Korupsi Bupati Mojokerto Rp 4,2 M, Misterius Tiga Kapolda Jatim Tak Mampu Memberkas BAP

Kasus korupsi proyek pengadaan komputer Rp 4,25 miliar yang diduga
melibatkan Bupati Mojokerto, Suwandi, hingga kini masih misterius.
Padahal, kasus ini ditangani sejak tahun 2005, atau sudah ganti tiga
Kapolda. Bahkan, Suwandi sempat dinyatakan sebagai tersangka. Ada apa
di balik ini?

Awal Februari lalu, aktivis penggiat anti-korupsi Mojokerto sempat
mendatangi Satpidkor Polda Jatim menanyakan kelanjutan kasus tersebut.
Bahkan, mereka juga mengadukan penyidik yang menangani kasus itu ke
Bidang Profesi dan Pengamanan (Bid Propam) Polda Jatim, karena dinilai
tak serius. "Kami hanya ingin kasus ini bisa diusut tuntas," kata Safri
Nawawi, aktivis asal Mojokerto, Minggu (7/3) kemarin.

Dijelaskan, penyidik dibawah kepemimpinan Kasat Tipikor Polda Jatim
AKBP Anton Sasono berdalih kasus yang menyeret Bupati Suwandi itu belum
memenuhi unsur korupsi. Yakni, belum ditemukan kerugian negara. Alasan
penyidik belum bisa menentukan kerugian negara lantaran waktu pengadaan
komputer itu sudah cukup lama, yakni tahun 2001. Sementara kasusnya
baru dilaporkan ke Polda Jatim tahun 2005. Dengan lamanya tenggat waktu
itu, penyidik kesulitan mencari harga pembanding harga komputer.

Alasan penyidik ini dinilai aneh. "Apa susahnya mendatangkan saksi ahli
dari asosiasi perkumpulan komputer untuk mencari tahu harga pembanding.
5 tahun tidak bisa tentukan kerugian itu, penyidiknya yang tidak becus
atau penyidiknya yang bermain," tandas Safri.

Informasi yang dihimpun Surabaya Pagi, Minggu (7/3), tahun 2006 lalu,
Reskrim Polda Jatim turun langsung ke Mojokerto untuk melakukan
penyelidikan ke sejumlah pejabat. Mulai dari Sekda, kepala bagian
keuangan, hingga kepala Dinas Pendidikan.

Hasilnya, ada dugaan korupsi terkait pengadaan komputer tersebut.
Proyek itu senilai Rp 4,25 miliar untuk pengadaan komputer sebanyak 610
unit, 610 meja komputer, 122 buah printer, dan 610 unit stabilisator.

Usai dilakukannya penyelidikan, polisi menetapkan dua tersangka yakni
Suwandi, yang saat itu menjabat Kepala Dinas Pendidikan Mojokerto dan
Hari Pujiono, Direktur CV Krisna Jaya, selaku pemenang tender. Kedua
tersangka diduga menyelewengkan dana hingga Rp2 miliar. Penetapan
tersangka itu oleh Kompol Yusuf Subarja selaku Kanit I Pidkor Polda
Jatim pada 28 April 2006. Anehnya, dalam perkembangan, status Suwandi
berubah menjadi saksi.

Tentu saja, ini kian misterius. Apalagi, saat kasus ini masih di meja
penyidik, Polda Jatim sudah ganti tiga Kapolda. Yakni, sejak Herman
Surjadi Sumadiredja, Anton Bachrul Alam dan terakhir Irjen Pol
Pratiknyo. Sayangnya, hingga berita ini diturunkan belum berhasil
mendapat konfirmasi dari Polda Jatim.

Menanggapi ini, Direktur LBH Surabaya, Syaiful Aris, menilai adanya
keanehan. Khususnya, perubahan status Bupati Mojokerto Suwandi, dari
tersangka menjadi saksi. ”Sebetulnya aneh. Seseorang yang sempat jadi
tersangka terus kemudian jadi saksi. Ada apa ini?” kata Aris, Minggu
(7/3).

Sebab, menurut Aris, untuk menentukan seseorang menjadi tersangka tidak
mudah, sebab melalui proses cukup panjang. ”Perlu pemeriksaan,
pernyataan saksi, ditemukannya unsur-unsur yang menguatkan, serta
adanya bukti-bukti yang kuat,” jelasnya. Artinya, lanjut Aris, ada
pertanggungjawaban hukum dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.
”Nah ini dari tersangka malah jadi saksi,” herannya. ”Yang lazim itu
dari saksi menjadi tersangka,” imbuhnya.

Kejanggalan lainnya, kata Aris, penyelesaian kasus ini tidak jelas,
atau sengaja diambangkan. Menurutnya, jika memang tidak ada bukti yang
menguatkan keterlibatan Bupati Suwandi, semestinya penyidik segera
menghentikan kasus ini. ”Kalau tidak terbukti, SP3 saja,” cetus Aris. n

http://www.surabayapagi.com

0 komentar:

Posting Komentar