GURU MASIH MALAS MEMBUAT KARYA TULIS
Pakar pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Prof Suharsimi Arikunto menilai, para guru selama ini masih malas membuat karya tulis yang bermutu, baik berupa buku, artikel, maupun modul.
"Hal itu terlihat dari sedikitnya karya tulis yang lolos penilaian atau proses seleksi," katanya usai seminar "Penulisan karya Tulis Ilmiah sebagai Upaya Peningkatan Kompetensi dan Profesionalitas Guru" di Semarang, Minggu.
Menurut dia, setiap tahun ada sekitar 30 ribu karya tulis yang diajukan para guru seluruh Indonesia, di antaranya sebagai syarat kenaikan golongan dari IV A ke IV B, namun yang lolos seleksi hanya sekitar 10 persen. "Itu setidaknya dapat menjadi gambaran bahwa kemauan para guru untuk menghasilkan karya tulis bermutu masih kurang, dan hal itu sering diakibatkan ketakutan dan ketidaktahuan mereka terhadap pembuatan karya tulis," katanya.
Ia mengatakan, para guru cenderung beranggapan pembuatan karya tulis ilmiah membutuhkan biaya mahal dan rumit, padahal kenyataan sebenarnya tidak seperti itu, sehingga mereka perlu bimbingan secara bertahap. "Ada juga yang tidak tahu apa yang ingin ditulis, sehingga saya menekankan agar mereka menulis sesuai dengan bidang kelimuan yang dikuasai, misalnya guru matematika ya menulis tentang matematika," katanya.
Bahkan, kata dia, berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Permenpan) Nomor 16/2009 tentang Jabatan Fungsional Guru, pembuatan karya tulis ilmiah akan diwajibkan untuk kenaikan golongan III B ke III C. "Oleh karena itu, para guru harus mulai membudayakan menulis untuk mengembangkan kompetensi dan profesionalitasnya, " kata Guru Besar Emeritus UNY yang telah menghasilkan 14 buku tentang pendidikan itu.
Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK), Kementerian Pendidikan Nasional, Baedhowi juga membenarkan terkait masih sedikitnya karya tulis
ilmiah guru yang bermutu.
"Dari sekian ribu karya tulis yang diajukan guru dari seluruh daerah di Indonesia kepada kami setiap tahunnya, hanya sekitar 10-15 persen yang lolos seleksi, dan angkanya bervariasi dari setiap daerah," katanya.
Menurut dia, penyebab masih minimnya karya tulis dari para guru yang bermutu tersebut disebabkan banyak hal, seperti belum banyak guru yang tahu aturan-aturan dalam membuat karya tulis ilmiah.
"Banyak guru yang belum menulis sesuai kaidah-kaidah yang ditentukan, padahal pelatihan dan sosialisasi terkait hal itu telah banyak dilakukan, nampaknya mereka belum siap," katanya.
Padahal, kata dia, Permenpan Nomor 16/2009 tentang Jabatan Fungsional Guru akan segera ditetapkan setelah ada surat keputusan bersama antara Mendiknas dengan Menpan terkait implementasi peraturan itu.
"Selain untuk kenaikan golongan, pembuatan karya tulis ilmiah sebenarnya bermanfaat untuk mendorong profesionalitas guru, sebab menulis pasti disertai dengan budaya membaca dan menggali pengetahuan, " kata Baedhowi.
Sumber
Semarang, 7/3 (ANTARA)
0 komentar:
Posting Komentar