Penyidik Bisa Dijerat Korupsi

Dugaan adanya permainan hukum yang dilakukan Penyidik Pegawai Negeri
Sipil (PPNS) Bea Cukai Tanjung Perak pada kasus penyelundupan kayu
memancing akademisi, Emanuel Sujatmiko, dosen Fakultas Hukum
Universitas Airlangga (Unair), dan Nurul Hudi, dosen Fakultas Hukum
Universitas Hangtuah (UHT), untuk berkomentar. Menurut mereka jika
terbukti melakukan pelanggaran, maka PPNS harus ditindak sesuai
aturan-aturan profesi pegawai negeri dan hukum pidana.

Kejanggalan seperti tidak adanya SPDP, menurut Emanuel, sebagai
indikasi kuat adanya kasus itu dimainkan. Seharusnya, kata Emanuel,
ketika penyidik menemukan bukti-bukti yang memadai dan menetapkan
tersangka, maka harus berkoordinasi dengan kepolisian atau kejaksaan.
Kedua lembaga inilah nanti yang mempunyai wewenang memutuskan untuk
menahan tersangka atau tidak. “Seharusnya koordinasi. Karena PPNS tidak
punya wewenang untuk menahan,” ucapnya.

Nurul Hudi berpendapat jika PPNS pada akhirnya terbukti melakukan
deal-deal dengan pemilik kayu bermasalah, maka korps yang menaunginya
harus memberikan sanksi. Bahkan, PPNS juga bisa saja dikenakan pasal
korupsi, misalnya pasal penyuapan atau penyalahgunaan wewenang. “Kalau
dilarikan ke suap, maka ini bisa diproses melalui Undang-Undang Tindak
Pidana Korupsi,” kata Hudi.

Menurut Hudi, ketidakberesan kasus ini bisa saja sebagai dampak dari
banyaknya celah yang terdapat di dalam hukum acara pidana (KUHAP).
Saran Hudi, hukum acara pidana semestinya segera dibenahi. Pasal-pasal
ambigu yang mudah ditafsiri untuk meloloskan yang salah dari jeratan
hukum segera diubah. n

http://www.surabaya pagi.com/ index.php? p=detilberita& id=43716

0 komentar:

Posting Komentar