Indonesian NLP Conference #1: Mengenal Lebih Dekat?
“Apa itu NLP?”
Sebuah pertanyaan standar yang pasti dilontarkan oleh rekan-rekan yang baru mendengar istilah Neuro-Linguistic Programming. Sementara Anda tentu sudah membaca beberapa artikel saya tentang hal ini di website, berikut ini 3 jawaban sederhana yang saya jadikan pengantar pada “The 1st Indonesian NLP Conference”, 3 April 2010 lalu.
Pertama, saya teringat perkataan Abraham Maslow berikut ini:
If we want to answer the question, how tall can the human species grow, then obviously it is well to pick out the ones who are already tallest and study them.
If we want to know how fast a human being can run, then it is no use to average out the speed of the populations; it is far better to collect Olympic gold medal winners and see how well they can do.
If we want to know the possibilities for spiritual growth, value growth, or moral development in human beings, then I maintain that we can learn by studying the most moral, ethical, or sanity people.
Yes, NLP adalah rasa ingin tahu tentang mengapa seseorang bisa memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh orang lain. Dengan demikian, tanpa perlu melewati fase proses yang panjang, orang lain dapat mereplikasinya dengan lebih cepat.
Maka belajar NLP jelas membuat kita jadi orang yang selalu penasaran. Belajar NLP juga pasti membuat kita jauh dari rasa iri, dengki, ataupun rendah diri.
Kok bisa?
Jelas bisa. Sebab alih-alih kita iri dengan apa yang dimiliki orang lain, kita justru penasaran dengan bagaimana mereka bisa memiliki hal tersebut. Lihat tetangga kaya, jadi penasaran untuk menirunya. Lihat teman pintar, jadi penarasan untuk menirunya. Lihat orang lain selalu bahagia, jadi penasaran untuk menconteknya. Lihat teman pintar mendidik anak, jadi penasaran untuk belajar darinya.
Penasaran, penasaran, penasaran. Mau tahuuuuu aja gitu, bagaimana orang lain bisa sukses, bisa jadi ahli, lalu kita tiru deh.
Kedua, NLP adalah ilmu tentang memahami program dalam diri kita, yang ternyata cara kerjanya adalah neuro-linguistik. Persis seperti namanya. Karena cara kerja pikiran-perasaan kita neuro-linguistik, maka cermati dan tandai deh kata-kata atau bahasa-bahasa apa saja yang membuat kita marah, sedih, kesal, senang, semangat, bahagia, dan seterusnya.
Bagaimana cara kerja program marah dalam diri kita? Apa kata-kata pemicunya? Lalu kendalikan.
Bagaimana cara kerja program bahagia kita? Apa kata-kata pemicunya? Lalu munculkan saat kita inginkan.
Dengan demikian, remote pikiran dan perasaan benar-benar berada dalam kendali kita, dan bukan orang lain. Setiap pikiran dan perasaan pun merupakan keputusan kita sendiri.
Ketiga, NLP adalah soal pembiasaaan, alias mindset untuk senantiasa peka terhadap struktur, selain konten. Peserta tentu ingat contoh saya tentang lagu ”Sempurna” asli dari Andra and the Backbone, dan lagu ”Sempurna Jowo” ala entah siapa. Hehehe...
Lirik persis sama, seketika memicu makna—dan hasil—yang berbeda karena struktur menyanyikannya berbeda.
Pun peserta juga pasti ingat dengan 2 gambar Mahatma Gandhi yang saya tampilkan. Pertama berbingkai hitam, yang kedua berbingkai pink.
Maka kemudian kita jadi lebih mudah memahami mengapa sebuah pengalaman yang sama, bisa memiliki makna yang berbeda bagi 2 orang yang berbeda. Pun kita jadi mengerti, mengapa sesuatu yang dulu kita anggap sebagai tragedi, seketika sekarang bisa kita rasa sebagai komedi.
Yes, bukan urusan kejadiannya, melainkan kita sudah membingkai pengalaman tersebut dengan struktur yang berbeda.
Aha, bukankah ini menandakan bahwa kita punya kemampuan untuk menciptakan makna yang kita inginkan? Makna yang memberdayakan diri kita? Makna yang menumbuhkan pribadi kita?
Kesimpulan: kejadian adalah takdir, makna adalah keputusan. Untungnya, kita berperilaku berdasarkan makna yang kita pilih.
So, nantikan ulasan ”The 1st Indonesian NLP Conference” selanjutnya OK!
0 komentar:
Posting Komentar