akan terus mendoakan orang tuanya. Pesan dari ajaran tersebut adalah pesan tentang pendidikan, yakni pendidikan kepada anak, yang ganjarannya begitu menggiurkan karena pahalanya akan terus mengalir meski kita sudah meninggal.

Ada sebuah doa yang dikenal dengan nama `Doa Anak Sholeh' dan yang diajarkan oleh hampir semua orang tua muslim kepada anak-anak mereka dengan harapan agar anak-anak mereka mau mendoakan mereka dengan doa ini. Begini bunyinya " Ya Tuhanku, ampunilah dosaku dan dosa ayah ibuku, sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku sewaktu aku masih kecil. "

Salah satu ungkapan yang terkenal adalah "Didiklah anak-anakmu untuk masa yang bukan masamu" Ungkapan itu, tidak kurang dari 13 abad yang lalu disampaikan Ali Bin Abi Thalib R.A. bahwa masa-masa kita mengenyam pendidikan dulu tidak sama dengan pendidikan masa sekarang dan di masa yang akan datang.

Tidak berlebihan apabila kita katakan bahwa bolehlah kita memiliki harapan yang tinggi untuk anak kita, tapi jangan lupa bahwa merekalah yang nantinya akan menjalani kehidupannya. Dan bukannya kita. Janganlah lupa berilah kebebasan bagi anak untuk memilih jalannya sendiri. Sementara tugas kita hanya menghantarkan dan memberitahu konsekuensi dari berbagai pilihan yang ada dan telah mereka pilih.

Hal yang bisa kita lakukan lainnya adalah sebaiknya kita jangan terjebak untuk menganggap anak adalah amanah. Tapi mestinya perlu diimbangi pula dengan pemahaman bahwa anak bisa pula sebagai fitnah yang bisa menggoda. Bahkan berpotensi menjerumuskan orang tuanya menuju jurang kenistaan.

Cobaan ini bisa terjadi, lantaran fitrah orang tua yang sangat mencintai anak-anaknya, sehingga terkadang apapun yang menjadi tuntutan kebutuhan sang anak, selalu berusaha dipenuhi. Pemenuhan kebutuhan tanpa reserve ini bisa menjadi salah satu sumber fitnah ini, tak mustahil membebani kemampuan orang tua, sehingga tatkala tak terpenuhi, ia bisa menimbulkan intrik.

Kita juga tidak boleh berpikiran bahwa kesuksesan kita pasti bisa diturunkan atau ditularkan kepada anak kita. Bahwa kesuksesan anak kita di masa datang sangat berhubungan dengan cara mendidik kita sekarang dengan berdasar pengalaman kita dimasa lalu. Karena semua belum mesti seperti itu. Justru berlebihan bila kita menaruh harapan terlalu tinggi bahwa anak kita pasti bisa lebih sukses dari kita atau minimal sama suksesnya dengan kita.

Jadi berikanlah anak-anak kita pendidikan yang baik, Islami dan sesuai dengan jamannya. Sambil kita upayakan ikhtiar kita, hendaklah tidak lupa kita sempurnakan dengan memohon kepada Tuhan. Janganlah pernah memaksa ataupun mengontrol keinginan mereka. Karena kita tidak akan pernah tahu anak-anak kita nanti akan hidup di jaman seperti apa pada tiga-empat puluh tahun ke depan, Akhirnya kita hanya bisa berharap, mudah-mudahan anak-anak kita nanti mampu mengarungi kehidupannya dengan bekal ilmu yang telah kita tanamkan ke diri mereka sejak dini.

Ada baiknya kita kenang sebuah puisi tentang:

Anakmu Bukanlah Anakmu

ANAKMU bukan anakmu
Anak adalah kehidupan, mereka sekedar lahir
melaluimu tetapi bukan berasal darimu.
Walaupun bersamamu tetapi bukan milikmu,
curahkan kasih sayang tetapi bukan memaksakan pikiranmu
karena mereka dikaruniai pikirannya sendiri.

Berikan rumah untuk raganya, tetapi tidak jiwanya, karena
jiwanya milik masa mendatang, yang tak bisa kau datangi
bahkan dalam mimpi sekalipun.
Bisa saja mereka mirip dirimu, tetapi jangan pernah
menuntut mereka jadi sepertimu.
Sebab kehidupan itu menuju ke depan, dan
tidak tenggelam di masa lampau.

Kaulah busur, dan anak-anakmulah anak panah yang meluncur.
Sang Pemanah maha tahu sasaran bidikan keabadian.
Dia menentangmu dengan kekuasaanNya,
Hingga anak panah itu melesat, jauh serta cepat.
Meliuklah dengan suka cita dalam rentangan tangan Sang Pemanah,
Sebab Dia mengasihi anak-anak panah yang melesat laksana kilat
Sebagaimana pula dikasihi-Nya busur yang mantap

By: Kahlil Gibran

0 komentar:

Posting Komentar